Ruang Sempit Pengemudi Ojek Daring (2)
Tidak seperti beberapa tahun lalu, pekerjaan sebagai ojek daring tidak lagi menjadi pekerjaan yang dielu-elukan oleh sebagian besar masyarakat.
Tidak seperti beberapa tahun lalu, pekerjaan sebagai ojek daring tidak lagi menjadi pekerjaan yang dielu-elukan oleh sebagian besar masyarakat. Malahan, banyak pengemudi ojek daring yang menuntut berbagai macam hal kepada pemerintah dan perusahaan transportasi daring. Euforia ojek daring hanya bertahan di awal-awal kemunculannya.
Diterpa dengan pemberitaan mengenai keamanan transportasi daring dan keluh kesah pengemudi ojek daring, banyak pengemudi ojek daring yang melakukan unjuk rasa untuk menuntut andil pemerintah di moda transportasi baru ini. Salah satunya adalah karena penurunan pendapatan yang dirasakan para pengemudi. Lantas bagaimana sebenarnya penurunan pendapatan ojek daring dan penyebabnya?
Berdasarkan survei yang dilakukan Kompas, 63 persen responden mengaku pendapatannya turun dibanding saat awal ia bekerja sebagai pengojek daring. Rata-rata pendapatan responden pada saat survei adalah 3,9 juta rupiah per bulan. Jumlah tersebut terpaut jauh dengan pendapatan responden saat awal menjadi ojek daring.
Baca juga: Roda Profesi Ojek Daring (1)
Selisih pendapatan mereka saat ini dengan pada saat awal mereka menjadi ojek daring adalah Rp 82.000-Rp 7 juta, bergantung pada tahun awal mereka menjadi pengojek daring. Untuk memahami penurunan pendapatan pengemudi ojek daring, mari kita lihat perbandingan pendapatan pengemudi ojek daring pada tahun awal mereka bekerja.
Rata-rata pendapatan pengojek daring yang mulai bekerja pada tahun 2014 dan 2015 mencapai 10,9 juta dan 8,3 juta rupiah per bulan. Angka tersebut cukup besar apabila dibandingkan dengan UMR saat itu, yaitu Rp 2,4 juta dan 2,7 juta rupiah. Dengan pendapatan sejumlah itu, wajar jika pada 2014-2015, ojek daring menjadi pekerjaan primadona bagi sebagian besar masyarakat.
Namun, dari tahun ke tahun, pendapatan ojek daring turun. Jika dilihat laju penurunan rata-rata pendapatan ojek daring, rata-rata pendapatan yang diterima ojek daring berkurang 22 persen setiap tahun.
Pada 2016, responden yang mulai bekerja pada tahun tersebut hanya mendapatkan 6,4 juta rupiah setiap bulan. Sementara pada satu sampai dua tahun berikutnya, responden lain yang mulai bekerja pada 2017-2018 hanya mendapatkan Rp 4,1 juta sampai Rp 4,9 juta per bulan.
Tentunya, responden yang mulai bekerja pada tahun kemunculan ojek daringlah yang paling terdampak. Setiap tahun, mereka merasakan penurunan pendapatan lebih banyak dibanding dengan pengojek daring yang lebih baru dalam pekerjaan ini. Pengojek daring yang baru saja memulai pekerjaan ini, tidak mendapatkan kesempatan menuai penghasilan sebesar pengojek daring pada tahun 2014-2015.
Perang tarif
Berkurangnya pendapatan para pengemudi ojek daring dapat disebabkan oleh faktor tarif, perolehan bonus, dan jumlah pengemudi ojek daring. Yang pertama dan utama adalah perang tarif di antara dua perusahaan transportasi daring besar, yaitu Go-Jek dan Grab. Setidaknya, faktor inilah yang paling dipermasalahkan oleh pengemudi ojek daring.
Sebelum diatur pemerintah pada awal April 2019, tarif ojek daring ditentukan oleh perusahaan transportasi daring. Tarif berubah-ubah dalam jangka waktu yang pendek. Perubahan tersebut pada dasarnya adalah skema promo yang diterapkan perusahaan transportasi daring untuk menarik konsumen.
Baca Juga : Ojek Daring, Angkutan Umum atau Bukan?
Awalnya, pada April dan Mei 2016, kedua perusahaan sama menerapkan argo minimum dalam setiap pelayanan yang diberikan mitra ojek daring. Go-Jek menetapkan tarif minimum Rp 12.000 untuk jarak tempuh perjalanan 1-10 km dan Rp 15.000 untuk jarak tempuh 10-15 km. Sementara Grab menerapkan argo minimum Rp 20.000.
Tidak sepenuhnya biaya argo minimum ditanggung oleh penumpang. Penumpang hanya membayarkan tarif per kilometer Rp 1.500 untuk jarak tempuh 0-12 km dan Rp 2.500 untuk jarak tempuh 12 km. Jika biaya perjalanan tidak mencapai Rp 20.000, selisih biaya yang dibayar penumpang dengan argo minimum disubsidi dari Grab.
Selang beberapa bulan kemudian, yaitu pada Agustus dan September 2016, kedua perusahaan ini menurunkan tarif dasarnya, masih dengan sistem argo minimum. Go-Jek memberikan tarif minimum Rp 4.000 untuk jarak tempuh 1-2 km, lebih dari jarak tersebut akan dikenai tarif tambahan Rp 1.500/km
Sementara Grab, menerapkan tarif minimum Rp 5.000 dengan tarif tambahan Rp 1.500/km. Pada 2017 dan 2018, keduanya masih bersaing dengan tarif dasar serupa, yaitu Rp 2.200 dan Rp 1.800.
