Menjaga Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi salah satu ujian komitmen pemerintah mendatang. Inovasi amat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi.
JAKARTA, KOMPAS —Salah satu tantangan yang mesti dijawab pemerintahan mendatang adalah menciptakan inovasi guna mengatasi korupsi. Menjaga eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bagian dari komitmen tersebut. Hal lain yang dibutuhkan adalah menyusun langkah strategis untuk mengoptimalkan pencegahan korupsi, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga di tingkat birokrasi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, dalam peluncuran buku KPK Berdiri untuk Negeri di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/4/2019), mengatakan, keberadaan KPK harus terus diperkuat jika memang ada komitmen untuk perbaikan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Penguatan itu, lanjut Agus, antara lain dengan merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan revisi itu, diharapkan penindakan yang dilakukan KPK bisa lebih luas, misalnya hingga korupsi yang dilakukan pihak swasta.
”Banyak kejadian korupsi yang kecil-kecil, tetapi tak ada yang menangani. Korupsi tak hanya di birokrasi, tetapi juga banyak dilakukan oleh swasta dan perorangan,” ujar Agus.
Hadir di peluncuran buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini, antara lain Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto, dan mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja.
Agus mengatakan, belakangan ini dirinya sering merasa kecewa karena KPK bukannya diperkuat, tetapi justru kerap mendapat ancaman dan teror, baik yang ditujukan ke lembaga maupun pegawai. Hal itu ditulis secara detail dalam buku KPK Berdiri untuk Negeri yang ditulis oleh Arin Swandari, Cisya Satwika, dan Lilyani Harsulistyati.
”KPK sangat berharap supaya terus diperkuat dengan UU yang mencakup banyak hal, bukan malah pembatasan,” kata Agus.
Laode M Syarif menambahkan, KPK tak bisa bekerja sendiri dalam upaya memberantas korupsi. Seluruh elemen bangsa harus ikut ambil bagian dalam upaya itu.
”Keberhasilan Indonesia dalam memberantas korupsi bukan hanya dilihat dari sisi penindakan, tetapi bagaimana korupsi itu secara signifikan berkurang lewat berbagai upaya pencegahan. Dan, itu butuh kerja kolektif,” kata Laode.
Terkait hal itu, dalam diskusi berjudul ”Melampaui Pemberantasan Korupsi Setengah Hati” yang digelar Transparency International Indonesia (TII) di Jakarta, kemarin, Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko menuturkan, siapa pun pemenang Pemilu 2019, maka salah satu tugasnya adalah mendukung pemberantasan korupsi.
”Siapa pun pemenangnya (dalam Pemilu 2019), tanggung jawabnya jelas. Inovasi dibutuhkan, selain upaya penguatan KPK dan mendorong kerja sama berbagai lembaga negara dengan KPK untuk membenahi sektor yang rawan,” tutur Dadang.
Hadir dalam acara itu Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Setya Budi Arijanta dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Iman Prihandono dari Universitas Airlangga.
Data yang dimiliki KPK, sebanyak 64 persen pelaku korupsi berasal dari kalangan politisi, baik berprofesi sebagai kepala daerah maupun anggota parlemen. Sementara itu, modus tertinggi adalah penyuapan serta sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pengadaan barang dan jasa.
Korupsi korporasi
Kemarin, KPK menetapkan tersangka korporasi yang berasal dari pengembangan pengusutan kasus suap perizinan pengubahan aturan kawasan hutan yang melibatkan Gubernur Riau Annas Maamun pada tahun 2014. PT Palma Satu bersama legal manager PT Duta Palma Group Suheri Terra, dan pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka.
Pada September 2014, diduga ada pertemuan antara Gulat Manurung yang merupakan utusan Annas dengan Surya dan Suheri, serta satuan kerja perangkat daerah, guna membahas permohonan perubahan kawasan hutan menjadi kawasan bukan hutan atas kawasan perkebunan milik PT Duta Palma Group.
”Tersangka SUD diduga menawarkan fee sebesar Rp 8 miliar kepada Gubernur Riau melalui Gulat Manurung jika areal perusahaannya masuk dalam revisi SK Menteri Kehutanan tentang perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan,” ujar Laode.