Sistem Penyangga Kota Berdampak Positif Menahan Inflasi
Pemerintah pusat ikut berperan dalam menyangga ketahanan pangan kota melalui pengembangan pertanian di daerah-daerah pemasok. Langkah ini berimbas positif pada pengendalian harga di tingkat konsumen.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah pusat ikut berperan dalam menyangga ketahanan pangan kota melalui pengembangan pertanian di daerah-daerah pemasok. Langkah ini berimbas positif pada pengendalian harga di tingkat konsumen.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, tahap pertama dalam membangun ketahanan pangan kota ialah mengidentifikasi komoditas yang dibutuhkan warga. Selanjutnya perlu ada pemetaan kemampuan daerah-daerah di sekitar memproduksi bahan pangan. Untuk menyangga ketahanan pangan kota, daerah terdekat menjadi pilihan prioritas.
Dalam hal meningkatkan kapasitas produksi daerah-daerah yang menyangga pangan kota, kata Amran, pemerintah pusat mesti hadir untuk menopang proses penanamannya. “Kami sudah menerapkannya di Jakarta sejak tiga tahun lalu. Pangan di Jakarta dipasok oleh daerah-daerah sekitarnya. Misalnya, Lampung menyuplai buah dan sayur, Jawa Barat menyuplai ayam, telur, dan beras, serta Banten menyuplai jagung. Hal ini perlu diterapkan di kota-kota lain,” tuturnya saat ditemui di Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat, laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi tahunan Jakarta sepanjang 2016 - 2018 secara berturut-turut sebesar, 2,37 persen, 3,72 persen, dan 3,27 persen. Padahal, inflasi pada 2014 sebesar 8,95 persen.
Dengan kedekatan jarak antara kota dan daerah pemasok, ongkos distribusi sebagai faktor pembentuk harga di tingkat konsumen dapat ditekan. Selain itu, jika suplai di kota berkurang, pasokan dapat datang lebih cepat. Imbasnya, inflasi terkendali.
Karena itu, Amran berpendapat, menyangga ketahanan pangan kota membutuhkan koordinasi dan keterlibatan pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara terkait, dan Badan Usaha Milik Daerah terkait. “Hal ini merupakan solusi dalam menjaga inflasi,” ujarnya.
Meskipun demikian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat, luas lahan baku sawah menyusut 645.855 hektar menjadi 7,105 juta hektar sepanjang 2013-2018. Untuk mengatasi ini, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, solusi jangka panjangnya ialah meningkatkan produktivitas melalui pengembangan bibit. Keberhasilannya dapat dirasakan dalam lima tahun ke depan. (JUD)