Model Pengawasan Haji yang Baru Dikhawatirkan Picu Korupsi
Penyelenggaraan ibadah haji kini tidak lagi dalam pengawasan Komisi Pengawas Haji Indonesia. Lembaga independen yang direkrut Kementerian Agama tidak berfungsi lagi sesuai Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pada 28 Maret 2019. Selanjutnya tugas pengawasan dijalankan Kementerian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan ibadah haji kini tidak lagi dalam pengawasan Komisi Pengawas Haji Indonesia. Lembaga independen yang direkrut Kementerian Agama tidak berfungsi lagi sesuai Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pada 28 Maret 2019. Selanjutnya, tugas pengawasan dijalankan Kementerian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sejauh ini belum ada informasi detail bagaimana pengawasan itu akan dilaksanakan. Sebagian kalangan mengkhawatirkan pula bahwa sistem baru itu tidak menjamin kegiatan pengawasan yang independen sehingga rawan korupsi.
”Penyelenggaraan haji mengelola sumber daya publik dan dilakukan pemerintah. Sudah semestinya pemerintah, ketika mengelola sumber daya publik, melibatkan unsur masyrakat sebagai pengawas independen. Ketika pengawasan itu dibubarkan, peluang terjadinya korupsi dan maladministrasi terbuka lebar,” tutur Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Samidin Nashir saat jumpa pers kantornya di Jakarta, Senin (29/4/2019).
Ia menambahkan, masalah penyelenggaraan haji kini semakin kompleks. Apalagi, pada 2019 kuota jemaah haji asal Indonesia ditambah 10.000 menjadi 231.000 orang.
”Menteri Agama telah menetapkan kuota jemaah haji tambahan. Soal anggaran belum jelas. Belum lagi hal-hal mengenai kondisi di Arab Saudi. Apakah Kementerian Agama siap menanggung beban warisan yang selama ini dijalankan KPHI?” ucap Wakil Ketua KPHI Agus Priyanto.
Sejak KPHI beroperasi pada 2013, sejumlah masalah di lapangan ditemukan, dan kemudian disampaikan kepada pelaksana terkait dan diperbaiki. Samidin mencontohkan, sebelum ada pengawasan dari KPHI, jemaah haji tidak diberi konsumsi. Secara bertahap penyediaan konsumsi ditambah, dari 15 sajian konsumsi per orang pada 2014-2015 menjadi 40 sajian sekarang.
KPHI juga menemukan masalah terkait transportasi karena ada banyak kendaraan tidak layak yang disewa. Ada pula perusahaan transportasi yang masuk daftar hitam atau blacklist KPHI, tetapi masih direkomendasikan kepada jemaah haji.
Salah satu masalah paling krusial yang perlu ditangani tahun ini, ujar Samidin, adalah terkait lokasi tempat menginap atau kemah di Mina, Arab Saudi. Luas tempat yang tersedia per orang saat ini hanya 0,8 meter per segi. ”Itu, kan, sama sekali tidak layak. Apalagi, saat ini kuota jemaah haji ditambah 10.000 orang. Apakah jemaah mau berdiri?” ucap Samidin.
Pengawasan KPHI di lapangan saat ini dijalankan oleh lima komisioner. Kadang-kadang ada relawan yang membantu untuk melaksanakan survei.
Pasal 129 Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) selain membubarkan KPHI, juga membubarkan Badan Pengelola Dana Abadi Umat. Fungsi dan tugas kedua lembaga itu dilaksanakan oleh Menteri Agama.
Dadung Badrun, advokat dari Dewan Perwakilan Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, mengungkapkan, UU PIHU yang disahkan pada akhir Maret 2019 ini sangat berbeda dengan RUU yang disosialisasikan dan diterima olehnya pada 2014. Pasal 129 yang menyatakan KPHI bubar muncul secara mendadak tanpa menginformasikan ataupun melibatkan KPHI.
Menurut Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia Muhammad Joni, yang dalam kasus ini juga konsultan hukum, menyebutkan Pasal 129 itu sebagai ”mobil tanpa rem”. Baginya, aturan itu akan merugikan semua pihak, termasuk penyelenggara dan jemaah.
Maksimalkan lembaga yang sudah ada
Secara terpisah, Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Mastuki mengonfirmasi, melalui pesan tertulis, UU PIHU tidak memberikan kewenangan kepada KPHI untuk melakukan pengawasan ibadah haji. Menteri Agama berperan sebagai regulator, operator, kontrol, dan evaluator terhadap penyelenggaraan ibadah haji.
UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang belum lama disahkan DPR memang tidak lagi memberikan kewenangan kepada KPHI untuk melakukan pengawasan ibadah haji. Kedudukan KPHI yg keberadaan sebelumnya dijamin melalui UU Nomor 13 Tahun 2008 kini tidak ada lagi.
Pengawasan internal kementerian dilaksanakan inspektorat jenderal dan pengawasan eksternal dilaksanakan DPR, yang juga sebagai representasi masyarakat. ”Setiap pengawasan bersifat independen. Pertimbangan yang muncul saat penggodokan RUU PIHU saat itu, DPR dan pemerintah ingin memaksimalkan lembaga pengawasan yang sudah ada,” ucap Mastuki.