IMF: Hati-hati, Investasi Infrastruktur Berisiko terhadap Utang
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
BEIJING, SABTU — Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan negara tetap berhati-hati dalam pelaksanaan proyek kerja sama Prakarsa Sabuk dan Jalan yang digagas China. Proses pengadaan proyek dan penilaian risiko harus dilakukan secara transparan untuk menghindari lonjakan utang.
”Sejarah sudah mengajarkan kita. Jika tidak dikelola secara hati-hati, investasi infrastruktur dapat menyebabkan peningkatan utang yang problematik,” kata Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde di hadapan 40 pemimpin dan pejabat tinggi dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-2 Prakarsa Sabuk dan Jalan di Beijing, China, Jumat (27/4/2019) waktu setempat.
Lagarde berharap proyek kerja sama Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) dilaksanakan sesuai kebutuhan sehingga tidak terjadi lonjakan utang pemerintah dan korporasi. Risiko akibat peningkatan utang saat ini cukup tinggi mengingat pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat.
Proyek kerja sama BRI yang termasuk pembangunan pelabuhan, jalur kereta api, dan infrastruktur penunjang perdagangan lainnya akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, tetapi dibutuhkan pengelolaan yang sangat hati-hati.
”Seperti yang saya katakan sebelumnya, agar sepenuhnya berhasil, pelaksanaan BRI seharusnya hanya dilakukan di tempat yang diperlukan dan berkelanjutan, dalam segala aspek,” kata Lagarde.
Proyek kerja sama Prakarsa Sabuk dan Jalan pelu dilaksanakan sesuai kebutuhan sehingga tidak terjadi lonjakan utang pemerintah dan korporasi. Risiko akibat peningkatan utang saat ini cukup tinggi mengingat pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan semakin melambat.
Lagarde juga menyoroti perbaikan Prakarsa Sabuk dan Jalan atau ”Belt and Road 2.0” dengan memasukkan aspek peningkatan transparansi. Aspek transparansi itu mulai dari proses pengadaan terbuka, penawaran kompetitif, sampai penilaian risiko yang lebih baik dalam pemilihan proyek.
Pemerintah China, lanjut Lagarde, telah menyusun langkah-langkah positif berupa kerangka kerja penarikan utang baru untuk pembangunan berkelanjutan atau new debt sustainability framework. Kerangka kerja itu juga akan digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan proyek.
Inisiatif keberlanjutan yang diumumkan Pemerintah China untuk menghilangkan kekhawatiran bahwa BRI akan membebani negara-negara miskin akibat utang yang tidak mampu mereka bayar. Di sisi lain, ada beberapa proyek BRI yang dibiayai lewat investasi hijau yang rendah karbon dan ramah lingkungan.
”Skema utang berkelanjutan dan investasi ramah lingkungan akan memperkuat keberlanjutan BRI,” kata Lagarde.
Sebelumnya, IMF memperingatkan potensi perlambatan ekonomi global bisa lebih tajam. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah peningkatan utang pemerintah dan korporasi serta kenaikan penyaluran kredit berisiko.
IMF kembali merevisi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini menjadi 3,3 persen. Dalam enam bulan terakhir, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi sebanyak 3 kali.
Sebelumnya, dalam proyeksi ekonomi yang dirilis pada Oktober 2018, di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,7 persen pada 2019.
23 proyek
Sebanyak 23 proyek kerja sama BRI antara Indonesia dan China segera direalisasikan. Menurut rencana, proyek kerja sama itu akan dilaksanakan di koridor Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Maluku, dan Bali.
Sementara proyek kerja sama lain di antaranya pembangunan kawasan industri serta infrastruktur penunjang di Tanah Kuning, Kalimantan Utara, dan pembangunan taman teknologi di Pulau Kura-Kura, Bali (Kompas, 27/4/2019).
Baca juga: 23 Kerja Sama Segera Diwujudkan
Total komitmen investasi dalam kerja sama antarpengusaha Indonesia-China itu mencapai 14,215 miliar dollar AS. Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Jumat, sebesar Rp 14.188 per dollar AS, investasi tersebut setara Rp 201,68 triliun.
Sebanyak 23 proyek kerja sama BRI antara Indonesia dan China segera direalisasikan. Menurut rencana, proyek kerja sama itu akan dilaksanakan di koridor Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Maluku, dan Bali.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, tidak ada utang baru yang ditanggung negara dengan pelaksanaan proyek kerja sama BRI di Indonesia. Kerja sama justru mendatangkan investasi dan lapangan kerja baru. Sebab, sistem kerja sama akan dilaksanakan bisnis ke binis.
Mengutip data Bank Indonesia, utang luar negeri pemerintah, bank sentral, dan swasta Indonesia per Februari 2019 sebesar 388,734 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, utang pemerintah dan bank sentral 193,823 miliar dollar AS, sedangkan utang swasta 194,911 miliar dollar AS.
Ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB) Institute, Eric Alexander Sugandi, berpendapat, tren pertumbuhan utang semakin menurun. Namun, risiko utang jangka pendek dan jangka panjang tetap harus diwaspadai, terutama akibat volatilitas rupiah. Pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS akan semakin membebani utang.
Pemerintah mesti mewaspadai risiko arus modal keluar karena porsi investor asing masih cukup besar, dalam instrumen obligasi sekitar 38 persen ataupun portofolio berkisar 40-50 persen. Dari faktor eksternal, volatilitas kurs rupiah dipengaruhi ketidakpastian negosiasi perang dagang AS-China, kesepakatan Brexit, dan geopolitik di sejumlah negara. (REUTERS/BLOOMBERG)