Aksi perang tarif yang berkelanjutan diperkirakan dapat terjadi. Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika, mengatakan, perang tarif ojek daring yang terjadi ini layaknya ”Game Theory”.
Menurut dia, Go-Jek sebagai lawan yang mampu bertahan dari serangan perang tarif dari Grab. Namun, untuk menghadapi ancaman tersebut, Go-Jek sangat mungkin terpaksa ikut melakukan penyesuaian tarif dan menaikkan intensitas promo.
Perang tarif yang berkelanjutan berdampak pada pendapatan pengemudi ojek daring. Dari sisi pengemudi ojek daring, apabila tarif yang diberikan terlalu rendah, pendapatan mereka akan berkurang.
Namun, di sisi lain dengan tarif yang rendah, mereka berkesempatan untuk lebih banyak menerima pesanan dari konsumen. Jika ingin mendapatkan pendapatan yang stabil, pengemudi ojek daring harus meningkatkan jam kerja untuk mengambil trip dari lebih banyak penumpang.
Perolehan bonus
Bonus atau insentif adalah tambahan pendapatan yang diterima pengemudi ojek daring berdasarkan banyaknya layanan yang dikerjakan dan performa pekerjaan dalam satu hari bekerja. Biasanya bonus atau insentif dihitung berdasarkan jumlah poin. Setiap nilai poin mewakili jumlah layanan yang dikerjakan.
Penentuan bonus atau insentif berubah-ubah tiap waktu berdasarkan kebijakan perusahaan. Menurut Vice President (VP) Komunitas Pengemudi Go-Jek Jaka Wiradisuria, tiga faktor yang menentukan mekanisme dan besaran bonus adalah performa pengemudi, kondisi perusahaan, dan situasi pasar. Namun, perolehan bonus yang diterima pengemudi bergantung pada setiap pengemudi.
Syarat ketentuan performa pengemudi berbeda antara Go-Jek dan Grab. Go-Jek menggunakan penilaian daily completion rate atau penilaian tingkat penyelesaian pelayanan. Penilaian didasarkan pada jumlah order yang diselesaikan dibagi dengan jumlah pesanan yang masuk ke aplikasi pengemudi Go-Jek.
Grab juga menerapkan syarat performa berdasarkan persentase minimal penerimaan dan minimal pembatalan serta minimal rating pengemudi ojek daring.
Berdasarkan data besaran bonus yang ditelusuri, meskipun total bonus yang diberikan tahun ini semakin besar, pengemudi ojek daring semakin sulit mendapatkan bonus. Besaran bonus setiap cek poin semakin kecil meskipun cek poin ditambah supaya mitra dapat menerima bonus lebih banyak.
Perubahan aturan yang dilakukan perusahaan ojek daring dirasakan berdampak pada pendapatan pengemudi ojek daring. Pengemudi Grab merasa sebelum diterapkannya sistem berlian, mereka dapat mendapatkan bonus lebih banyak dibandingkan saat ini.
Sementara bagi pengemudi Go-Jek, skema bonus setiap pengemudi ojek daring berbeda-beda, bergantung pada banyaknya pencapaian poin selama dua minggu terakhir. Skema bonus harian tidak hanya dipengaruhi oleh total pencapaian poin, tetapi juga jumlah hari aktif bekerja.
Jumlah Pengemudi
Jumlah pengemudi ojek daring yang semakin banyak menyebabkan tingginya persaingan antarpengemudi. Semakin banyak pengemudi ojek daring, semakin sulit pengojek daring mendapatkan konsumen. Akibatnya, tak jarang jika mereka menggunakan cara-cara curang untuk mendapatkan penumpang atau sering disebut ”ojek tuyul”.
Pada Maret 2015, di Jabodatabek, jumlah pengojek daring Go-Jek mencapai 2.200 orang, sedangkan pengojek daring Grab lebih dari 3.000 orang. Beberapa bulan kemudian pada Oktober 2015, Go-Jek menyatakan bahwa jumlah pengojek daringnya di wilayah yang sama mencapai 100.000 orang. Tak heran, jika pada Desember 2017, pengojek daring Go-Jek mencapai 900.000 orang di beberapa kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Meskipun permintaan layanan ojek daring di Jabodetabek sangat tinggi, jumlah pengemudi ojek daring yang membeludak tetap menjadi kendala pengojek daring. Saking banyaknya, para pengojek daring menyampaikan sindirian ”lebih banyak ojek daring dibanding konsumen, bahkan konsumennya juga ikut jadi ojek daring”.
Tarif dan jumlah pengemudi ojek daring menjadi faktor penting yang menentukan besarnya pendapatan pengemudi ojek daring. Pada tahun 2014, tingginya pendapatan ojek daring menjadi wajar sebab kala itu jumlah pengojek daring sangat sedikit dibanding saat ini. Selain itu, saat itu hanya aja Go-Jek sebagai perusahaan ojek daring satu-satunya dan terbesar.
Namun sekarang, dengan adanya persaingan antarperusahaan ojek daring dan pengemudi ojek daring lainnya, pengojek daring harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan ini. Persaingan yang makin ketat menyisakan ruang kecil pendapatan bagi pekerja ojek daring. (LITBANG KOMPAS)