Salam TOSS dari Klungkung
Bingung sampah menggunung setiap hari di tempat pembuangan akhir? Bingung sampah plastik mau diolah apa lagi selain kerajinan tangan? Pemerintah Kabupaten Klungkung berinovasi mengolah cacahan sampah menjadi energi listrik terbarukan.
Salam TOSS Gema Santi! Di Kabupaten Klungkung, Bali, salam itu bukan sekadar ungkapan. TOSS merupakan singkatan dari tempat olah sampah setempat. Adapun Gema Santi merupakan akronim gerakan masyarakat santun dan inovatif. Di tempat pengolahan sampah itu, pemerintah daerah membangkitkan semangat inovasi warganya.
”Bermodal keyakinan, pasti ada teknologi yang mampu mengurai timbunan sampah yang menggunung di Klungkung ini. Ada penawaran teknologi dari Sekolah Tinggi Teknologi (STT) PLN, Jakarta. Kami pun menjalin kerja sama dan disambut baik oleh Indonesia Power,” kata Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta di kantornya, Kamis (11/4/2019).
Lebih dari setahun inovasi TOSS ini berjalan dan diapresiasi berbagai kalangan, termasuk melalui penghargaan dari pemerintah pusat. TOSS Gema Santi Klungkung masuk dalam Top 40 Inovasi Pelayanan Publik 2018 melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 636 Tahun 2018. TOSS menjadi contoh pengolahan sampah untuk energi terbarukan. Sejumlah pemda pun menjalani studi banding ke sini.
Listrik energi terbarukan diujikan sejak Maret 2018. Indonesia Power mencatat, energi listrik yang dihasilkan sekitar 107 kilowatt per jam (kWh) selama 4 jam 10 menit. Energi ini berasal dari 100 kilogram pelet yang dibuat dari cacahan sampah organik dan non-organik seberat 300 kilogram. Indonesia Power pun membeli setiap 1 kilogram pelet seharga Rp 300 dan menurut rencana naik menjadi Rp 700.
Dipilah
TOSS berada di Desa Lepang, sekitar 30 kilometer dari Kota Denpasar atau 6 kilometer dari pusat kota Klungkung di Semarapura. Tempat itu awalnya merupakan lokasi uji coba pengolahan sampah organik dan non-organik, hasil kerja sama dengan STT PLN.
Untuk mengubah pelet dari sampah organik dan non-organik menjadi energi listrik, dibutuhkan mesin gasifier. Awalnya pemda terkendala pengadaan mesin itu karena belum masuk dalam e-katalog pemerintah. Pemkab Klungkung lantas menggandeng Indonesia Power untuk pengadaan mesin itu melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pengolahan sampah diawali dengan pemilahan sampah organik dan sampah plastik. Selanjutnya sampah organik dan sampah plastik seberat 300 kilogram dicampur untuk dicacah dengan komposisi sampah plastik 15 persen.
Sampah yang sudah dicacah selanjutnya difermentasi atau peyeumisasi di kotak dari bambu berukuran 2 meter x 1 meter x 1 meter. Pada peyeumisasi ini, sampah yang sudah dicacah dicampur dengan bioaktivator, yang salah satunya mampu menghilangkan bau, dan dibiarkan 7-10 hari.
Selanjutnya, 300 kilogram sampah cacah tersebut dimasukkan ke mesin pengering dan pencetak menjadi briket berbentuk pelet. Ukuran pelet bervariasi. Untuk kebutuhan bahan bakar mesin gasifier dibuat pelet seperti tablet berdiameter 1 sentimeter x panjang 2-3 sentimeter.
Sementara untuk kebutuhan bahan bakar tungku rumah tangga, dibuat pelet berdiameter 8 milimeter x panjang 2 sentimeter. Khusus untuk pembuatan pelet tungku rumah tangga ini, sama sekali tidak digunakan bahan baku sampah plastik.
Pelet yang dihasilkan TOSS juga diuji coba Indonesia Power di PLTU Jerangjang, Nusa Tenggara Barat. Pelet itu digunakan sebagai campuran bahan bakar batubara di PLTU.
”Tujuannya untuk mengurangi pelan-pelan penggunaan 100 persen batubara. Sementara ini, komposisi pencampurannya 5 persen pelet untuk setiap 1 ton batubara,” kata Nyoman Kartika Yasa, Ahli Muda Community Development Indonesia Power.
Kebutuhan rumah tangga
Pemkab Klungkung merancang agar pelet dari sampah itu ke depan juga digunakan untuk bahan bakar tungku rumah tangga. Pada April ini, bahan bakar itu diujicobakan pada kompor atau tungku usaha pemindangan ikan di Kusamba, Dawan.
Langkah ini untuk mengurangi penggunaan kayu bakar dalam perebusan ikan pindang. Polusi udara dari penggunaan pelet itu juga lebih kecil ketimbang penggunaan kayu bakar.
”Kami berupaya memanfaatkan pelet ini untuk ekonomi rakyat yang lebih sejahtera. Tidak mudah meyakinkan masyarakat karena bahan bakunya dari sampah yang masih identik dengan kotor dan bau,” ujar Suwirta.
Komang Suridep, salah satu pemindang ikan di Kusamba, berharap uji coba pelet organik untuk pengganti kayu bakar itu bisa menghemat pengeluaran pada proses produksi. Ia menyatakan selama ini mengeluarkan biaya Rp 100.000 per hari untuk kayu bakar.
Untuk pengembangan selanjutnya, Klungkung akan membangun TOSS Center di lahan 3,5 hektar di kawasan Gunaksa. Pembangunan TOSS Center yang didukung pendanaan dari pemerintah pusat ini akan dilengkapi laboratorium pengembangan energi terbarukan berbahan baku sampah.
”Gema Santi harus tetap menggema. Sampah tak boleh lagi dibiarkan menggunung di Klungkung dan di seluruh Bali. Semuanya harus bisa dimanfaatkan untuk warisan generasi selanjutnya yang lebih baik,” kata Suwirta.