Teksil Masih Sepi Pembeli
Penjualan teksil dan pakaian jadi menjelang bulan puasa di Pasar Cipadu dan Pasar Cipulir belum pulih seperti halnya empat tahun lalu. Pembeli eceran masih mendominasi.
JAKARTA, KOMPAS - Menjelang bulan Ramadhan, Jumat (26/4/2019), geliat perdagangan di pasar tekstil dan garmen Cipulir dan Cipadu belum terlihat. Turunnya permintaan konsumen atas produk tekstil ini sudah terjadi empat tahun terakhir.
"Lima tahun lalu, saya masih merasakan pesanan beberapa pelanggan hingga 1.000 paket seprei setiap kali Ramadhan. Itu belum termasuk pesanan kecil 100 sampai 300 paket seprei. Kami sampai kewalahan menangani. Tetapi, ke sininya, sudah enggak ada lagi pesanan sampai 1.000 paket. Paling banter 100 paket. Itupun tidak banyak lagi yang pesan," kata Ida, pedagang Toko Asia Textile Pasar Cipadu, Kota Tangerang, Jumat (26/4/2019).
Ia mengatakan, pesanan paket itu biasanya datang dari perusahaan, kelompok, dan perorangan yang hendak memberikan bingkisan kepada karyawan, relasi, dan sanak keluarga.
Pesanan itu dulu, kata Ida, datang mulai dua bulan sebelum memasuki Ramadhan.
Senada dikatakan Hani, pedagang Toko Safira di Pasar Cipadu kawasan Mulya Jaya. "Sekarang sepi. Adalah empat tahun terakhir. Dulunya, waktu lagi ramai pembeli, omset saya (menjelang Ramadhan) bisa sampai Rp 450 juta. Sekarang tinggal Rp 141 juta," kata Hani.
Sepinya pembeli juga dirasakan Supri, pedagang Toko Prima Gorden di Pertokoan Ratu Ayu, Cipadu (seberang kawasan Mulya Jaya). Menurut Supri, belakangan ini orang tidak terlalu mementingkan menata rumah dengan gorden baru lagi.
"Bisa jadi karena masyarakat lebih selektif membeli barang. Bisa juga karena sekarang sudah banyak orang menggunakan jasa online untuk membeli gorden. Saya enggak pasti juga," kata Supri.
Ia mengatakan, dulunya omzet bisa mencapai rata-rata Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per hari. Akan tetapi, dalam seminggu ini, ia hanya bisa mendapatkan Rp 10 juta.
Husen, pedagang di Toko Class Moda, Textile & International Tailor, Pertokoan Mulya Jaya, Cipadu, mengatakan, biasanya dua sampai sebulan menjelang Ramadhan, pembeli didominasi dari luar Jakarta dan Tangerang. Bahkan, dari pembeli dari Malaysia sengaja datang ke Cipadu untuk membeli kain.
Tahun ini, yang datang membeli kain tidak sebanyak dulu. Pembeli pun datang dari Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang. "Mereka yang datang beli kain umumnya untuk baju seragam acara pernikahan dan tunangan,, bukan untuk seragam berlebaran," jelas Husen.
Pedagang Pasar Cipulir, Jakarta Selatan, juga merasakan sepinya pembeli. Sari, pedagang gamis di lantai dasar ITC Cipulir Mas, mengatakan, penurunan pembeli terasa sekitar empat tahun terakhir.
Dalam sehari, sejak buka toko sampai sore, hanya 30 potong (1,5 kodi) baju gamis terjual. Baju gamis dijual Rp 100.000 hingga Rp 350.000 per potong.
"Tahun lalu, masih mendingan, habis sekitar 10 kodi per hari. Itupun tidak setiap hari. Kalau lima tahun lalu, hingga 100 kodi dan pesanannya jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. Soalnya pembeli menjual lagi gamis itu selama Ramadhan. Ada yang ke Kalimantan, Sumatera, Malaysia, dan Brunai,” kata Sari.
Hanifa, pedagang toko F & I yang menjual scraf di lantai dasar Pasar ITC Cipulir Mas juga merasakan sepinya pembeli. "Lebih sepi tahun ini dibanding tahun kemarin. Biasanya sudah banyak yang beli," kata Hanifa.
Pasar Cipadu dan Pasar ITC Cipulir Mas menggeliat ketika Pasar Regional Tanah Abang terbakar beberapa tahun lalu.
Tanah Abang menggeliat
Sebaliknya, di Jembatan Multiguna Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat sekitar pukul 17.00, pembeli masih ramai. Mereka kebanyakan membeli produk dalam jumlah besar, baik untuk dijual kembali maupun untuk oleh-oleh.
Heri Herianto (30), penjual gamis, mengatakan, ada peningkatan omzet menjelang Ramadhan. Ia menyontohkan, penjualan gamis seharga Rp 75.000 per buah bisa meningkat hingga 100 persen. “Selama Januari sampai Maret, penjualan paling dua kodi per hari. Tapi sejak April, penjualan bisa lima kodi per hari,” ujar Heri.
Omzet pun meningkat dari sekitar Rp 2 juta menjadi Rp 6 juta per hari. Di akhir pekan mencapai Rp 10 juta sehari.
Demikian halnya dengan Rio Febrian (25) yang menjual kerudung. “Biasanya hanya laku paling tiga kodi per hari. Tapi sudah sebulan ini, sehari bisa laku sampai 10 kodi. Yang penting, kita (penjual) tahu model yang lagi tren sekarang,” kata Rio yang kini bisa mencapai omset Rp 5 juta per hari.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, saat dihubungi Kompas, Jumat (26/4/2019) mengatakan, pelaku usaha di sektor tekstil terlihat masih menahan diri seiring adanya pemilu. Menurutnya, keadaan akan makin membaik setelah ada kepastian pemerintahan mendatang.