Pertumbuhan industri penerbangan harus didukung sumber daya manusia yang mumpuni. Pendidikan yang mendukung industri penerbangan harus dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.
Oleh
Maria Clara Wresti
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan industri penerbangan harus didukung sumber daya manusia yang mumpuni. Pendidikan yang mendukung industri penerbangan harus dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.
Saat ini memang belum ada ketentuan dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang menetapkan SDM penerbangan, seperti pilot, perawatan pesawat, dan petugas navigasi, harus bergelar sarjana. Namun, melihat perkembangan industri yang sangat besar, kebutuhan akan pendidikan yang lebih tinggi menjadi sangat penting.
”Belum ada satu pun organisasi otoritas penerbangan di dunia yang menetapkan keharusan sarjana. Tetapi dengan semakin canggihnya teknologi di dalam pesawat, harus diimbangi dengan kemampuan berpikir dan menganalisis dalam kondisi yang genting. Dan itu bisa didapatkan dari pengalaman dan pendidikan,” kata komisaris PT Regio Aviasi Industri, Ilham Habibie, dalam Seminar Pendidikan Aviasi yang diselenggarakan International University Liaison Indonesia (IULI) di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Menurut Ilham, kepemilikan gelar kesarjanaan juga memberi kesempatan bagi sumber daya manusia di industri aviasi untuk menerapkan ilmunya di manajemen penerbangan atau berkiprah di bidang lain jika sudah tidak lagi terjun di dunia aviasi.
Kebutuhan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang penerbangan dinilai mendesak. Sebab, diperkirakan pada 2030, Indonesia akan menjadi pasar penerbangan terbesar keempat di dunia setelah China, Amerika Serikat, dan India.
”Selama ini baru 30 persen pesawat Indonesia yang dirawat di dalam negeri. Sisanya keluar negeri. Sebab, kapasitas perawatan pesawat kita belum besar. Demikian juga untuk desain pesawat, Indonesia belum banyak kiprahnya di bidang itu,” ujar Ilham.
Dia mengakui, saat ini pendidikan tinggi di Indonesia yang menyediakan jurusan penerbangan memang belum banyak. Di Institut Teknologi Bandung yang memiliki program penerbangan bisa berkembang baik karena dekat dengan PT Dirgantara Indonesia. Kedua institusi itu saling mengisi sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.
”Dengan pendidikan yang berkualitas, sumber daya manusia penerbangan mempunyai kapabilitas untuk membuat keputusan,” ujar Ilham.
Senada dengan Ilham, Rektor IULI Tutuko Prajogo mengatakan, teknologi pesawat makin canggih, misalnya dengan keberadaan otopilot. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu dibutuhkan kemampuan berpikir dan menganalisis dengan cepat dari data komputer di pesawat.
”Mengenai gelar akademisi memang belum ada ketentuan. Namun, persyaratan itu ada pada pengguna seperti maskapai. Singapore Airlines sudah menetapkan agar pilot harus sarjana. Jadi mau tidak mau, perguruan tinggi juga harus siap mencetak sarjana penerbangan,” kata Tutuko. (ARN)