Mengawali 2019, harga minyak mentah jenis Brent sebesar 60 dollar AS per barel. Dalam waktu relatif singkat, harganya menyentuh level 75 dollar AS per barel. Berdasarkan data Bloomberg per Senin (29/4/2019) sore, harganya 71,59 dollar AS per barel.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Mengawali 2019, harga minyak mentah jenis Brent sebesar 60 dollar AS per barel. Dalam waktu relatif singkat, harganya menyentuh level 75 dollar AS per barel. Berdasarkan data Bloomberg per Senin (29/4/2019) sore, harganya 71,59 dollar AS per barel.
Pergerakan harga minyak dunia yang lentur seharusnya dapat memberi pelajaran penting bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan.
Apa pelajaran itu? Menciptakan kesadaran, harga bahan bakar minyak (BBM) yang naik dan turun adalah sebuah keniscayaan tatkala kita masih sangat bergantung pada impor.
Ingat, separuh dari konsumsi BBM nasional yang mencapai 1,5 juta barel sampai dengan 1,6 juta barel per hari didapat dari impor. Dengan demikian, harga minyak dunia yang naik dan turun berdampak signifikan bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia berstatus pengimpor bersih minyak mentah sejak 2004.
Lantaran impor dan membeli dengan mata uang dollar AS, kita perlu cukup memiliki dollar AS. Tahun lalu saja, Indonesia butuh 29 miliar dollar AS untuk membayar impor minyak. Beban pembayaran kian berat pada saat harga minyak melambung dan posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. Impor minyak juga kerap dituding sebagai biang keladi defisit neraca perdagangan.
Kembali pada soal pelajaran penting mengenai harga minyak dunia yang fluktuatif. Di masa lalu, pemerintah membuat kebijakan cerdas dengan mengevaluasi harga jual BBM ke masyarakat, yakni jenis premium dan solar bersubsidi, setiap tiga bulan. Harga jual BBM disesuaikan dengan harga minyak dunia. Sebuah kebijakan rasional lantaran harga pembelian minyak juga sesuai dengan harga pasar.
Entah kenapa, yang terjadi kemudian, harga jual BBM diputuskan tak berubah sejak April 2016, yaitu premium Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter. Kendati beralasan untuk menjaga daya beli masyarakat, keputusan untuk tidak mengubah harga jual BBM di tengah harga minyak dunia yang tak menentu, membuat sejumlah pihak menyebut langkah itu adalah kebijakan berbau politis. Hal serupa juga diterapkan pada tarif listrik.
Niat menjaga daya beli masyarakat adalah niat yang baik. Namun, kapan masyarakat disadarkan bahwa menyesuaikan harga jual BBM dengan harga minyak dunia adalah hal yang rasional? Selain kesadaran tentang harga, masyarakat juga perlu dididik untuk hemat dalam menggunakan bahan bakar yang tak bisa diperbarui tersebut. Kesadaran ini seharusnya lebih dibangun.
Di satu sisi, pemerintah perlu mempercepat pengembangan energi terbarukan sebagai substitusi energi fosil. Pemanfaatan biodiesel sebagai campuran pada solar cukup signifikan menghemat devisa untuk impor solar. Apalagi, sumber daya biodiesel di dalam negeri melimpah ruah.
Selain itu, pengembangan kendaraan bertenaga listrik juga layak dimasukkan sebagai kebijakan prioritas. Terutama di perkotaan besar yang boros dalam mengonsumsi BBM, kendaraan listrik bisa menjadi solusi. Tentu saja hal ini harus diimbangi dengan kebijakan memperbaiki transportasi publik untuk menarik minat masyarakat meninggalkan kendaraan pribadi dan berpindah menggunakan sarana transportasi umum.
Ingat, harga minyak naik dibarengi dengan pelemahan posisi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga membuat kondisi fiskal tertekan. Contohnya, realisasi subsidi energi 2018 naik 57 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pada 2017, realisasi subsidi energi Rp 97,6 triliun dan meningkat menjadi Rp 153,5 triliun pada 2018. Kenaikan tertinggi terjadi pada subsidi BBM dan elpiji, yakni dari Rp 47 triliun menjadi Rp 97 triliun.
Umumnya, semua pihak paham bahwa pembengkakan itu diakibatkan harga minyak yang melonjak dibarengi dengan pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Kebijakan menyesuaikan harga jual BBM terhadap harga minyak mentah memang butuh keberanian. Pemerintah harus kuat menanggung dampak tidak populer di masyarakat demi menumbuhkan kesadaran terhadap harga energi. (ARIS PRASETYO)