[caption id="attachment_10263751" align="alignnone" width="720"] Petugas mengevakuasi salah satu dari empat kendaraan yang telibat dalam kecelakaan beruntun di Tol BSD Km 09.500 arah Jakarta, Jumat (12/4/2019). Akibat kecelakaan yang menyebabkan kemacetan sepanjang 2 kilometer tersebut, satu orang dilaporkan meninggal dunia.[/caption]
Pengemudi Toyota Fortuner berinisial ON yang mengamuk di jalan tol Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (15/4/2019) jadi viral di media sosial. Pria tersebut memukul-mukul mobil milik Siti Minanda Pulungan dan suaminya Ridho Laksamana.
Penyebabnya sepele, ON kesal karena gagal menyalip mobil Honda Brio yang dinaiki suami istri itu. ON berjalan di bahu jalan bermaksud menyalip mobil Honda Brio yang berjalan di lajur lambat. Namun, Ridho tidak mau memberi jalan sehingga polisi yang sudah menunggu di depan menghentikan mobil ON.
Perilaku pengemudi seperti ON terjadi tiap hari di jalanan Ibu Kota. Contoh lain adalah melanggar lampu merah, melawan arus, atau masuk jalur bus Transjakarta. Melanggar lalu-lintas adalah hal biasa, sementara keselamatan dan kelancaran tak dihiraukan.
Data menunjukkan bahwa kecelakaan lalu-lintas menyebabkan ratusan orang meninggal. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat pada tahun 2018 (Januari-November) di seluruh wilayah Polda Metro Jaya terjadi 5.400 kecelakaan lalu lintas. Jumlah tersebut naik 5 persen dari periode yang sama tahun 2017 yaitu 5.140 kasus.
Tragisnya, kecelakaan lalu-lintas selama Januari-November 2018 telah menyebabkan 524 orang meregang nyawa di wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Depok, dan Bekasi.
Sementara korban luka berat mencapai 804 orang dan 5.237 orang luka ringan. Kerugian materiil akibat kecelakaan lalu lintas pada periode tersebut sebesar Rp 13 miliar.
Sepeda motor adalah jenis kendaraan yang paling banyak terlibat dalam kecelakaan yaitu 4.255 kejadian, atau 78 persen dari seluruh kejadian kecelakaan di wilayah Polda Metro Jaya.
Tiga lokasi dengan jumlah angka kecelakaan tertinggi adalah Jakarta Timur (983 kejadian), Kabupaten Bekasi (612), dan Kota Bekasi (449). Namun, jumlah korban meninggal terbanyak adalah di Jakarta Utara (132 orang), Kabupaten Bekasi (80), dan Jakarta Barat (71).
Menghadapi masalah tingginya pelanggaran dan kecelakaan lalu-lintas, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya kembali mengadakan Operasi Keselamatan Jaya selama 14 hari mulai 29 April 2019.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, Senin (29/4) usai apel pasukan Operasi Keselamatan Jaya mengatakan, tujuan Operasi Keselamatan Jaya untuk mengurangi angka kecelakaan. Angka pelanggaran lalu-lintas masih cukup tinggi, meskipun saat ini tren kecelakaan lalu lintas menurun.
Gatot mengimbau masyarakat agar mematuhi peraturan bukan karena polisi sedang menggelar operasi.
“Jangan karena ada operasi ini masyarakat patuh, tapi setelah itu tidak patuh lagi. Ini menyangkut keamanan dan keselamatan berlalu-lintas,” ujarnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusuf mengungkapkan, personel yang terlibat dalam Operasi Keselamatan Jaya sebanyak 2.771 orang. Operasi dengan pendekatan simpatik itu akan digelar di lokasi yang tidak menimbulkan kemacetan.
Menurut Yusuf, ada beberapa macam pelanggaran yang menjadi sasaran operasi antara lain tidak memakai helm, tidak menggunakan sabuk pengaman, melawan arus, mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau narkoba, memakai ponsel saat mengemudi, pengemudi di bawah umur, dan mengemudi melebihi batas kecepatan.
Yusuf menambahkan, ada tiga titik yang akan menjadi lokasi operasi yaitu di sekitar gedung Manggala Wana Bakti, perempatan Coca-Cola (Jalan Perintis Kemerdekaan), dan Jalan Benyamin Sueb. Adapun lokasi lainnya akan menyusul.
Secara terpisah, pemerhati masalah transportasi Budiyanto menuturkan, denda tilang di pengadilan tidak memberikan efek jera karena jauh dari ancaman maksimal. Contohnya denda melanggar rambu atau marka jalan maksimal Rp 500.000, namun pengadilan hanya menetapkan denda Rp 75.000-Rp 200.000.
Budiyanto menilai perlunya denda maksimal agar dapat memberikan efek jera. Akibat tidak ada efek jera, masyarakat bersikap permisif terhadap pelanggaran lalu lintas.
Mencegah hilangnya ratusan nyawa karena kecelakaan lalu-lintas tidak mungkin hanya dengan menggelar operasi atau razia yang hanya berlangsung temporer dan sporadis. Perlu dilakukan tindakan yang menimbulkan efek jera atau membuat berpikir dua kali jika akan melanggar.