JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi pada Ramadhan-Lebaran 2019 berpotensi mendongkrak penjualan sektor ritel. Namun, diperkirakan, pertumbuhan penjualan ritel tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.
Penyebabnya, antara lain, kondisi perekonomian global yang diliputi ketidakpastian sehingga membuat masyarakat lebih berhati-hati menggunakan uang. Penjualan barang secara dalam jaringan (daring) yang kian marak juga turut membuat masyarakat mengurangi belanja ritel di toko luar jaringan.
Di sisi lain, kondisi setelah pemilu juga akan berdampak pada penjualan sektor riil.
Proyeksi pertumbuhan penjualan pada Ramadhan-Lebaran yang tidak setinggi tahun lalu itu, di antaranya, tecermin pada antusiasme pelaku industri menyetok barang.
Data Badan Pusat Statistik yang dikutip Rabu (24/4/2019) menunjukkan, impor barang konsumsi pada Maret 2019 sebesar 1,147 miliar dollar AS, lebih rendah dari Maret 2018 yang sebesar 1,201 miliar dollar AS. Adapun impor bahan baku/penolong pada Maret 2019 sebesar 10,139 miliar dollar AS atau turun dari Maret 2018, yakni 10,876 miliar dollar AS.
”Jika kondisi pascapemilu lancar dan terkendali, kami optimistis, omzet dapat tumbuh 10 persen pada Ramadhan-Lebaran 2019 dibandingkan dengan Ramadhan-Lebaran 2018,” ujar Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah.
Menurut catatan Hippindo, pertumbuhan belanja pada Ramadhan-Lebaran 2018 sekitar 20 persen secara tahunan.
Meski demikian, secara bulanan, Budihardjo optimistis ritel akan tumbuh 30 persen dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Penjualan busana berpotensi tumbuh paling pesat, yakni 50 persen.
Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Ia optimistis kinerja sektor ritel secara bulanan akan tumbuh. ”Secara bulanan, penjualan Ramadhan-Lebaran dapat tumbuh 2-3 kali lipat dibanding bulan biasa,” katanya.
Adapun secara triwulanan, kata Tutum, triwulan yang memiliki periode Ramadhan-Lebaran umumnya memiliki andil 35 persen terhadap omzet ritel tahunan. Pada triwulan yang diwarnai Ramadhan-Lebaran 2019, diperkirakan ritel tumbuh 5-5,5 persen secara tahunan.
Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia, indeks keyakinan konsumen (IKK) pada sebulan menjelang Ramadhan meningkat. IKK pada April 2018 sebesar 122,2 dan pada Mei 2018 sebesar 125,1. Adapun IKK Februari 2019 dan Maret 2019 berturut-turut adalah 125,1 dan 124,5.
Persiapan
Persiapan stok untuk Ramadhan-Lebaran 2019 dan distribusi sudah direncanakan sejak awal tahun. Tutum menuturkan, ritel busana sudah bersiap sejak 3-4 bulan sebelum awal Ramadhan 2019, sedangkan ritel makanan-minuman sejak 1-2 bulan sebelumnya.
Namun, Tutum memperkirakan, menjelang Ramadhan-Lebaran tahun ini, pelaku usaha tidak terlalu antusias menyetok barang dalam jumlah besar. ”Persiapan stok tidak terlalu agresif untuk mengantisipasi permintaan,” ujarnya.
Sikap pelaku usaha yang tidak terlalu antusias menyetok barang itu antara lain mempertimbangkan perilaku masyarakat yang diperkirakan lebih memilih menyimpan uang untuk mengantisipasi kebutuhan yang lebih mendesak.
Namun, Tutum yakin sektor ritel masih tetap tumbuh tahun ini. Omzet sektor ini pada 2018 sekitar Rp 250 triliun. ”Pertumbuhan biasanya 8 persen sampai 10 persen,” katanya.
Sementara, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri optimistis penjualan alas kaki akan bagus. Apalagi, momentum Lebaran pada tahun ini tidak terlalu jauh dengan tahun ajaran baru bagi murid sekolah. Kenaikan penjualan pada masa Ramadhan-Lebaran rata-rata 20 persen dibandingkan dengan bulan-bulan lain.
Lebih lanjut Firman menyampaikan, pembangunan infrastruktur memunculkan tren perjalanan atau wisata bagi masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan pergeseran konsumsi ke daerah-daerah, tidak lagi di kota-kota besar.
”Misalnya, saat ini masyarakat mulai mencari-cari sepatu untuk perjalanan,” katanya. (JUD/CAS/FER)