Kim Jong Un: Perdamaian di Semenanjung Korea Tergantung Sikap AS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan, perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea akan sepenuhnya tergantung pada sikap Amerika Serikat.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
PYONGYANG, JUMAT — Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan, perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea akan sepenuhnya tergantung pada sikap Amerika Serikat. Selama ini, Amerika Serikat mendesak Korea Utara untuk menghentikan aktivitas di seluruh fasilitas dan senjata nuklirnya tanpa bersedia untuk melepaskan seluruh sanksi yang mengancam perekonomian Korea Utara.
Hal tersebut disampaikan Kim saat pertama kali bertemu Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin di Rusia, Kamis (25/4/2019), seperti diberitakan kantor berita Korean Central News Agency (KCNA), Jumat (26/4/2019).
”Situasi di Semenanjung Korea tidak berubah dan mencapai titik kritis di saat Amerika Serikat mengambil sikap unilateral yang beritikad buruk pada pertemuan kedua Korut-AS, Februari lalu. Perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea akan sepenuhnya bergantung pada sikap AS di masa depan dan Korut akan mempersiapkan dirinya untuk setiap situasi yang mungkin terjadi,” tutur Kim.
Beberapa pekan lalu, Kim juga mendesak AS untuk mengubah caranya menindaklanjuti upaya perdamaian dan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Ia bersedia menunggu usulan tindak lanjut AS hingga akhir 2019.
Sementara itu, Putin menyampaikan, situasi di sekitar Semenanjung Korea lebih stabil di bawah kepemimpinan Kim. Ia juga menyatakan kesediaan Rusia untuk membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.
”Rusia mendukung upaya Korut dalam (mengembangkan) dialog Korut-AS dan peningkatan hubungan antara Korut dan Korsel,” ucapnya.
Duta Besar AS untuk Jepang William Hagerty menganggap pertemuan Kim dengan Putin merupakan bagian dari upaya Korut untuk mencari bantuan internasional dalam melawan sanksinya.
”Pertemuan antara Kim dan Putin menunjukkan bahwa sanksi itu berhasil memberikan tekanan ekonomi yang ekstrem terhadap Korut,” ujarnya.
Bagi Hagerty, Kim berusaha menemukan cara lain untuk menghadapi sanksi itu. ”(Padahal) Ada cara yang lebih sederhana untuk menghadapi (sanksi itu) dan itu adalah denuklirisasi,” katanya.
Ia menambahkan, peran komunitas internasional penting dalam memberlakukan sanksi terhadap Korut. Hal itu demi mendorong Korut memberhentikan program nuklir dan rudalnya.
Hubungan Korut-Rusia
Selain membahas masalah denuklirisasi Semenanjung Korea, Kim dan Putin juga berniat untuk terus mengembangkan hubungan kedua negara ”secara lebih solid dan progresif”. Kedua pemimpin itu berdiskusi untuk meningkatkan kunjungan pejabat tingkat tinggi serta mengembangkan kerja sama antara pemerintah, parlemen, dan organisasi kedua negara.
KCNA menyebutkan, kedua negara sepakat untuk mempererat hubungan bilateral melalui kerja sama di bidang perdagangan, ekonomi, sains, dan teknologi. Kedua negara juga sepakat untuk menempatkan hubungan ekonomi dan perdagangan yang sama-sama menguntungkan pada tingkat yang lebih tinggi.
Bagi Kim, hubungan antara Korut dan Rusia telah terjalin dengan kuat sejak lama. Pada awal abad ke-20, kedua negara berjuang bersama dalam perang melawan Jepang. ”Rakyat Korut tidak melupakan rakyat Rusia yang menyerahkan nyawa mereka untuk tujuan sakral pembebasan Korea dan akan selalu mengingat mereka di masa depan,” katanya.
Putin mengucapkan terima kasih kepada Kim yang menerima undangan darinya untuk mengunjungi Rusia. Ia menyatakan ketegasan Pemerintah Rusia dalam meneruskan sejarah dan persahabatan antara Korut dan Rusia. (REUTERS)