Waspadai Permintaan Semu pada Data Jumlah Penumpang MRT
Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Daud Joseph juga optimistis peningkatan jumlah penumpang MRT akan berkelanjutan kemudian bakal berimbas positif ke bus Transjakarta.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Integrasi kereta moda raya terpadu Jakarta dengan bus Transjakarta ditengarai meningkatkan jumlah penumpang kedua moda, bukan hanya pada salah satunya. Namun, para pengelola moda transportasi massal ini perlu mewaspadai kemungkinan permintaan semu karena adanya penumpang MRT yang hanya coba-coba dan nanti tidak menggunakannya secara berkelanjutan.
Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim mengklaim, pihaknya sudah mewaspadai kemungkinan itu. Tanda-tanda peningkatan jumlah penumpang karena hanya terdorong rasa penasaran terhadap moda transportasi baru berbasis rel itu terlihat dari jumlah rata-rata penumpang per hari pada akhir pekan yang lebih tinggi 11 persen dibanding hari kerja. Adapun jumlah rata-rata penumpang per hari secara keseluruhan adalah 82.615 orang, berdasarkan data 2-25 April.
Ujian nyata bagi MRT yakni saat tarif diberlakukan tanpa diskon 50 persen. Karena itu, menurut Silvia, PT MRT Jakarta menyelenggarakan survei yang belum selesai, salah satunya untuk mengetahui tanggapan penumpang jika tarif normal nanti berlaku.
”Sekitar 60 persen responden mengatakan, jika perubahan tarif terjadi, mereka akan tetap menggunakan MRT. Itu adalah sebuah indikasi positif,” katanya dalam diskusi ”Sejauh Mana Layanan MRT Sudah Terintegrasi dengan Angkutan Umum Lainnya?”, Senin (29/4/2019), di Jakarta. Diskusi diselenggarakan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Tarif MRT per penumpang disesuaikan jarak, terdekat Rp 3.000 dan terjauh Rp 14.000. Saat ini, dengan diskon 50 persen hingga akhir April, tarif MRT ada pada rentang Rp 1.500-Rp 7.000.
Kereta MRT sekarang beroperasi untuk fase 1 koridor selatan-utara dari Lebak Bulus ke Bundaran HI, dengan trek sepanjang 16 kilometer dan ditempuh dalam 30 menit. Dengan 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah, kereta dijadwalkan berhenti 30 detik di setiap stasiun.
Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Daud Joseph juga optimistis peningkatan jumlah penumpang MRT akan berkelanjutan kemudian bakal berimbas positif ke bus Transjakarta. ”Asal, transjakarta maupun MRT bisa jaga kualitas layanan,” ujar Joseph.
Menurut dia, kenaikan Rp 7.000 jika penumpang MRT menempuh perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus ke Bundaran HI sepadan dengan kepastian waktu tempuh yang didapatkan. Ia membandingkan, tarif bus Transjakarta yang hanya Rp 3.500 pun bukan jaminan jumlah penumpang bakal naik secara cepat, karena variabel lainnya juga menentukan, termasuk kepastian waktu tempuh bus.
Sebelumnya, terdapat anggapan bahwa jumlah penumpang bus Transjakarta akan menurun karena penumpang beralih menggunakan MRT. Kenyataannya, berdasarkan paparan Joseph, pada 2 April 2019, jumlah pelanggan Transjakarta mencapai 773.816 penumpang per hari, dari 680.000-an penumpang per hari saat MRT belum beroperasi. Bagi dia, ini adalah efek kesuksesan integrasi antarmoda angkutan.
Integrasi antarmoda
Menurut Joseph, dari seluruh rencana integrasi Transjakarta-MRT, saat ini 25 persennya sudah terlaksana. Salah satu bentuknya adalah penambahan trayek bus Transjakarta untuk mengumpankan penumpang dari berbagai lokasi permukiman ke stasiun-stasiun MRT.
Terdapat sembilan trayek baru untuk integrasi dengan MRT, antara lain rute BSD-Bundaran Senayan (S12), Bintaro-Blok M (S31), Pondok Cabe-Tanah Abang (S41), Jatijajar-Lebak Bulus (D21), dan Cinere-Kuningan (D31).
Bentuk lainnya, integrasi fisik prasarana stasiun MRT dan halte Transjakarta. Joseph mengatakan, ada sayembara desain integrasi Halte CSW dengan stasiun ASEAN. Karena pemenangnya sudah didapatkan, konstruksi integrasi diperkirakan selesai dalam enam bulan. Selain itu, pihaknya juga merencanakan integrasi di Fatmawati, yang kemungkinan rampung akhir tahun.
Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DKI Masdes Arroufy menambahkan, integrasi bus Transjakarta dengan bus-bus kecil atau biasa dikenal angkutan kota (angkot) lewat Jak Lingko secara tidak langsung berkontribusi meningkatkan jumlah penumpang MRT.
Waktu tempuh angkot akan lebih pasti dan tidak disertai ngetem mencari penumpang karena kontraknya rupiah per kilometer sehingga penumpang lebih nyaman, termasuk ketika menuju stasiun MRT atau melanjutkan perjalanan ke tujuan dari stasiun.
Data Januari lalu, ada 555 angkot Jak Lingko dioperasikan oleh sembilan operator dan melayani penumpang di 26 rute. Untuk 2019, Transjakarta menargetkan jumlah bus kecil Jak Lingko bisa mencapai 1.440 angkot untuk melayani perjalanan di 63 rute.
”Paling lambat, tahun 2021, semua operator sudah masuk (kerja sama dengan Transjakarta), jadi ke depan tidak ada lagi operator beroperasi sendiri di luar Transjakarta,” kata Masdes.