Menteri Ekonomi Jerman Peter Altmaier yang menyatakan keinginan Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) secara keseluruhan, untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Prakarsa Sabuk dan Jalan. Ia berharap, proyek itu dapat menghidupkan kembali Jalur Sutra yang pada dahulu kala menggabungkan China dengan wilayah Asia lain dan Eropa. Meskipun China adalah mitra strategis, ia mengingatkan, Uni Eropa perlu terus mempertahakan kepentingannya.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
BEIJING, JUMAT – Sejumlah negara menyatakan niat dan komitmennya untuk mendukung proyek infrastruktur yang diinisiasi Republik Rakyat China bertajuk Prakarsa Sabuk dan Jalan. Untuk itu, demi menjamin hasil yang menguntungkan seluruh masyarakat di dunia, proyek yang dikenal sebagai Belt and Road Initiative itu harus mematuhi prinsip keberlanjutan, minim risiko, dan dilakakukan secara transparan.
Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond, misalnya, menyampaikan, komitmen kuat Inggris dalam mewujudkan Prakarsa Sabuk dan Jalan. Ia menyebutkan kebijakan proyek itu sebagai “visi ambisius yang luar biasa”.
Prakarsa Sabuk dan Jalan yang diluncurkan pada 2013 itu berambisi untuk menghidupkan kembali Jalur Sutra. Jalur perdagangan kuno itu dikenal sebagai penghubung antara dunia Timur dan Barat.
“Prakarsa Sabuk dan Jalan memiliki potensi luar biasa untuk menyebarkan kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan. Proyek itu berpotensi berdampak pada 70 persen dari populasi dunia. Sebuah proyek ambisius yang benar-benar epik,” ujar Hammond saat pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-2 Prakarsa Sabuk dan Jalan di Beijing, China, Jumat (26/4/2019). Pertemuan itu diawali pidato pembukaan oleh Presiden China Xi Jinping.
Hampir 40 pemimpin negara-negara menghadiri pertemuan tersebut. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ada pula Menteri Ekonomi Jerman Peter Altmaier yang menyatakan keinginan Wilayah Ekonomi Eropa (EEA) secara keseluruhan, untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Prakarsa Sabuk dan Jalan. Ia berharap, proyek itu dapat menghidupkan kembali Jalur Sutra yang pada dahulu kala menggabungkan China dengan wilayah Asia lain dan Eropa. Meskipun China adalah mitra strategis, ia mengingatkan, Uni Eropa perlu terus mempertahakan kepentingannya.
Selain Inggris dan Eropa, sejumlah negara Amerika Latin menyatakan niatnya untuk mendukung proyek Sabuk dan Jalan. Wakil Presiden Peru Mercedes Araoz mengatakan, Peru akan menandatangani MoU untuk bergabung dalam membangun Sabuk dan Jalan. Ada pula Chili, yang mengumumkan pada November 2018, rencananya untuk ikut serta dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan.
Keberlanjutan dan transparansi
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengingatkan agar program Sabuk dan Jalan dilaksanakan secara hati-hati, dengan mematuhi prinsip keberlanjutan dan transparansi. Dengan demikian, proyek yang membangun pelabuhan, rel kereta api, dan infrastruktur perdagangan lainnya itu dapat berdampak positif kepada negara lain.
“Sejarah telah mengajarkan kita bahwa jika tidak dikelola hati-hati, investasi infrastruktur dapat menyebabkan peningkatan hutang yang bermasalah. Agar sepenuhnya berhasil, Prakarsa Sabuk dan Jalan seharusnya hanya pergi ke tempat yang membutuhkannya secara berkelanjutan,” tutur Lagarde.
Xi turut menyatakan, Prakarsa Sabuk dan Jalan harus sesuai dengan prinsip “green” atau berkelanjutan. Ia menambahkan, proyek besar itu juga perlu menghasilkan pertumbuhan berkualitas tinggi bagi semua orang.
“Kita harus mematuhi konsep keterbukaan, keberlanjutan, dan kebersihan. Membangun infrastruktur berkualitas tinggi, berkelanjutan, tahan risiko, dengan harga wajar, dan inklusif, akan membantu negara-negara untuk sepenuhnya memanfaatkan sumber daya mereka,” ujar Xi.
Ia menambahkan, “(Proyek Sabuk dan Jalan) akan dioperasikan di bawah sinar matahari, memerangi korupsi, dan memperjaungkan nol toleransi (terhadap korupsi)”.
Pertemuan hari ini salah satunya bertujuan untuk menekankan maksud baik dari proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan terhadap pemimpin yang khawatir dengan proyek itu. Sejumlah negara khawatir, proyek itu bertujuan untuk menyebarkan pengaruh China di luar negeri dan membebani negara dengan hutang yang tidak berkelanjutan.
Disebutkan bahwa sekitar seperempat dari 115 pemerintahan yang menandatangani kesepakatan dengan proyek Sabuk dan Jalan kini memiliki utang luar negeri hingga 75 persen dari pengeluaran ekonomi tahunan mereka.
Oleh sebab itu, Perdana Menteri Malaysia Mahathir bin Mohamad, dalam kampanye pemilihan umum pada 2018, misalnya, berjanji untuk merevisi proyek kerja sama China dan Malaysia. Saat mengunjungi China pada Agustus 2018, atau tidak lama setelah ia memenangi kursi perdana menteri, ia menyebutkan proyek infrastruktur oleh China itu sebagai bentuk “kolonialisme baru” dan “diplomasi jebakan hutang”.
Sikap Mahathir itu kini berubah dan ia kini mendukung proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan. Seperti dilaporkan South China Morning post, Rabu (25/4/2019), ia mengatakan, lebih memilih kerja sama dengan China yang ia nilai stabil daripada Amerika Serikat yang sulit diprediksi. (REUTERS)