Kaum Milenial Penentu Keunggulan Jokowi?
Dinamika perubahan dalam kelompok pemilih milenial yang terjadi sepanjang Pemilu Presiden 2019 lalu cenderung menguntungkan posisi keterpilihan pasangan calon presiden Joko Widodo-Maruf Amin. Jika sebelumnya kalangan milenial muda dikenal menjadi salah satu pilar kekuatan dukungan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, saat pemilu menjadi tersebar proporsional pada kedua pasangan calon.
Adanya perubahan pola dukungan pada kalangan pemilih berdasarkan kategorisasi usia tersebut menunjukkan bahwa faktor demografik usia ataupun generasi ikut mewarnai pola pilihan individu dalam pemilu kali ini.
Dalam kajian sebelumnya, semakin terkonsentrasinya para pemilih di wilayah yang menjadi kantong dukungan masing-masing calon presiden menjadi faktor yang ikut menentukan pola penguasaan suara dalam pemilu kali ini.
Semakin terkonsentrasinya pola dukungan tiap-tiap calon presiden di berbagai wilayah berkaitan dengan pola konsolidasi politik yang terjadi di antara para pendukung. Dalam hal ini, faktor-faktor sosiologis seperti kesamaan identitas sosial khususnya latar belakang suku bangsa ataupun kelompok etnis turut terlibat di dalam penentuan pilihan calon presiden.
Keterlibatan faktor kesamaan identitas sosial semacam ini dapat ditunjukkan dari pola pengelompokkan suku bangsa ataupun etnisitas di berbagai wilayah penguasaan yang berelasi dengan kesamaan pilihan pada calon presiden. Tidak hanya tertuju pada salah satu pasangan calon presiden, akan tetapi terjadi pada kedua pasangan, baik Jokowi-Amin ataupun Prabowo-Sandi.
Berdasarkan pengolahan hasil Hitung Cepat dan survei opini pasca pemilu (exit poll), misalnya, tampak pada 14 wilayah provinsi yang menjadi penguasaan pasangan Prabowo-Sandi, mayoritas pemilih yang mengaku bersuku bangsa Aceh, Minang, Sunda, Betawi, Bugis, Palembang, Banjar, Madura, dan Melayu menjadi pemilih Prabowo-Sandi. Hanya dalam posisi yang relatif kecil saja dari para pemilih berlatar belakang suku-suku bangsa tersebut yang memilih Jokowi-Amin.
Menjadi semakin kontras jika dibandingkan dengan 20 provinsi yang menjadi wilayah penguasaan Jokowi-Amin. Kelompok suku Jawa, Batak, Minahasa, Bali, Dayak, Tionghoa, dan lainnya (termasuk yang mengaku beretnis campuran) lebih banyak memilih Jokowi-Amin.
Kajian keterlibatan faktor sosiologis dalam pemilu kali ini memang tampak kontras, yang sekaligus menyimpulkan bahwa identitas sosial mendominasi pilihan.
Namun, keterlibatan identitas suku bangsa maupun kesamaan etnisitas tersebut bukan menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi pilihan. Perbedaan-perbedaan dalam jenjang usia juga turut berelasi terhadap pilihan tiap individu pemilih. Penelusuran dari hasil survei opini yang dilakukan sebelum pemilu dilakukan dan hasil survei opini setelah pemilu menunjukkan adanya pergerakan pilihan berdasarkan jenjang usia pemilih.
Dalam hal ini, kaum pemilih milenial yang lebih banyak ditempatkan sebagai kalangan muda, mereka yang berusia di bawah 40 tahun, turut menjadi penentu terhadap pilihan. Pertanyaannya, apa konsekuensi dari dinamika pilihan yang terjadi pada kalangan milenial tersebut? Pasangan mana yang diuntungkan dari pergerakan pilihan kalangan milenial ini?
Survei membuktikan
Mencermati pergerakan kaum milenial dalam pemilu kali ini paling mungkin dilakukan dengan membandingkan berbagai hasil survei opini publik. Setidaknya dua survei opini publik yang pernah dilakukan Kompas dapat menelusuri peran politik mereka dalam pemilu kali ini. Kedua survei tersebut dapat diperbandingkan oleh karena sudah tervalidasi dengan prediksi hasil Hitung Cepat pada Pemilu 2019. Dengan demikian, perubahan-perubahan yang tergambarkan dari hasil perbandingan kedua survei tersebut dapat dibaca sebagai suatu dinamika perubahan perilaku pemilih yang cukup valid.
Apabila kedua hasil survei tersebut dapat diperbandingkan, perubahan demografis pemilih apa yang terjadi dalam Pemilu 2019 kali ini?
