Rabu, 17 April 2019, jadi hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Dalam waktu 6 jam, sejak pukul 07.00 hingga 13.00, lebih dari 150 juta orang Indonesia bergerak ke lebih dari 831.000 bilik suara. Ini the real people power dalam arti sesungguhnya. Tak ada kekerasan. Rakyat menunjukkan kematangannya dalam berdemokrasi.
Deklarasi dukungan sejumlah kepala daerah di Sumatera Barat untuk pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin tak membawa pengaruh. Suara Jokowi-Amin di provinsi itu, dari hitung cepat sejumlah lembaga, tergolong rendah dibandingkan provinsi lain. Ini paling tidak menunjukkan, pemilih tidak bisa lagi diarahkan untuk memilih pasangan tertentu.
Tren itu positif. Rakyat memilih dengan pertimbangannya sendiri. Capaian demokrasi Indonesia patut diapresiasi. Tingkat partisipasi pada pemilu presiden di atas 80 persen. Pemilu lalu adalah pemilu terkompleks. Sejumlah petugas pelaksana dan pengawas pemilu, anggota Polri, meninggal karena berbagai sebab. Mereka ”pahlawan” demokrasi. Belum tuntas penghitungan suara, teriakan mengevaluasi pemilu sudah muncul. Sistem pemilu serentak seperti 17 April 2019 tidak bisa lagi dipertahankan!
Keindahan demokrasi dilengkapi dengan kian maju ilmu pengetahuan, khususnya statistik. Tiga jam setelah bilik suara ditutup, sejumlah lembaga, lewat mekanisme hitung cepat, memperkirakan hasilnya. Informasi itu minimal bisa memberikan gambaran peta politik ke depan. Namun, semua mengakui, otoritas mengumumkan hasil pemilu ada di KPU. Dari sejumlah lembaga yang melakukan hitung cepat, Jokowi-Amin diperkirakan dapat 54-55 persen suara. Prabowo Subianto-Sandiaga Uno diklaim dapat 62 persen suara, tetapi berdasarkan hasil survei internal yang tertutup.
Sejarah hitung cepat lumayan panjang. Harian Kompas, 9 Juli 2009, sehari setelah pemilu presiden menulis, ”Yudhoyono Terdepan,” berdasarkan hitung cepat yang mendapat 60,72 persen suara. Hasil rekapitulasi manual KPU pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dapat 60,8 persen. Jusuf Kalla yang kala itu berpasangan dengan Wiranto berkomentar, ”Kami menghargai dan memahami hasil quick count. Meskipun selama ini hasil hitung cepat mendekati kebenarannya, kami tetap akan tunggu hasil resmi KPU karena itu yang benar,” kata Kalla di Jakarta, 8 Juli 2009.
Pada Pemilu Legislatif 2014, Yudhoyono selaku Ketua Umum Partai Demokrat memberikan selamat pada PDI-P dan Gerindra yang memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil hitung cepat. Berita utama harian Kompas, 10 April 2014, menulis, ”Demokrat Beri Ucapan Selamat pada PDI-P.” ”Saya ucapkan selamat kepada partai yang mencapai suara tinggi, PDI-P, Golkar, dan Gerindra,” kata Yudhoyono, 9 April 2014 di rumahnya di kawasan Cikeas.
Dalam Pilkada Jakarta 2017, beberapa jam setelah hasil hitung cepat dirilis, calon gubernur Agus Harimurti Yudhoyono menggelar jumpa pers dan mengatakan, ”Secara ksatria dan lapang dada, saya menerima kekalahan saya dalam pemilihan gubernur DKI. Saya dan Ibu Sylviana Murni ucapkan selamat ke pasangan calon dua, Bapak Basuki-Djarot dan pasangan nomor tiga, Anies-Sandiaga Uno.” Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno lalu terpilih sebagai Gubernur Jakarta.
Penerimaan kekalahan juga dilakukan pengurus Partai Solidaritas Indonesia. Melalui berbagai platform media sosial, partai anak muda ini mengaku gagal memenuhi ambang batas parlemen dan kembali akan berjuang.
Sikap politik para politisi bakal tercatat dalam jejak digital. Itu investasi politik masa depan. Jika dilacak ke pemilu sebelumnya, juga ada tudingan pemilu curang atau masalah di daftar pemilih tetap (DPT). Itu pekerjaan rumah yang tak pernah terselesaikan, DPT yang tak beres, tuduhan kecurangan, politik uang, dan soal kesiapan elite menerima suara rakyat di pemilu. Sejarah dan konstitusi menunjukkan jalan, yakni Mahkamah Konstitusi (MK)! Bukan dengan cara lain!
Sejarah juga mengatakan, meski ada perang kata merespons hasil pemilu, semua berakhir baik. Pada Pemilu 2014, perlawanan Prabowo-Hatta Rajasa tidak kalah kerasnya. Beredar spekulasi Koalisi Merah Putih memboikot pelantikan Jokowi-Kalla. Namun, sejarah mengatakan, hal itu tak terjadi. Prabowo menghadiri pelantikan Jokowi-Kalla dalam Sidang Umum MPR 2014. Harian Kompas, 21 Oktober 2014, menulis, ”Tepuk Tangan untuk Prabowo Subianto” saat menggambarkan Prabowo memasuki Sidang Umum MPR menghadiri pelantikan presiden 2014-2019.
Bangsa ini harus sabar mengikuti tahapan konstitusi. Bersabar menunggu 17 April 2019, menunggu penetapan hasil pemilu 22 Mei 2019, menunggu MK, menunggu pelantikan DPR terpilih dan menunggu pelantikan presiden 20 Oktober 2019.
Hal yang patut dicatat dari itu semua adalah filosofi Jawa, Ajining diri ono ing lathi, artinya harga diri seseorang ada pada ucapannya. Jadi, hati-hatilah berkata-kata, hati-hatilah menyebar kebohongan, karena itu akan terekam dalam jejak digital yang diketahui anak cucu kita. Tetap bertindaklah sesuai konstitusi.