JAKARTA, KOMPAS — Tim LKG-SKF Indonesia proyeksi Piala Gothia 2019 mulai menemukan bentuk permainannya. Mereka sudah bisa bermain cepat menggunakan kedua sayap, bermain satu-dua sentuhan, dan mencetak gol dengan rangkaian serangan yang terstruktur.
Pola permainan itu untuk menandingi permainan tim-tim luar negeri di Piala Gothia 2019 yang diprediksi memiliki tubuh lebih tinggi dan besar. Piala Gothia yang didebut juga Piala Dunia sepak bola kelompok umur akan berlangsung di Gothenburg, Swedia, 14-20 Juli 2019.
”Dengan pola permainan seperti ini, saya yakin tim ini bisa memberikan perlawanan sengit terhadap tim-tim luar negeri, terutama asal Eropa yang cenderung punya tubuh tinggi besar. Tim-tim Eropa itu tidak bisa dilawan dengan permainan bola-bola tinggi dan mengadu fisik secara langsung. Sebab, dengan cara sporadis itu, tim kita pasti kalah dengan tim-tim Eropa,” ujar Pelatih LKG-SKF Indonesia Jumhari Saleh seusai tim menang 7-3 atas SSB Buperta Cibubur dalam laga uji coba di Lapangan Gongseng, Jakarta Timur, Minggu (28/4/2019).
Dalam laga persahabatan yang berlangsung 3 x 30 menit tersebut, tim LKG-SKF mencoba dua pola permainan. Pada babak pertama dan kedua, tim menggunakan formasi 4-3-3 yang fleksibel dan agresif. Pada babak ketiga, tim menggunakan formasi 3-5-2 yang cenderung lebih seimbang dan kuat dalam pertahanan.
Selama menggunakan formasi 4-3-3, para pemain tampak sudah bisa bermain sesuai instruksi pelatih. Mereka bisa melakukan serangan cepat, terutama lewat dua bek sayap, yakni di kiri Kaka Irawan dan di kanan Muhammad Adlin Cahya Prastya. Kombinasi pemain sayap dan gelandang juga mulai terlihat sehingga serangan lebih variatif dan langsung menusuk pertahanan lawan.
Hal itu terbukti ketika tim menciptakan gol keempat lewat sundulan penyerang Muhammad Rido Julian pada menit ke-29. Aliran bola berjalan sangat variatif dari awalan umpan terobosan gelandang Rizky Maulana Al-Fajri ke kotak penalti lawan. Bola itu kemudian disambut oleh Kaka Irawan dan langsung diteruskan ke Rido Julian. Dengan mudah, Rido menyundul bola tersebut sehingga masuk ke gawang lawan.
”Ini adalah hakikat permainan 4-3-3 yang sebenarnya. Bola bisa mengalir kreatif dari tengah ke sayap cepat dan memberikan bola matang untuk penyerang mencetak gol. Andai pemain bisa terus menjaga permainan seperti ini, tim ini bisa berbicara banyak di Piala Gothia 2019 nanti,” kata Jumhari optimistis.
Bertahan belum optimal
Sayangnya, tim ini belum benar-benar baik saat bertahan. Ketika menggunakan formasi 3-5-2, terlihat pemain belum bisa melakukan man to man marking dengan baik. Mereka juga masih lambat dalam merebut kembali bola yang terlepas, juga transisi dari menyerang ke bertahan cenderung lambat. Bahkan, mereka masih sering melakukan kesalahan di lini belakang yang membuat lawan bisa mencetak gol.
”Saya memang belum memberikan pemahaman taktik menyerang ataupun bertahan kepada para pemain. Saya masih ingin melihat kecerdasan alami mereka dalam memahami instruksi langsung dari saya di pinggir lapangan. Nanti, ketika tim sudah dikecilkan dari 24 pemain menjadi 18 pemain, barulah saya akan memberikan pemahaman taktik kepada mereka. Selain itu, kami juga akan meningkatkan fisik mereka agar lebih optimal saat melakukan transisi menyerang ke bertahan dan sebaliknya,” tutur Jumhari.
Kaka Irawan mengatakan, setelah sebulan berlatih bersama, para pemain sudah mulai memahami karakter permainan rekannya. Hal itu membuat mereka bisa lebih mengalir dalam menyerang. Namun, komunikasi antarpemain masih kurang optimal. Faktor tersebut yang membuat mereka belum padu ketika melakukan transisi dari menyerang ke bertahan dan sebaliknya.
”Karena berbeda klub dan belum kenal sebelumnya, kami masih segan dan malu-malu menegur ataupun mengingatkan teman di lapangan. Tetapi, saya optimistis komunikasi antarpemain akan lebih baik selama dua bulan ke depan atau sebelum tim ke Piala Gothia,” ujar Kaka.
Pelatih Buperta Agung Mahaldi menyampaikan, tim pelatih LKG-SKF Indonesia juga harus fokus meningkatkan ketahanan dan keseimbangan tubuh atau body balance, serta stamina pemain. Itu karena beberapa kali pemain tersebut mudah terjatuh ketika adu fisik dengan pemain lawan. Di sisi lain, menjelang akhir laga persahabatan, fisik mereka mulai kendur.
”Padahal, di Piala Gothia, mereka akan menghadapi lawan yang bertubuh jauh lebih besar dan tinggi. Kalau sekali benturan mereka langsung jatuh, itu bisa membuat mereka tidak bisa mengembangkan permainan. Selain itu, mereka juga akan bermain secara berkelanjutan di Swedia nanti. Kalau tidak punya stamina yang bagus, mereka bisa keteteran mengikuti jadwal yang sangat padat tersebut,” kata Agung.