Pemerintah Afghanistan menggelar pertemuan akbar selama empat hari. Pertemuan itu digelar saat Kabul terkucil dalam perundingan AS-Taliban.
KABUL, SENIN— Sekitar 3.200 warga, termasuk para pemimpin suku, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan politisi dari total 34 provinsi, berkumpul di Kabul, Senin (29/4/2019), untuk membahas upaya negosiasi kesepakatan damai dengan kelompok Taliban dan penghentian perang di Afghanistan.
Pertemuan akbar, atau dikenal dengan istilah Loya Jirga itu, merupakan upaya Presiden Ashraf Ghani untuk ikut memengaruhi perundingan damai antara Amerika Serikat dan Taliban, yang tidak melibatkan Pemerintah Afganistan. ”Ini adalah momen membanggakan bagi saya bisa berkumpul dengan perwakilan dari seluruh negeri di sini, dan hari ini kita berkumpul untuk membicarakan kesepakatan damai,” kata Ghani dalam pidato pembukaan.
Penjagaan di Kabul diperketat selama empat hari pertemuan itu berlangsung. Pemerintah juga mengumumkan libur selama seminggu. Beberapa ruas jalan utama diblokade. Pengamanan ketat ini dilakukan karena pernah tenda tempat Loya Jirga dihantam serangan roket oleh kelompok Taliban.
Pertemuan tersebut bertujuan membangun konsensus di kalangan berbagai kelompok etnik, faksi, dan suku. Pertemuan itu biasanya digelar dalam kondisi luar biasa. Istilah ”Loya Jirga” dalam bahasa Pashto memiliki arti ”pertemuan akbar”.
Oposisi memboikot
Namun, sejumlah pemimpin oposisi, termasuk mantan Presiden Hamid Karzai, memboikot pertemuan itu. Karzai menuduh Ghani menggunakan pertemuan itu sebagai upaya meningkatkan popularitasnya jelang pemilu, September mendatang. Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah, mitra Ghani di pemerintahan, juga tak hadir.
Kepada kantor berita Associated Press, Karzai mengatakan, Senin kemarin, menggelar pertemuan tersebut pada saat ini mengancam ”tertundanya dan merintangi proses perdamaian”. Ia menyatakan prihatin, langkah Ghani meminggirkan peran Abdullah bisa mencuatkan kecurigaan bahwa pertemuan itu digelar karena ambisi pribadi Ghani.
Ghani juga mengundang Taliban untuk menghadiri pertemuan. Namun, Taliban malah mendesak berbagai kalangan untuk memboikotnya.
”Kita semua berkumpul di sini untuk membahas kerangka perundingan damai dengan Taliban. Mencapai perdamaian berkelanjutan sangat penting bagi kita,” ujar Ghani kepada peserta pertemuan.
Sambil melambaikan salinan konstitusi Afghanistan, Ghani memuji konstitusi itu sebagai konstitusi paling Islami. Hal ini kemungkinan dimaksudkan sebagai pesan terhadap Taliban yang ingin menegosiasikan pasal-pasal dalam konstitusi itu.
Dalam beberapa bulan terakhir, AS menjalin perundingan dengan Taliban di Qatar. Hal itu bagian dari upaya Presiden AS Donald Trump mengakhiri perang di Afghanistan.
Sejak Oktober 2018, pejabat AS dan Taliban mengadakan beberapa putaran perundingan untuk memastikan jalan keluar yang aman bagi pasukan AS dari Afghanistan. Sebagai imbalan, Taliban tidak akan menggunakan Afghanistan menebar ancaman ke negara-negara lain.
Taliban menolak berbicara dengan pemerintahan Ghani, yang disebutnya sebagai ”boneka” asing. Pertempuran sengit masih kerap terjadi di berbagai wilayah. Taliban saat ini menguasai lebih banyak wilayah Afghanistan.
Seorang diplomat Barat di Kabul mengatakan, Ghani yang mengamankan posisi menjelang pemilihan presiden merasa dikucilkan dari perundingan damai, dan Loya Jirga merupakan upaya Ghani memperluas dukungan kepadanya.