Dua hari dalam seminggu, 18.169 pelanggan air di sejumlah kawasan di Kota Batam, Kepulauan Riau, tidak mendapat pasokan air bersih.
Oleh
Pandu Wiyoga
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Permukaan air sejumlah waduk di Batam, Kepulauan Riau, menyusut hingga lebih dari 2 meter. Bahkan, salah satu dari enam waduk yang ada, yaitu Waduk Sei Harapan, diperkirakan tidak akan bisa lagi digunakan air bakunya dalam tiga bulan ke depan. Sedimentasi waduk akibat alih fungsi daerah penyangga dituding menjadi penyebab.
Permukaan air Waduk Sei Harapan menyusut hingga 2,5 meter. Hal itu membuat kapasitas produksi turun dari 210 liter per detik menjadi hanya 158 liter per detik. Lima waduk lain juga menyusut meskipun tidak separah Waduk Sei Harapan.
Akibatnya, perusahaan penyedia air bersih di Batam, PT Adhya Tirta Batam (ATB), sejak Sabtu (20/4/2019), terpaksa memasok air secara bergilir kepada pelanggan di kawasan Sekupang, Tanjung Riau, Tanjung Pinggir, Patam Lestari, dan sebagian wilayah Tiban. Dua hari dalam seminggu, 18.169 pelanggan di kawasan itu tidak mendapatkan pasokan air bersih.
”Penggiliran dilakukan untuk memperpanjang usia pakai Waduk Sei Harapan agar bisa digunakan sampai 18 Juli. Hujan yang turun belakangan ini pun ternyata tidak banyak membantu. Permukaan air di waduk itu hanya naik 3 sentimeter,” kata Head of Corporate Secretary ATB Maria Jacobus, Kamis (25/4/2019).
Salah satu pelanggan ATB di Kecamatan Sikupang, Riki Ramadhoni (32), mengatakan, dirinya paham pasokan air ATB dimatikan dua kali dalam satu minggu. Ia yang tinggal tidak jauh dari Waduk Sei Harapan melihat langsung menyusutnya permukaan air di sana.
”Seingat saya penggiliran air yang cukup lama pernah dilakukan pada 2015. Waktu itu air di waduk menyusut lebih parah dari sekarang. Setelah itu, seingat saya, pernah juga ada beberapa kali penggiliran, tetapi tidak begitu lama,” kata Riki.
Menurut Maria, penyebab utama menyusutnya permukaan air di Waduk Sei Harapan adalah sedimentasi. Diperkirakan setidaknya 1 juta meter kubik material sedimen masuk ke waduk dan mengurangi daya tampung.
”Kami sudah memperingatkan pemerintah soal pendangkalan waduk sejak 2012. Namun, BP Batam sampai saat ini belum juga melakukan normalisasi yang sejak dulu dijanjikan akan segera dilakukan,” ujar Maria.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pengelolaan Waduk Badan Pengusahaan (BP) Batam Hadjad Widagdo mengatakan, BP Batam dan Balai Wilayah Sungai Sumatera IV tengah mengkaji cara terbaik menormalisasi waduk agar pendangkalan dapat dihentikan dan tidak berulang.
”Hal ini tak semudah yang dibayangkan. Sekali rusak (waduk) akan sulit diperbaiki sempurna seperti semula. Yang saat ini perlu diperbaiki bukan hanya waduk, melainkan juga daerah penyangga,” kata Hadjad.
Tadah hujan
Berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia, Batam tidak mengenal musim kemarau dan musim hujan. Di daerah ini hujan bisa datang kapan saja. Namun, Februari atau Mei hingga Juni setiap tahun adalah saatnya Batam tidak mendapat hujan selama berpekan-pekan.
Batam juga tidak memiliki sungai ataupun cekungan air tanah sebagai sumber air. Selama ini, masyarakat sepenuhnya bergantung pada enam waduk buatan penampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari.
Selain bergantung pada hujan, pasokan air ke dalam waduk bergantung pada ruang terbuka hijau yang difungskan sebagai daerah penyangga. Diperkirakan daerah penyangga saat ini luasnya lebih kurang 12.000 hektar.
”Di Batam, daerah penyangga itulah sungai kami. Hutan lindung di daerah penyangga berfungsi sebagai spons penyimpan air dan penahan material sedimen agar tidak masuk ke waduk,” ujar Hadjad.
Namun, kini sebagian daerah penyangga itu telah beralih menjadi lahan perkebunan dan perumahan warga. Akibatnya, sejak 2012, krisis air berkali-kali terjadi di Batam. Yang terparah terjadi tahun 2015 ketika permukaan Waduk Sei Harapan menyusut hingga 4,2 meter.
Sejumlah opsi kini tengah disiapkan BP Batam untuk mengatasi krisis air. Yang tengah dipertimbangkan adalah penyaluran air dari Bintan dan Lingga. Selain itu, direncanakan mengolah air bekas pakai agar bisa dimurnikan kembali menjadi air baku.