JAKARTA, KOMPAS—Hujan lebat masih berpeluang terjadi hingga minggu pertama di bulan Mei. Setelah sepekan terakhir melanda wilayah Indonesia barat, peluang hujan tinggi mulai bergeser ke Indonesia bagian tengah dan kemudian ke timur. Pergerakan itu terjadi seiring dengan aliran Madden Julian Oscillation yang membawa massa udara basah.
"Hujan lebat masih berpotensi terjadi dalam periode akhir April hingga awal Mei 2019," kata Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono R. Prabowo, di Jakarta, Minggu (28/4).
Potensi hujan lebat ini dipicu dengan aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) pada fase basah yang saat ini mengalir di wilayah atmosfer Indonesia. Selain itu, pusaran angin juga teridentifikasi terjadi di sekitar Laut Sulawesi, Selat Makassar, Kalimantan Barat, dan Laut Cina Selatan utara Kalimantan yang dapat menyebabkan terbentuknya daerah perlambatan dan pertemuan angin di sekitar wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.
Dengan kondisi ini, menurut analisis BMKG, daerah yang berpeluang hujan lebat hingga 2 Mei di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menambahkan, peluang hujan lebat ke depan lebih berpotensi di wilayah Indonesia bagian tengah seiring dengan pergerakan MJO ke arah timur. "MJO akan merambat ke wilayah tengah dan memicu hujan lebat di daerah ini hingga 2 Mei dan berikutnya ke area timur hingga 6 Mei," kata dia.
MJO akan merambat ke wilayah tengah dan memicu hujan lebat di daerah ini hingga 2 Mei dan berikutnya ke area timur hingga 6 Mei.
Pergerakan MJO ke tengah itu bisa dilihat dari sebaran intensitas hujan saat ini. Data BMKG, intensitas hujan tertinggi yang terekam di berbagai wilayah Indonesia pada tanggal 27 April pukul 07.00 WIB hingga 28 April pukul 07.00 WIB terekam di Stasiun Meterologi Rahadi Oesman, Kalimantan Barat, yaitu 160 milimeter (mm). Curah hujan ini dalam kategori ektrem. Berikutnya, intensitas hujan 129 mm per hari terekam di Stasiun Meteorologi Asan Hananjoedin Bangka Belitung, dan 93 mm per hari di Stasiun Meterologi Budiarto, Curug, Jawa Barat.
Sementara intensitas hujan di wilayah Bengkulu pada periode yang sama rata-rata hanya 20 mm per hari atau kurang. Intensitas hujan di Bengkulu mencapai puncaknya antara tanggal 25 -26 April 2019, yang memicu terjadinya bencana banjir dan longsor.
Mengutip data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu, banjir dan longsor di wilayah mereka telah menelan 15 korban jiwa dan 5 orang hilang. Banjir juga menyebabkan 12.000 orang mengungsi dari 13.000 jiwa yang terdampak.
Adapun kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 4 unit fasilitas pendidikan, 40 titik infrastruktur rusak meliputi jalan dan jembatan yang tersebar di 9 kabupaten/kota. Sebanyak 9 lokasi sarana prasarana perikanan dan kelautan yang tersebar di 5 kabupaten/kota.