Hujan tanpa henti selama sekitar 14 jam menyebabkan daerah aliran sungai di Manado, Sulawesi Utara, meluap. Akibatnya, permukiman warga di beberapa daerah yang dekat daerah aliran sungai terendam air setinggi 1 meter hingga 2 meter.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Hujan tanpa henti selama sekitar 14 jam menyebabkan daerah aliran sungai di Manado, Sulawesi Utara, meluap. Akibatnya, permukiman warga di beberapa daerah yang dekat daerah aliran sungai, seperti Ternate Baru, Ternate Tanjung, dan Mahawu, terendam air setinggi 1 meter hingga 2 meter.
Hujan mengguyur Manado dan sekitarnya pada Minggu (28/4/2019) mulai pukul 00.00 hingga 14.00 Wita. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan geofisika (BMKG) Sulut, curah hujan di Sulut tergolong tinggi, yaitu 200-500 milimeter. Curah hujan di Manado sebesar 200-300 mm. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Manado menyebutkan, banjir merendam 671 rumah dan berdampak pada 3.594 orang.
Hujan berjam-jam yang juga turun di daerah Minahasa meningkatkan debit air sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano secara drastis. Akibatnya, air meluber ke permukiman warga di sekitar hulu menuju Teluk Manado.
Di Lingkungan I Ternate Baru, Kecamatan Singkil, Ian (38) mengangkat perabotan dan barang-barang elektronik miliknya ke mobil boks untuk diungsikan. Rumahnya yang terletak di ujung jalan dan berbatasan langsung dengan DAS Tondano telah terendam banjir setinggi 1 meter. Dapur dan kakus semipermanen di rumahnya telah hanyut diterjang air.
”Pukul 09.30 Wita, air masih di bawah. Sekitar setengah jam, air so (sudah) tinggi dan masuk ke dalam,” kata Ian.
Rumah Sandra (37), warga Kampung Argentina, Ternate Baru, juga terendam hingga seperempat tinggi ambang pintu. Banjir yang sudah setinggi 1,5 meter di permukiman tersebut memaksa warga lain naik ke lantai dua rumahnya atau ke atap.
”Tiap tahun selalu bagini (begini), jadi kita so nyanda (saya sudah tidak) kaget lagi,” katanya.
Harsono (49), pengurus masjid setempat, mengatakan, sekitar 400 warga di Ternate Baru terkena dampak banjir. Menurut dia, banjir semakin sering terjadi sejak pembangunan Jalan Lingkar Luar Manado yang memotong daerah perbukitan di daerah tenggara Manado.
”Selain itu, pembangunan tanggul sungai dan Waduk Kuwil (di Minahasa Utara) untuk menampung air belum selesai,” kata Harsono.
Luapan air Sungai Tondano juga membanjiri Lingkungan IV Mahawu, Tuminting, dan memaksa 322 warga mengungsi. Permukiman terletak tidak kurang dari 15 meter dari bantaran sungai.
Jemmy Pakaya (36) terpaksa keluar rumah untuk mengupas bawang putih dagangannya di tempat yang tidak terendam air sungai. ”Tiap hujang (hujan) deras selalu banjir, seperti Januari lalu,” katanya.
Tidak ada evakuasi yang dilakukan BPBD Manado di dua permukiman tersebut. Personel BPBD hanya datang untuk membantu mengangkat jenazah seorang warga Ternate Tanjung yang, menurut rencana, akan dikuburkan pada Minggu, tetapi terhalang hujan dan banjir.
Kepala Seksi Data dan Observasi BMKG Sulut Charizh Kainama mengatakan, hujan deras telah mengguyur Sulut sejak 20 April. Hujan akan terus turun hingga akhir April 2019 karena pengaruh angin monsun Asia di wilayah Sulut.
”Ada siklon tropis di bagian bumi selatan yang menyebabkan pembentukan awan kumulonimbus di daerah Sulut. Di samping itu, wilayah Sulut yang berbukit-bukit turut berkontribusi menyebabkan hujan,” kata Charizh.
Sedimentasi
Air sungai DAS Tondano berwarna coklat karena lumpur dan tanah. Batang pohon, dedaunan, hingga sampah plastik turut terbawa arus. Di jembatan Jalan Martadinata, Tikala, rantaian saringan dari plastik dipasang untuk menahan sampah-sampah tersebut meski sebagian masih lolos karena kerasnya arus.
Dilihat dari Jembatan Ir Soekarno yang terletak di atas pantai Teluk Manado, warna air sungai yang bertemu dengan air laut sangat kontras akibat muatan lumpur dan tanah yang dibawanya. Ini menyebabkan sedimentasi di sepanjang DAS Tondano, bahkan juga di Teluk Manado.
Ahli Tata Air Universitas Sam Ratulangi Bart Assa mengatakan, terjadi sedimentasi berat di sungai utama DAS Tondano karena alurnya yang berkelok-kelok. Akibatnya, sungai menyempit dan mendangkal. ”Pengendapan ini terjadi dengan cepat sehingga hujan sedikit saja, air langsung naik. Pengerukan dasar sungai harus dilakukan setiap tahun untuk memaksimalkan kapasitas efektif sungai,” katanya.
Di samping itu, pembangunan tanggul di sepanjang DAS Tondano yang dimulai pada 2017 harus segera dirampungkan. Dari total 1,7 kilometer, bagian yang sudah selesai tidak sampai 2 km, dimulai dari hulu sungai.
Waduk Kuwil, proyek infrastruktur nasional yang dilewati DAS Tondano, juga harus diselesaikan agar segera dapat menjadi tempat parkir air. Selain itu, sistem polder di permukiman warga dengan pompa juga perlu dibuat untuk melengkapi sistem drainase.
”Selama ini tidak ada pompa untuk memindahkan air dari drainase maupun luapan air sungai. Kalau tidak, masyarakat terpaksa terbiasa dengan banjir,” kata Bart.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulut Steve Kepel mengatakan, kendala utama dalam mengatasi banjir adalah pembangunan tanggul yang terhalang pembebasan lahan. Di samping itu, beberapa daerah aliran sungai di Manado memang memiliki debit tinggi. Pemprov pun mengusulkan pembangunan Waduk Sawangan sebagai pendamping Waduk Kuwil.