Rencana pemindahan ibu kota kembali dibahas lebih serius pada rapat terbatas Senin (2/4/2019) di kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemindahan ibu kota kembali dibahas lebih serius pada rapat terbatas Senin (2/4/2019) di kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Salah satu opsi terkuat yang diusulkan Kementerian Perencaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional adalah pemindahan ibu kota negara ke luar Jawa. Pertimbangan utama dari usulan tersebut, selain beban yang ditanggung Pulau Jawa—yang kini padat penduduk—juga adanya pemerataan pertumbuhan ekonomi ke seluruh daerah.
Saat memberikan pengantar pada rapat terbatas tentang pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4/2019) siang, Presiden Joko Widodo menegaskan, diperlukan cara berpikir jangka panjang dan berlingkup luas dalam membahas rencana ini. Pertimbangan utamanya karena kepentingan bangsa dan negara dalam menyongsong kompetisi global.
”Ketika kita sepakat akan menuju negara maju. Pertanyaan pertama yang harus dijawab apakah di masa yang akan datang, DKI Jakarta sebagai ibu kota negara mampu memikul dua beban sekaligus, yaitu sebagai pusat pemerintahan dan layanan publik, dan sekaligus pusat bisnis,” tutur Presiden mengawali pidato pengantarnya.
Rapat terbatas yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla ini juga dihadiri sejumlah menteri terkait. Rapat terbatas terkait pemindahan ibu kota Jakarta, dalam catatan Kompas, sudah dibahas hingga tiga kali. Saat pertama, Wapres Kalla masih hadir, tetapi saat pembahasan teknis, Wapres Kalla tidak ikut hadir.
Sejumlah menteri dan kepala lembaga juga hadir, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Menteri Keuangan Sri Mulyani; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofjan Djalil; dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Selain itu, hadir pula beberapa kepala daerah, antara lain Gubernur DKI Anies Baswedan, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Wali Kota Bogor Bima Arya, dan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memaparkan kajian kementeriannya yang sudah dilakukan terkait rencana pemindahan ibu kota negara tersebut. Jakarta, menurut Bambang, dinilai sudah sangat padat sehingga rata-rata laju kendaraan di saat jam sibuk hanya 16 kilometer per jam.
Rasio infrastruktur jalan hanya 6,2 persen dari luas wilayah dari idealnya 15 persen. Jakarta juga disebut sebagai salah satu kota terburuk dilihat dari kemacetannya. Selain itu, masih ada masalah sungai yang sangat tercemar, penurunan muka tanah, dan kenaikan permukaan air laut.
Tiga Opsi
Untuk itu, lanjut Bambang, diusulkan tiga alternatif untuk memindahkan ibu kota. Pertama, ibu kota tetap di Jakarta, tetapi dibuat distrik khusus untuk pemerintahan di daerah seputar Istana dan Monas. Namun, hal ini akan menguatkan pendapat bahwa Jakarta sebagai pusat segalanya di Indonesia. Urbanisasi juga akan berlanjut.
Alternatif kedua, seperti Putrajaya (Malaysia), memindahkan pusat pemerintahan dekat dengan Jakarta, misalnya seputar Jabodetabek. Hal ini bisa dilakukan dengan syarat ketersediaan lahan, tetapi tetap membuat perekonomian Indonesia terpusat di daerah Jakarta dan sekitarnya atau wilayah metropolitan Jakarta.
Alternatif ketiga adalah memindahkan ibu kota langsung ke luar Jawa, seperti dilakukan Brasil, Australia, Myanmar, dan Kazakhstan.
Presiden dalam ratas juga menegaskan, bukan hanya Jakarta yang dibicarakan, melainkan juga Pulau Jawa. Saat ini, Jawa menanggung 57 persen dari total penduduk Indonesia.
”Apakah (penduduk) Jawa masih mau ditambah? Sudah 57 persen (sementara) ada (pulau) yang masih 6 persen, ada yang masih 3 persen. Kalau berpikir tiga alternatif tadi, kalau saya yang alternatif 1 dan 2 sudah tidak,” tuturnya.
Sebab, menurut Presiden, kemacetan kronis sudah terjadi di wilayah Jawa terutama pantura. Segregasi sosial juga semakin tajam. Selain itu, ancaman banjir dan lainnya semakin banyak. Cadangan air bersih pada musim kemarau juga hanya 20 persen dari kebutuhan. Setiap tahun, 40.000 hektar lahan sawah produktif di Jawa pun beralih fungsi menjadi lahan properti.
Seusai ratas, Basuki menjelaskan, kendati Presiden cenderung menyukai opsi ketiga, belum ada keputusan apa pun dalam ratas. ”Persiapannya belum. Tadi belum diputuskan apa-apa. Baru introduction hasil kajian Bappenas sehingga kesimpulannya ada tiga opsi tadi. Itu saja,” tuturnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.