Pendangkalan Sungai Sibelis dan Kemiri di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah yang belum teratasi menyebabkan aktivitas melaut nelayan tradisional setempat terhambat. Frekuensi melaut terbatas dan kapal cepat rusak. Kondisi ini menggerus perekonomian nelayan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS - Pendangkalan Sungai Sibelis dan Kemiri di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah yang belum teratasi menyebabkan aktivitas melaut nelayan tradisional setempat terhambat. Intensitas melaut berkurang dan kapal cepat rusak. Kondisi ini menggerus perekonomian nelayan.
Berdasarkan pantauan, Senin (29/4/2019), sejumlah nelayan tradisional dengan kapal di bawah 10 groston (GT) tak bisa melaut dan hanya duduk di tepi Sungai Sibelis. Mereka menunggu pasang air laut agar kapal-kapal bisa keluar dari jebakan endapan lumpur di dasar sungai. Biasanya mereka nenangkap udang rebon.
Sugeri (56), salah satu nelayan tradisional di sekitar Sungai Sibelis mengatakan, belasan tahun lalu, sungai itu memiliki kedalaman sekitar 7 meter. Kini, kedalamannya tinggal 3 meter saat air laut sedang pasang dan 1,5 meter saat air laut sedang surut.
Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai juga memperparah kondisi tersebut.
Pendangkalan itu, menurut Sugeri, terjadi akibat endapan lumpur dan pasir. Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai juga memperparah kondisi tersebut.
"Kami berharap pemerintah bisa membantu mengatasi masalah pendangkalan ini dengan cara dikeruk secara rutin," ujar Sugeri.
Sebenarnya, persoalan pendangkalan sungai yang bermuara di Pantai Utara Jawa ini sudah terjadi sejak belasan tahun lalu. Namun, hingga kini, masalah itu belum terselesaikan.
Sugeri menambahkan, pemerintah sebenarnya beberapa kali sudah mengeruk Sungai Sibelis. Hal ini terakhir kali dilakukan pada 2017. "Sejak saat itu, belum ada lagi pengerukan. Kemarin dijanjikan pemerintah pusat untuk dikeruk lagi pada tahun ini. Tapi hingga kini belum ada tanda-tanda terealisasi," kata dia.
Jalur Sungai Sibelis sangat penting bagi lalu lintas kapal nelayan. Sebab, muara sungai ini merupakan pintu masuk menuju Pelabuhan Tegal.
Pendangkalan juga terjadi di Sungai Kemiri, Kota Tegal. Penyebabnya lebih kurang sama yakni, sedimentasi tanah dan sampah. Pendangkalan membuat nelayan tradisional kerap menunda keberangkatan kapal.
Nur Hasan (30), nelayan di sekitar Sungai Kemiri, Kota Tegal, menuturkan, pendangkalan di Sungai Kemiri membuat frekuensi melaut nelayan berkurang. Ia mencontohkan, dulu biasa melaut hingga lima kali dalam sepekan, tetapi sekarang hanya tiga kali. Bahkan, jika air laut sedang surut, Hasan hanya melaut sekali dalam sepekan.
"Ketika air laut sedang surut, kami biasanya gotong royong. Endapan tanah itu kami keruk sendiri menggunakan alat seadanya. Kalau tidak begitu, kapal kami tidak ada yang bisa jalan," tutur dia.
Pendangkalan sering membuat baling-baling kapal tersangkut dalam endapan lumpur. Jika sudah begitu, mesin kapal bakal cepat rusak.
Berkurang
Sekali melaut, Hasan bisa membawa uang sebesar Rp 400.000. Namun, sejak sungai mendangkal, penghasilannya turun menjadi Rp 150.000. Waktu melaut lebih singkat karena mesti menunggu air pasang atau gotong royong mengeruk sedimen.
Risiko lain yang ditanggung yakni kerusakan kapal. Pendangkalan sering membuat baling-baling kapal tersangkut dalam endapan lumpur. Jika sudah begitu, mesin kapal bakal cepat rusak.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Tegal Riswanto mengatakan, permintaan pengerukan pernah diajukan para nelayan kepada Pemerintah Kota Tegal pada 2017. Namun, pihak Pemkot mengatakan, wewenang pengerukan sungai ada di tingkat provinsi Jawa Tengah.
"Setelah tahu bahwa ternyata itu wewenang provinsi, kami langsung menyusun proposal untuk menindaklanjuti permintaan pengerukan sungai Sibelis dan Sungai Kemiri. Sekarang kami sedang menunggu respon dari pihak pemerintah provinsi," kata Riswanto.
Dihubungi dari Kota Tegal, Kepala Bidang Sungai, Bendungan dan Pantai Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Eko Yunianto mengatakan, pemerintah tengah menyusun detail desain atau rancangan rinci normalisasi Sungai Kemiri. Adapun pendangkalan Sungai Sibelis, belum dibahas.
"Saat ini sedang proses lelang jasa konsultasi untuk menyiapkan dokumen perencanaannya. Sebelum menyusun lebih lanjut, kami akan mengadakan pertemuan konsultasi dengan masyarakat setempat untuk menampung aspirasi," ujar Eko.
Eko berharap, masyarakat di sekitar Sungai Kemiri berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Masalah sosial berpotensi muncul dalam program penataan lingkungan seperti itu.
Masyarakat di sekitar Sungai Kemiri diminta berpartisipasi dalam pertemuan tersebut. Masalah sosial berpotensi muncul dalam program penataan lingkungan seperti itu.
Masalah sosial yang dimaksud seperti penertiban pemanfaatan sempadan sungai, tambatan kapal, aksesibilitas alat berat, serta jalan kerja alat berat. Detail desain untuk mengatasi pendangkalan di Sungai Kemiri ditargetkan rampung tahun ini.
"Kami akan kerjakan satu per satu secara bertahap. Jika Sungai Kemiri sudah selesai baru nanti Sungai Sibelis," ungkap Eko.