JAKARTA, KOMPAS — Seekor badak jawa remaja pejantan yang habitatnya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten ditemukan mati. Bangkai badak ini ditemukan pada 21 Maret 2019 di Blok Citadahan, Wilayah Kerja Resort Cibunar, Seksi Pengelolaan Taman Nasional II Pulau Handeuleum.
Saat ditemukan, kondisi bangkai badak jawa (Rhinoceros sondaicus) masih utuh. Cula badak tersebut juga masih utuh berupa benjolan atau disebut cula batok. Belum membesarnya cula ini menunjukkan badak masih berusia remaja.
Saat ditemukan, kematian badak masih kurang dari 12 jam sehingga belum membusuk. Dari hasil identifikasi dan pencocokan dengan database profil badak jawa yang tersimpan di Balai TN Ujung Kulon, badak tersebut bernama Manggala dengan ID: 070-2017. Data tersebut juga menunjukkan ukuran lebar tapak kaki 24-25 sentimeter.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indra Eksploitasia, Selasa (30/4/2019), di Jakarta, mengatakan kematian badak Manggala bisa dipastikan bukan karena perburuan. Ini tampak dari cula – yang meski berukuran masih kecil – masih utuh. Biasanya pemburu mengambil bagian cula dan membiarkan bangkai badak begitu saja.
Kematian badak Manggala bisa dipastikan bukan karena perburuan. Ini tampak dari cula – yang meski berukuran masih kecil – masih utuh.
“Diduga karena perkelahian karena ada luka-luka,” kata Indra. Mamalia besar ini memiliki kehidupan soliter atau menyendiri. Badak bercula satu ini pun jamak memulai perkawinan dengan berkelahi dengan lawan jenis.
Pemeriksaan
Dalam keterangan resmi, Kepala Balai TNUK Anggodo mengatakan pada 23 Maret 2019, tim gabungan petugas TNUK, Rhino Protection Unit (RPU) Yayasan Badak Indonesia, WWF Ujung Kulon, dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor telah menindaklanjuti temuan bangkai badak ini dengan melakukan pemeriksaan post mortem (pascakematian) sekaligus mengevakuasi bangkai badak. Kondisi bangkai badak mulai membusuk, lidah membiru, dan bola mata menyembul.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, kesimpulan awal kematian badak diduga bukan karena penyakit infeksius. Bangkai badak kemudian dikubur di dekat lokasi kematian.
Dua hari kemudian, 25 Maret 2019, tim gabungan kembali dari lapangan dengan membawa beberapa jenis sampel yang diambil dari bangkai badak untuk mengetahui penyebab kematian badak. Sampel tersebut kemudian dianalisis di Fakultas Kedokteran Hewan-IPB, LIPI, dan Balai Penelitian Veteriner Bogor.
Mereka mengambil bagian tubuh esophagus, trachea, paru-paru, lambung, hati, usus halus, usus besar, otak, penis, epididymis, dan limpa. Hasil analisis laboratorium nekropsi kematian badak jawa Manggala, saat ini masih dalam tahap akhir pembuatan sediaan histopat disebabkan jaringan sampel yang sulit dianalisis karena sudah tidak segar.
Hasil analisis laboratorium nekropsi kematian badak jawa Manggala, saat ini masih dalam tahap akhir pembuatan sediaan histopat disebabkan jaringan sampel yang sulit dianalisis karena sudah tidak segar.
Pemeriksaan ini diperkirakan selesai pada tanggal 7 Mei 2019. Sementara itu, spesimen berupa cula, gigi taring (atas dan bawah), gigi menur, dan kuku disimpan di Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Labuan.
Selanjutnya pada Sabtu, 13 April 2019, tim gabungan melakukan pembongkaran kuburan badak jawa yang dilanjutkan dengan melakukan identifikasi tulang. Mereka memisahkan dan mencatat bagian-bagian tulang, merekap dan mendokumentasikan kegiatan, hingga mengangkut tulang belulang ke laboratorium anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, untuk dilakukan analisis fisik tulang.
Dimonitor
Kelahiran dan kematian satwa merupakan salah satu dinamika populasi di alam. Berdasarkan hasil monitoring dengan kamera video trap, pada tahun 2018 ditemukan kelahiran 4 individu anak badak dan kematian 2 individu badak.
Empat anak badak jawa yang terekam kamera untuk pertama kalinya adalah 2 individu badak jawa jantan anak dari Dewi dan Puri, dan 2 individu badak jawa betina anak dari Silva dan Desy.
Kematian yang tercatat di tahun lalu yaitu 2 individu badak jawa yaitu Samson (jantan/April 2018) dan Sari (betina/Juli 2018). Dari hasil monitoring tahun 2018 tersebut jumlah populasi badak jawa di TN Ujung Kulon minimal sebanyak 69 individu.
Dari hasil monitoring tahun 2018 tersebut jumlah populasi badak jawa di TN Ujung Kulon minimal sebanyak 69 individu.
Dengan ditemukannya kematian badak jawa pada tanggal 21 Maret 2019, maka populasi badak jawa di TN Ujung Kulon pada tahun 2019 adalah 68 individu. Ini terdiri dari 57 individu badak dewasa dan 11 individu anak serta dari sisi jenis kelamin terdiri dari 37 individu badak jantan dan 31 individu badak betina.
Upaya KLHK untuk mencarikan habitat kedua bagi badak jawa hingga kini belum membuahkan hasil. Habitat kedua untuk mengurangi risiko kepunahan badak jawa akibat letusan Gunung Krakatau maupun tsunami.