Banjir Masih Mengancam
Intensitas hujan lebat hingga ekstrem semakin sering terjadi seiring dengan perubahan iklim. Perubahan pola cuaca ini meningkatkan risiko banjir, banjir bandang, dan longsor.
JAKARTA, KOMPAS —Banjir dan longsor yang terjadi paling tidak di 26 kabupaten/kota di 9 provinsi dalam sepekan terakhir dipicu hujan lebat di atas 50 milimeter per hari hingga ekstrem di atas 100 milimeter per hari. Banjir dan longsor tetap mengancam, terutama di area yang vegetasinya terdegradasi karena hujan lebat masih berpeluang terjadi hingga minggu pertama Mei 2019.
Setelah Jakarta dan sekitarnya, banjir dan longsor melanda Bengkulu, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Tengah. Hingga kemarin, total 34 orang tewas dan 6 warga hilang.
Pada Minggu (28/4/2019), banjir bandang melanda empat desa di Kecamatan Gumbasa dan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulteng. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini, tetapi satu desa tertimbun lumpur dan pasir yang terbawa Sungai Bora yang meluap. Lumpur menggunung hingga 3 meter, menyisakan bagian atas rumah. Di tiga desa lainnya, banjir bandang membawa lumpur dan potongan kayu gelondongan.
Banjir bandang ini merupakan yang kedua. Yang pertama terjadi pada 28 November 2018. Warga menyatakan banjir bandang kali ini paling parah. Banjir bandang terjadi setelah hujan lebat mengguyur Sigi pada Sabtu (27/4) hingga Minggu.
”Saya bertahan di atas rumah selama dua jam sampai tim SAR datang mengevakuasi saya,” kata Irman (36), warga Desa Bangga, Senin (29/4).
Desa Bangga paling parah terdampak banjir bandang. Bupati Sigi Irwan Lapatta, di lokasi banjir, mengatakan, lumpur dan pasir yang terbawa air sungai kemungkinan berasal dari longsoran di pegunungan. Longsoran ini diduga dipicu gempa 28 September 2018.
Di Kalimantan Tengah, banjir melanda 13 desa di 8 kecamatan di Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau, dan Lamandau. Pondok dan dermaga di sekitar Sungai Batang Kawa, anak Sungai Lamandau, terendam hingga atap. Warga menduga banjir terjadi karena hutan telah berganti menjadi perkebunan. Sekretaris Desa Kubung, Kecamatan Kudangan, Kabupaten Lamandau, Tamel, menyatakan, ”Kami belum pernah merasakan banjir. Ini yang pertama.”
Banjir di sejumlah wilayah, seperti Bengkulu, Manado (Sulut), kemarin, mulai surut. Dari 12.000 pengungsi di 9 kabupaten/kota di Bengkulu, lebih kurang 50 persen telah kembali ke rumah. Mereka memerlukan bantuan bahan makanan, obat- obatan, pakaian, dan bahan bangunan untuk memperbaiki rumah yang rusak.
Kepala Bidang Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bengkulu Syamsudin mengatakan, banjir ini yang terbesar dalam 30 tahun terakhir. ”Hampir semua kawasan Bengkulu kini rawan banjir. Hanya Muko Muko yang tak terdampak,” katanya.
Hingga kemarin, korban jiwa di Bengkulu 28 orang, sementara 6 warga masih dicari.
Sementara itu, longsor di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, menewaskan enam warga. Adapun banjir yang melanda Lampung Selatan merendam sekitar 300 rumah.
Perjalanan kereta
Di Jawa Timur, banjir di Pasuruan menyebabkan perjalanan sejumlah kereta api di bagian timur Jawa terlambat 40-229 menit. Arus deras air banjir menghanyutkan batuan ballast dan mengikis tanah yang menjadi tempat pelintasan kereta. Ketinggian air yang merendam rel berkisar 5-15 sentimeter.
”Dalam empat tahun terakhir, beberapa kali rel terendam banjir, tetapi ini paling parah karena merusak jalur dan menghambat perjalanan,” kata Manajer Humas PT KAI Daop IX Jember Luqman Arif ketika dihubungi dari Banyuwangi.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), intensitas hujan tinggi di Indonesia pada Minggu-Senin bergeser ke bagian tengah dan timur Indonesia. Hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, Sulawesi Selatan, dengan intensitas 107 mm per hari. Hujan di atas 50 mm terjadi merata di Jawa bagian timur, Kalimantan bagian selatan dan utara, Sulawesi bagian utara dan tengah, serta daerah Kepala Burung, Papua Barat.
Intensitas hujan tinggi di Indonesia pada Minggu-Senin bergeser ke bagian tengah dan timur Indonesia.
Daerah-daerah yang berpeluang hujan lebat hingga 2 Mei antara lain Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
”Daerah-daerah ini, terutama Sulawesi, Kalimantan, dan Papua, secara klimatis memang masih masuk musim hujan,” kata Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.
Hujan lebat dengan intensitas di atas 60 mm terekam di Flores bagian barat. ”Hal ini adalah anomali karena MJO (Madden-Julian Oscillation) yang merambat dari barat ke timur bertabrakan dengan angin timuran yang kering dari Australia. Akibatnya, banyak sirkulasi angin yang meningkatkan hujan, termasuk di daerah NTT yang seharusnya sudah kemarau,” ucap Siswanto.
Menurut dia, anomali hujan ekstrem ini merupakan bagian dari perubahan pola hujan yang terjadi di wilayah Indonesia. Kajian Siswanto menunjukkan terjadinya perubahan curah hujan di atas 50 mm dan 100 mm per hari. Tren ini meningkat pesat pada 1961-2010, seiring laju peningkatan suhu yang juga melonjak pada periode ini.
Anomali hujan ekstrem ini merupakan bagian dari perubahan pola hujan yang terjadi di wilayah Indonesia.
Dengan tren ini, risiko bencana banjir di Indonesia, menurut Siswanto, cenderung meningkat. Kerentanan bencana ini bertambah dengan degradasi lingkungan serta kepadatan hunian yang merangsek di area dataran banjir.
(AIK/IDO/OKA/VIO/GER/TAM/REN/NIK/RAM/ESA/VDL)