SHANGHAI, SENIN — Pasar saham Asia naik tipis pada awal perdagangan Senin (29/4/2019) setelah pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 Amerika Serikat yang mengejutkan mendorong indeks S&P 500 ke rekor tertinggi. Namun kenaikan itu dibatasi oleh kehati-hatian terhadap aspek-aspek yang kurang optimistis dalam laporan produk domestik bruto itu yang menunjukkan beberapa pelemahan ke depan.
Investor juga sedang menunggu pertemuan The Federal Reserve AS yang bakal digelar pekan ini. Selain itu, pelaku pasar juga menantikan data produksi pabrik di China untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang arah kebijakan di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang naik kurang dari 0,1 persen, naik tipis setelah membukukan penurunan mingguan terbesar di lebih dari sebulan minggu lalu. Saham Australia turun 0,26 persen, sementara Indeks KOSPI Seoul naik 0,4 persen. Pasar keuangan Jepang ditutup untuk libur nasional yang panjang pekan ini. Namun Indeks Nikkei 225 berjangka di Singapura berada di posisi 0,72 persen lebih tinggi.
Wall Street
Berbeda dengan kelemahan di pasar Asia minggu lalu, Indeks Wall Street berakhir pada hari Jumat pekan lalu berakhir dengan catatan tinggi setelah data menunjukkan produk domestik bruto AS tumbuh pada tingkat tahunan 3,2 persen lebih cepat pada kuartal pertama. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 0,31 persen menjadi di level 26.543,33 dan Nasdaq Composite bertambah 0,34 persen menjadi di level 8.146,40. Indeks S&P 500 naik 0,47 persen menjadi di level 2.939,88, sebuah rekor penutupan kedua tertinggi mingguan.
Stephen Innes, managing partner di SPI Asset Management, mengatakan bahwa meskipun pendapatan yang lebih kuat dari perkiraan membantu mengangkat pasar, namun dia melihat posisi S&P relatif terlalu tinggi. "Kami telah membalik dari keadaan di mana ini merupakan reli saham yang tidak seorang pun ingin mengambil bagian di dalamnya ke sebuah kehebohan serba hiruk pikuk di mana dana lindung nilai dan investor sama-sama terus mengejar pasar,” katanya dalam sebuah analisa tertulis.
Sementara data PDB yang kuat membantu meredakan kekhawatiran akan resesi yang akan segera terjadi, investor mencatat bahwa kondisi itu juga didorong oleh defisit perdagangan yang lebih kecil dan akumulasi besar barang dagangan yang tidak terjual, karena belanja konsumen dan bisnis melambat tajam. Dalam catatan pagi kepada klien, analis di National Australia mengatakan, PDB yang kuat memiliki risiko juga dengan catatan inflasi yang lemah.
"Diperkirakan penurunan inflasi dapat membuat suku bunga pemotongan the Fed sebelum 2019 ditentukan; pada saat Fed secara terbuka membahas keinginan untuk menoleransi periode inflasi di atas target untuk menebus kekurangan di masa lalu. Hal itu mendorong pasar bergerak dengan probabilitas yang tersirat (sebagaimana terlihat) dari pelonggaran tahun 2019," kata dia.
Data pengeluaran konsumsi pribadi di AS untuk bulan Maret akan dirilis awal pekan ini. The Fed akan mengumumkan keputusan kebijakannya pada hari Rabu, dengan Ketua Jerome Powell diperkirakan akan menyeimbangkan data pertumbuhan yang kuat terhadap kekhawatiran terus-menerus atas prospek pertumbuhan global.
Data China
Pasar juga akan mencari survei aktivitas pabrik global minggu ini, terutama bacaan resmi dan pribadi tentang manufaktur China yang keduanya akan seiring dirilis pada Selasa. Meski data Maret yang lebih baik dari perkiraan dari China telah membantu meredakan kekhawatiran perlambatan global yang tajam, namun hal itu telah menyulut perdebatan sengit tentang seberapa banyak lebih banyak stimulus yang bisa diluncurkan Beijing tanpa risiko peningkatan utang secara cepat dan potensi terjadinya fenomena gelembung aset.
Di pasar mata uang, dollar AS bergerak datar terhadap yen di level 111,61. Euro juga hampir tidak berubah, naik 0,02 persen menjadi di level 1,1150 dollar AS. Indeks dollar AS menguat ke level 98.033. Sementara itu di pasar komoditas, harga minyak mentah AS turun 0,7 persen pada 62,86 dollar AS per barrel. Minyak harganya melemah setelah setelah Presiden AS Donald Trump pada umat lalu menekan OPEC untuk meningkatkan produksi minyak mentah. (REUTERS)