Pertama, hasil survei opini yang dipublikasikan sebulan menjelang Pemilu menunjukkan, pilihan kalangan pemilih milenial tersebar pada kedua calon dengan proporsi yang berbeda-beda. Khusus pada kalangan milenial yang baru pertama kali ini mengikuti pemilu, cenderung pilihannya bertumpu pada pasangan Prabowo-Sandi dibandingkan kepada pasangan Jokowi-Amin. Tidak kurang dari 52,7 persen pemilih mula mengaku berencana memilih Prabowo-Sandi. Namun, bagi kalangan milenial muda, yang pada pemilu kali ini menjadi kesempatan kedua kalinya memilih, preferensi pilihannya lebih tertuju pada pasangan Jokowi-Amin.
Selain kalangan milenial, kecenderungan pilihan lebih solid pada pasangan Jokowi-Amin. Hasil survei menunjukkan, semakin tinggi usia, maka preferensi pilihan menjadi semakin kuat pada Jokowi. Demikian pula sebaliknya, semakin muda usia, pilihan terhadap Prabowo semakin signifikan.
Jika ditelusuri lebih jauh, hasil survei pra pemilu di atas tidak banyak berbeda dengan pola penguasaan Prabowo pada Pemilu 2014 lalu. Saat itu, bersama Hatta Rajasa, menjadikan pemilih mula dan kalangan milenial umumnya menjadi basis penguasaan mereka.
Hasil Pemilu 2014 menunjukkan, sebanyak 49,5 persen pemilih pemula menjatuhkan pilihannya pada Prabowo-Hatta. Selanjutnya sebanyak 50,3 persen pemilih yang tergolong kaum milenial muda (berusia 22-30 tahun) juga memilih mereka. Kedua proporsi pemilih milenial tersebut di atas rata-rata peroleh Prabowo-Hatta, tatkala mereka meraih 44,8 persen suara nasional.
Kedua, berbeda dengan hasil survei pra pemilu, hasil exit poll menunjukkan saat pemilu terjadi pergerakan pemilih milenial. Apabila pada survei sebelumnya kalangan pemilih mula lebih banyak bertumpu pada calon presiden Prabowo-Sandi, maka kali ini menunjukkan kondisi sebaliknya. Tidak kurang dari 53,3 persen dari para pemilih yang baru pertama kalinya memilih, menjatuhkan pilihan terhadap pasangan Jokowi-Amin.
Selain kalangan pemilih mula, proporsi penguasaan suara relatif tidak banyak berbeda. Jika sebelumnya kalangan non milenial bertumpu pada Jakowi-Amin, pada pemilu kali ini pun tidak mengubah pilihannya. Dengan kondisi demikian, praktis pasangan Jokowi-Amin menguasai semua lapisan usia pemilih, baik usai muda, dewasa, hingga usia tua.
Gambaran perubahan dukungan kalangan pemilih milenial, khususnya para pemilih mula, yang cenderung menguntungkan posisi keterpilihan pasangan Jokowi-Amin menjadi salah satu faktor penentu bagi keunggulan pasangan tersebut. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pergerakan tersebut dapat berlangsung?
Sejauh ini memang belum ditemukan bukti yang mendukung jika pergerakan kalangan pemilih mula milenial disebabkan oleh perubahan pilihan mereka dari satu calon kepada calon presiden lainnya. Artinya, pasangan Jokowi-Amin yang diuntungkan dalam kondisi demikian meraih tambahan dukungan tidak disebabkan oleh karena berpalingnya kalangan muda dari sosok pilihan mereka sebelumnya, khususnya mereka yang memilih Prabowo-Sandi.
Salah satu penyebab tambahan dukungan terhadap pasangan Jokowi-Amin, tampaknya disebabkan oleh karena adanya tambahan proporsi kalangan pemilih mula dari keseluruhan pemilih. Dugaan tersebut ditunjukkan oleh karena antusiasme memilih yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Dengan membandingkan antara hasil survei pra pemilu dan pasca pemilu, tampak bahwa proporsi kalangan pemilih mula bertambah signifikan, dari sebelumnya hanya 4,2 persen menjadi sebesar 12,3 persen.
Kemana tambahan pemilih milenial tersebut berlabuh? Jika ditelusuri lebih jauh, tambahan demikian lebih banyak terdistribusikan kepada pasangan Jokowi-Amin dari pada Prabowo-Sandi. Dengan kondisi demikian, tidak heran jika keunggulan Jokowi-Amin tidak lepas dari kontribusi pergerakan kalangan pemilih mula milenial. (Bersambung). (Bestian Nainggolan/Litbang Kompas)