Yura Yunita (27) adalah seorang pengisah. Di panggung ”Yura Merakit Konser Jakarta”, Kamis (25/4/2019) malam, Yura berkisah dengan indah melalui lagu dan curahan hati yang menginspirasi lagu-lagunya. Kisahnya mengaduk emosi, naik turun layaknya laju ”rollercoaster”. Mendebarkan, tetapi meninggalkan jejak bahagia.
Orang mengenal Yura sebagai seorang penyanyi dan pencipta lagu. Melalui lagu-lagunya, banyak di antaranya bertutur tentang cinta, Yura mencurahkan isi hati dan kegelisahannya. ”Sejujur- jujurnya, aku bukan orang yang bisa mencurahkan apa yang aku rasakan kepada banyak orang. Aku punya banyak sahabat, tetapi yang bisa aku ceritain sampai hal terdalam paling hanya satu dua,” kata Yura, beberapa jam menjelang konser di Balai Sarbini, Jakarta.
Ia melanjutkan, ”Tetapi, aku sangat mudah, dan sangat nyaman, menceritakan apa yang aku rasakan ke dalam tulisan, ke dalam lagu, dan menuangkan kegelisahan yang aku alami dalam sebuah karya.” Menyanyi dan bercerita di panggung, bagi Yura, adalah cara terbaik menumpahkan isi hati.
Maka, seperti itulah Yura di atas panggung. Tak hanya menyanyi, dia juga banyak bercerita tentang kisah-kisah di balik lagu-lagunya. Begitu pun halnya pada perhelatan ”Yura Merakit Konser Jakarta”.
Menyimak penampilan Yura di panggung dengan dua lagu beritme cepat, ”Apakah Kamu” dan ”Kataji”, orang bisa jadi salah memberi impresi. Yura malam itu bergaya ala ratu disko era 80-an. Rambutnya diangkat ke atas berbalut atasan blink-blink. Ceria dan energik.
Dia nyaman bergerak di atas panggung, bernyanyi dan menari mengikuti lagu. Energi itu dengan mudah menguasai panggung dan segera merambat ke kursi-kursi penonton. Para penonton—laki-laki dan perempuan—tak sungkan ikut menyanyi dan menari.
Di antara para penonton itu juga ada jajaran penyanyi dan musisi, seperti Audrey dan Cantika dari GAC, Nola Be3 bersama Naura, dan Tulus,
Di lagu ”Kataji” yang kental dengan unsur Sunda—liriknya ditulis dalam bahasa Sunda dan diisi dengan permainan suling Sunda—Yura pun ikut menari bersama penari latar yang juga tampil blink-blink. Aksi Yura itu membuat penonton tak sabar menghadiahinya dengan tepuk tangan meriah.
Tensi keriangan kemudian sedikit diturunkan. Penonton dibawa ke suasana romantis, seperti lirik lagu-lagu ”Get Along With You” dan ”Dekap”.
”Dekap yang di sebelah ya biar makin romantis,” kata Yura. Ia lalu berkisah, konsernya malam itu adalah mimpi kecil yang telah dia rakit sejak lama.
Awal Maret lalu, konser serupa sudah lebih dulu digelar di Bandung, kota kelahiran Yura. Berselang satu bulan, Yura kembali menggelar konser kedua di Jakarta karena banyaknya permintaan penggemar. ”Ini adalah perayaan sederhana album kedua Yura, Merakit,” ujarnya.
Kisah personal
Cerita Yura terus bergulir. Panggung yang semula lengkap dengan kehadiran para musisi, termasuk brass sections, menyisakan Yura yang menyanyi sambil memainkan kibor, diiringi para pemain orkestra. ”Intuisi” pun mengalun, membawa ke suasana yang mengharu biru. Begitu juga dengan ”Malam Sepi”.
”Ini kisah personal yang aku alami tiga tahun ini. Semuanya dituangkan di album Merakit. Jadi seperti girl talk. Aku enggak bisa curhat sama banyak orang, makanya nulis lagu,” kata Yura.
”Intuisi” adalah lagu yang terinspirasi dari kisah seorang sahabat yang memendam rasa mendalam kepada mantan kekasih. Suasana hati penonton yang sudah makin teraduk-aduk dikembalikan dengan lagu ”Tak Kan Apa”.
Setelah bercerita tentang inspirasi di balik lagu-lagunya, Yura menghadirkan orang-orang yang selama ini turut berjasa dalam perjalanan kariernya. Salah satunya adalah kakak semata wayang yang dikagumi Yura meski keduanya terhalang relasi yang tak terlalu baik.
”Aku sampai enggak tahu, Kakang ini sebenernya sayang enggak ya sama aku,” kata Yura yang kemudian meminta sang Kakak hadir ke atas panggung. Terdengar isak Yura di atas panggung.
Malam itu, Yura berharap, dengan melawan ketakutannya dan mengungkapkan perasaannya secara terbuka kepada sang Kakak, menjadi penyembuhan untuk dirinya sekaligus momen yang akan mengubah relasi mereka di masa depan. Yura dan sang Kakak lalu berduet membawakan ”Pelangi” milik Yuni Shara.
Kisah Yura belum usai. Suasana haru terasa makin menusuk kalbu saat Yura melantunkan ”Kata Hilang Makna”. Liriknya penuh rasa kehilangan, juga cara Yura membawakannya dengan sepenuh perasaan, menggiring penonton ke dalam suasana pilu. ”Kata Hilang Makna”, kata Yura, ditulis untuk sahabatnya yang kehilangan orang terkasih karena kanker.
”Di antara ribuan malam, dia memilih pergi saat sahabat saya sedang tak bisa jagain. Saya bilang kepadanya, enggak semua yang pergi ditakdirkan kembali,” kata Yura seperti penggalan lirik di lagu ”Kata Hilang Makna”.
Lagu itu, kata Yura, juga kerap membuat sang Mama di rumah menangis karena ingat almarhumah ibundanya, nenek Yura.
Setelah habis-habisan mengaduk emosi, Yura mengembalikan kegembiraan ke atas panggung. Dia mengajak para pemain brass sections menari bersama di panggung yang segera membuat penonton lupa akan kesedihan yang baru saja mereka rasakan. ”Cukup sedihnya, bahagia lagi yuk,” katanya riang.
Dia lalu mengundang musisi Teddy Adhitya, Donne Maulana, dan Yovie Widianto yang membantu melahirkan beberapa lagu Yura. Yovie adalah sosok di balik lagu ”Harus Bahagia”. Lagu inilah yang mengantarkan Yura meraih predikat sebagai Artis Solo Pop Wanita terbaik
Anugerah Musik Indonesia 2018.
”Ini adalah jawaban lagu- lagu dia (Yura) yang sedih-sedih itu. Orang seberbakat dia harus bahagia,” kata Yovie.
Hadir pula musisi Glenn Fredly dan produser musik Ari Renaldi ke atas panggung. Kedua orang itulah yang selama ini menjadi pendengar setia curahan hati Yura yang lantas diubah menjadi lagu.
Setelah melantunkan ”Buka Hati”, ”Cinta dan Rahasia” yang membuat seluruh penonton larut turut bernyanyi, Yura menghadirkan para tunanetra dari Wyata Guna Bandung, membawakan ”Merakit”.
Lagu ini terinspirasi seorang tunanetra, Delia, yang berhasil menyuntikkan semangat untuk Yura. ”Tanpa Delia, belum tentu album Merakit hadir, begitu juga konser malam itu,” kata Yura.