Bupati (nonaktif) Malang Rendra Kresna dituntut delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan subsider enam bulan penjara. Berdasarkan analisa yuridis Komisi Pemberantasan Korupsi, Rendra dianggap menerima suap dari pengusaha rekanan Pemerintah Kabupaten Malang senilai Rp 5,6 miliar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Bupati (nonaktif) Malang Rendra Kresna dituntut delapan tahun penjara, denda Rp 500 juta, dan subsider enam bulan penjara. Berdasarkan analisa yuridis Komisi Pemberantasan Korupsi, Rendra dianggap menerima suap dari pengusaha rekanan Pemerintah Kabupaten Malang senilai Rp 5,6 miliar.
Rendra juga dituntut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara Rp 4,075 miliar. Pertimbangannya, terdakwa telah mengembalikan uang sebesar Rp 1,6 miliar melalui rekening KPK. Selain itu, terdakwa dituntut bakal dicabut haknya untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun, terhitung sejak selesai menjalani hukumannya.
Tuntutan itu disampaikan jaksa KPK Abdul Basir dan Mufti Nur Irawan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Kamis (25/4/2019). Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Agus Hamzah.
Jaksa menyatakan berdasarkan fakta persidangan, Rendra terbukti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dia menerima suap Rp 5,6 miliar dari Ali Murtopo dan Ubaidillah, pengusaha rekanan Pemkab Malang dalam proyek pengadaan alat peraga pendidikan yang dananya bersumber dari APBN pos anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) kurun waktu 2011-2013.
Rendra mengakui, penerimaan uang suap itu meski hanya sebagian. Uang suap itu antara lain digunakan untuk membiayai pernikahan anaknya dan membangunkan rumah untuk anak . Biaya pembangunan rumah itu mencapai Rp 1,5 miliar. Sebanyak Rp 850 juta diantaranya berasal dari Ubaidillah yang disetorkan melalui salah satu tim sukses Erick Armando Tala.
Rendra menjabat Bupati Malang dua periode setelah memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah didukun tim sukses yang terdiri dari beragam orang termasuk politisi dan pengusaha. Saat menjabat, dia mendapat laporan dari kepala dinas pendidikan mengenai proyek DAK pendidikan senilai Rp 33 miliar tahun 2010 yang belum terealisasi. Proyek itu kemudian diubah dari swakelola menjadi lelang elektronik.
Rendra memperkenalkan Erick kepada pelaksana lelang Hendri Tanjung, sebagai orang yang bisa membantu. Alasannya, Erick yang hanya lulusan sekolah menengah atas itu menguasai IT. Faktanya, Erick adalah hacker yang bertugas mengontrol peserta lelang dan mengatur pemenang lelang sesuai pesanan. Lelang akhirnya dimenangkan Ali Murtopo, politisi partai politik yang tak punya usaha pengadaan alat peraga pendidikan.
Ali Murtopo akhirnya divonis bersalah oleh majelis hakim Tipikor Surabaya karena terbukti menyuap Rendra dan menikmati uang negara yang bukan haknya. Adapun Ubaidillah merupakan rekanan Pemkab Malang yang memenangkan pekerjaan pengadaan alat peraga pendidikan tahun 2013. Proyek tersebut juga didanai APBN pada pos DAK pendidikan. Seperti halnya Ali, sebagai pemenang tender, Ubaidillah menyetorkan uang kepada Rendra sebagai komitmen fee.
Abdul Basir mengatakan, hal yang memberatkan Rendra adalah dia tidak mendukung program pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu terdakwa tidak jujur memberi keterangan terkait suap yang diterimanya. Adapun, hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap baik selama persidangan.
Menanggapi tuntutan jaksa KPK, Rendra melalui kuasa hukumnya menyatakan kepada majelis hakim akan mengajukan nota pembelaan. Nota pembelaan itu akan dibacakan pada sidang berikutnya. Rendra menyatakan tidak akan mengajukan pembelaan pribadi.