Insentif Pajak Tarik Minat Perusahaan Melantai di Bursa
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kontribusi pasar modal terhadap perekonomian RI berupaya ditingkatkan. Insentif dan fasilitas perpajakan diberikan untuk menarik minat perusahaan melakukan penawaran saham perdana ke publik.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pasar modal berfungsi menyediakan pendanaan bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia didorong untuk melakukan penawaran saham terbuka kepada publik (IPO).
Di Indonesia, pertumbuhan minat perusahaan yang sudah IPO pada periode 1992-2018 cukup dinamis. Sejauh ini tercatat ada 629 perusahaan melantai di bursa. Kendati terus meningkat, jumlah itu relatif lebih rendah dibandingkan Amerika, Eropa, dan Singapura.
“Kebijakan tax amnesty sempat meningkatkan minat perusahaan untuk IPO. Kami harap ada beberapa peraturan baru yang bisa memberi angin segar bagi perusahaan,” kata Nyoman dalam sosialisasi perpajakan bagi perusahaan ‘go publik’ di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Pada 2019, lanjut Nyoman, Bursa Efek Indonesia menargetkan penambahan 75 perusahaan melantai di bursa. Pemberian insentif dan fasilitas pajak ditunjang kondisi perekonomian yang kondusif akan meningkatkan minat perusahaan untuk IPO. Perusahaan juga akan mendapat pendampingan gratis.
Menurut Nyoman, IPO dapat meningkatkan pertumbuhan aset dan kualitas perusahaan. Sumber pendanaan akan lebih luas dan keuangan semakin transparan. “IPO bukan hanya mendapatkan dana, tetapi meningkatkan aset perusahaan lebih cepat,” katanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan, pemerintah memberikan insentif pengurangan tarif pajak penghasilan (PPh) dari 25 persen menjadi 20 persen untuk perusahaan yang sudah IPO.
Potongan PPh sebesar 5 persen itu diberikan untuk wajib pajak perusahaan terbuka yang jumlah sahamnya diperdagangkan di BEI paling sedikit 40 persen dan dimiliki oleh 300 pemegang saham. Perusahaan yang sudah IPO juga masuk kelas elit dan berpotensi menjadi wajib pajak besar.
“Insentif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perusahaan terbuka semakin pesat sehingga setoran penerimaan pajak juga naik,” kata Hestu.
Potongan PPh sebesar 5 persen itu diberikan untuk wajib pajak perusahaan terbuka yang jumlah sahamnya diperdagangkan di BEI paling sedikit 40 persen dan dimiliki oleh 300 pemegang saham
Selain itu, pemegang saham akan mendapat fasilitas PPh final berupa pajak transaksi saham sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi ditambah 0,5 persen dari nilai IPO bagi pemengang saham pendiri atau 0,1 persen dari nilai transaksi bagi pemegang saham lainnya.
Transparan dan akuntabel
Hestu menuturkan, perusahaan yang sudah IPO cenderung mengalami peningkatan kepatuhan dan ketertiban pajak. Kinerja keuangan perusahaan lebih transparan karena diawasi oleh berbagai pihak mulai dari pemegang saham, Otoritas Jasa Keuangan, Bursa Efek Indonesia, dan sejumlah lembaga terkait.
“Mereka mendorong wajib pajak perusahaan terbuka lebih tertib dalam administrasi perpajakan dan kepatuhan membayar pajak,” kata Hestu.
Terkait insentif baru, Hestu mengatakan, berbagai insentif perpajakan sedang dikaji olen Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Pemerintah sudah menurunkan PPh untuk wajib pajak perusahaan terbuka secara bertahap. Pada periode 1994-2009, PPh perusahaan terbuka sebesar 35 persen.
Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius menambahkan, jaringan perusahaan yang sudah IPO jauh lebih luas dibandingkan perusahaan tertutup. Investor dari dalam dan luar negeri tertarik masuk karena kinerja perusahaan lebih transparan dan akuntabel.
“Perusahaan tertutup harus berupaya ekstra untuk menjual atau mempromosikan produk ke dunia internasional, sementara perusahaan terbuka justru mengundang investor,” kata Vidjongtius.
Kalbe Farma melakukan IPO sejak tahun 1991 dengan melepas saham kepada publik sebesar 43,03 persen. Kalbe Farma kini menjadi salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara.