Dwiyaning Aprillia Putri (13) terlihat menunduk diam saat sedang mengantri bersama 20 perenang lain di kolam utama Stadion Akuatik, Senayan, Jakarta. Perenang asal tim Bali itu sedang menenangkan diri sambil menunggu giliran mencoba kolam pada Festival Akuatik Indonesia yang berlangsung 25-30 April 2019.
Tepat sejam sebelum lomba, Jumat (26/4/2019), kolam utama Stadion Akuatik, dipenuhi ratusan perenang. Keramaian tidak hanya di dalam kolam, tetapi juga antrian menuju kolam untuk mencoba balok start.
Dwi salah satu perenang yang ingin pemanasan dari balok start. Dalam hiruk pikuk kesibukan perenang dengan pelatih yang ikut menemani, dia memilih diam dibandingkan berbincang dengan rekan setim maupun perenang lain.
"Saya coba menenangkan diri karena kan pas uji coba kolam ini sudah harus berpikir kita sedang berlomba. Jadi harus fokus melatih gerakan yang nanti ingin ditampilkan. Soal ramai, sudah biasa, harus pemanasan di sini karena sangat penting mencoba kolam lomba," kata Dwi pada Jumat.
Perenang spesialis gaya bebas itu bisa saja pemanasan di kolam yang sepi, kolam alternatif di Stadion Akuatik. Namun, kolam itu bukanlah kolam lomba. "Rasanya kan setiap kolam beda. Baik itu airnya, dingin atau tidak, juga rasa balok startnya, kasar atau tidak," ucapnya yang terakhir kali mencoba Stadion Akuatik pada 2018 lalu.
Setelah mencoba lompat dari balok start beberapa kali, perenang kelahiran 1996 itu berpindah ke jalur tengah untuk uji coba renang. Terdapat 10 jalur di kolam utama Stadion Akuatik. Jalur paling pinggir disediakan untuk mencoba lompatan dari balok start dan renang cepat, sedangkan jalur tengah difungsikan sebagai tempat perenang memanaskan diri dengan renang lebih santai.
Saat berada di jalur tengah, Dwi harus berenang ramai-ramai dengan perenang lainnya. Di dalam jalur selebar 2,5 meter itu, Dia beriringan bersama perenang lain, nyaris tidak ada jarak antara satu perenang dan perenang lain.
Dalam kondisi itu, dia sudah terbiasa tertendang atau menabrak perenang lain. Kejadian pahit itu pun terjadi saat dia berenang di jalur tengah. "Ya sudah risiko kalau ketendang. Makanya kita harus bisa nyesuain kecepatan. Soalnya di belakang dan depan ada perenang lain," tambahnya.
Meskipun harus berbagi dan kehilangan rasa tenang, pemanasan di kolam utama itu ternyata sangat berpengaruh. Saat lomba, Dwi masuk ke kolam utama dengan percaya diri. Dia melompat dengan sempurna dan berenang begitu cepat. Dia pun juara di nomor 800 meter gaya bebas KU-13 dan menjadi pemenang kedua nomor 100 meter gaya bebas KU-13.
Meskipun harus berbagi dan kehilangan rasa tenang, pemanasan di kolam utama ternyata sangat berpengaruh
Di nomor 800 meter, perenang yang berlatih di Badung, Bali, itu mencatatkan waktu terbaik sepanjang karirnya. Catatan waktunya naik dari 10 menit 13,66 detik menjadi 9 menit 53,54 detik.
Selain Dwi yang merupakan atlet muda daerah, pemanasan ternyata penting juga bagi perenang nasional. Salah satunya adalah Adinda Larasati Dewi (19). Perenang asal tim Jawa Timur itu selalu rela beramai-ramai mencoba kolam utama dengan berenang sejauh 1.500 meter atau 15 kali bolak-balik.
"Ya, pemanasan di kolam utama itu penting banget. Buat mengenal lebih dalam karakter kolamnya," tutur perenang yang sudah meraih empat emas dalam dua hari penyelenggaraan kejurnas itu.
Mencari tenang
Berbeda lagi dengan perenang nasional lain, I Gede Siman Sudartawa. Perenang asal tim DKI Jakarta ini lebih memilih untuk berenang di kolam khusus pemanasan yang bukan kolam lomba.
"Saya memang lebih suka di kolam yang sepi. Karena biar tenang. Selain itu, saya kan sudah sering juga tampil di Stadion Akuatik, jadi kurang lebih sudah mengenal karakteristik kolam lomba seperti apa," ucap Siman.
Pemanasan di kolam utama penting untuk mengenal lebih dalam karakter kolam
Pelatih renang asal tim Jawa Timur Omar Suryaatmadja mengaku tidak memaksa atletnya untuk pemanasan di kolam utama atau kolam lain. Menurut dia, setiap atlet punya karakteristik berbeda-beda dan harus diperlakukan berbeda juga.
"Ada yang kadang coba kolam utama, 100 meter berhenti karena merasa kurang enak. Ada juga yang bisa lama-lama latihan di kolam. Ya itulah seninya melatih atlet. Sama kaya bikin nasi goreng saja, bahan-bahan dan prosesnya pasti tidak bisa sama persis setiap masak." ucap pelatih yang juga mantan perenang profesional itu.