Belanja Barang Diturunkan, Belanja Modal Dinaikkan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan akan merealokasi anggaran belanja barang ke belanja modal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Realokasi anggaran akan dilakukan secara hati-hati tanpa mengesampingkan program prioritas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penghitungan angka dasar (baseline) belanja barang 2020 diarahkan sama dengan belanja barang 2015 sesuai arahan Presiden terkait pagu indikatif APBN 2020. Dalam kurun lima tahun terakhir, belanja barang naik signifikan sebesar 32 persen.
”Sebagian belanja barang digunakan secara benar, tetapi harus diteliti betul bermanfaat atau tidak untuk masyarakat,” kata Sri Mulyani dalam rapat koordinasi pembangunan pusat 2019 yang berfokus pada pembangunan 2020, di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi anggaran belanja barang terus meningkat dari Rp 259,7 triliun tahun 2015 menjadi Rp 344,6 triliun tahun 2019. Belanja barang mayoritas digunakan untuk keperluan operasional kementerian dan lembaga. Sebagian belanja barang untuk belanja bantuan sosial.
Menurut Sri Mulyani, besaran penurunan pagu indikatif belanja barang mesti diteliti lebih lanjut. Meski demikian, pemerintah akan melakukan realokasi anggaran dari belanja barang ke belanja modal. Presiden menginstruksikan belanja modal naik signifikan untuk kegiatan produktif, terutama pembangunan infrastruktur.
”Kami akan teliti lebih jauh berapa belanja barang yang benar-benar dibutuhkan untuk operasional di kementerian dan lembaga. Kalau memang ada banyak kelebihan, akan direalokasi ke belanja modal,” lanjutnya.
Penurunan pagu indikatif, ujar Sri Mulyani, akan disesuaikan dengan kondisi terkini dan program prioritas pemerintah. Sejak 2015, ada banyak perubahan fungsi belanja barang, misalnya bantuan sosial yang tidak bisa dikurangi. Pagu indikatif belanja modal 2020 tidak akan seluruhnya sama dengan 2015.
Penghematan belanja barang, antara lain untuk barang non-operasional (honor, bahan, dan alat tulis kantor), perjalanan dinas, serta paket rapat di luar kantor. Pemanfaatan hasil efisiensi untuk penguatan reformasi birokrasi termasuk sinkronisasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Sri Mulyani menambahkan, belanja modal akan ditingkatkan signifikan dengan pertimbangan untuk mendorong kapasitas produksi dan daya saing, antara lain energi, pangan, air, penguatan konektivitas, dan transportasi massal. Besaran peningkatan belum ditetapkan.
Belanja modal akan ditingkatkan signifikan dengan pertimbangan untuk mendorong kapasitas produksi dan daya saing, antara lain energi, pangan, air, penguatan konektivitas, dan transportasi massal.
Program prioritas
Kebijakan fiskal tahun 2020 mengangkat tema APBN untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia. Pada 2020, rasio perpajakan ditargetkan berkisar 11,8-12,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), defisit anggaran 1,52-1,65 persen PDB, keseimbangan primer 0,05-0,23 persen PDB, dan rasio utang 29,4-30 persen PDB.
”Strategi 2020 ekspansif terarah dan terukur,” kata Sri Mulyani.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, ada lima program prioritas pada 2020, yaitu pembangunan manusia, pemerataan wilayah, perluasan kesempatan kerja, ketahanan nasional, dan stabilitas keamanan.
Di bidang pembangunan manusia, daya saing dan kualitas tenaga kerja akan ditingkatkan. Kebijakan link and match antara pendidikan vokasi dan dunia usaha tetap dilanjutkan.
Selain itu, penduduk miskin yang belum memiliki pekerjaan akan diberikan kartu prakerja agar mereka mendapat pelatihan keterampilan.
”Jika angka pengangguran bisa diturunkan lagi, berarti kemiskinan dan ketimpangan akan semakin kecil,” lanjut Bambang.
Adapun alokasi anggaran untuk kelima program prioritas itu sebesar Rp 325,1 triliun yang mencakup 3.429 proyek kementerian/lembaga. Pembiayaan program prioritas tidak akan membebani APBN karena kementerian/lembaga dan pemerintah daerah didorong berkolaborasi dengan BUMN, pihak swasta, atau pihak ketiga lainnya.