BI Inisiasi Standardisasi Internasional Keuangan Syariah
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menginisiasi transformasi untuk standardisasi internasional keuangan syariah global. Inisiasi itu diharapkan dapat memperkuat ketahanan keuangan syariah sehingga bisa sejajar dengan industri keuangan konvensional.
Inisiasi tersebut dibuat oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, selaku Chairman of the Executive Committee Islamic Financial Service Board (IFSB) dalam pertemuan ke-34 Council-IFSB, di Kuala Lumpur, Malaysia, awal pekan lalu.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menuturkan, inisiasi transformasi strategi dan standardisasi internasional keuangan syariah bertujuan mewujudkan infrastruktur berupa pedoman standar regulasi global.
”Kontribusi aktif BI dalam forum ini merupakan bentuk dukungan nyata bank sentral dalam mendukung terwujudnya Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia,” kata Onny dalam siaran pers yang diterima Kompas, Rabu (1/5/2019).
Pertemuan tersebut dihadiri council member IFSB yang terdiri dari beberapa gubernur bank sentral, antara lain dari Malaysia, UAE, Kuwait, Pakistan, Nigeria dan Oman, serta pimpinan otoritas pengawas lembaga keuangan, antara lain otoritas jasa keuangan Indonesia, Brunei Darussalam, Mesir, Turki, dan Arab Saudi.
Sampai dengan saat ini, IFSB telah mengeluarkan 22 standar internasional industri keuangan syariah yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi syariah. Adapun sejumlah pedoman lain yang tengah disusun adalah pedoman inklusi keuangan syariah pada aspek integrasi keuangan sosial dan komersial syariah.
”Standar lainnya mencakup mekanisme lender of last resort sesuai dengan prinsip syariah. Ke depannya, BI akan terus mendukung pengembangan riset serta perumusan standar untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan,” ujar Onny.
Perluasan aset
Bank sentral memperluas kategori jaminan aset (underlying asset) yang bisa menjadi dasar dalam melakukan transaksi atau penerbitan obligasi syariah milik BI, yang lebih dikenal sebagai sukuk BI.
Jika sebelumnya jaminan aset yang berlaku dalam penerbitan sukuk BI hanya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), saat ini sukuk global dapat digunakan juga sebagai underlying asset.
”Perluasan jaminan aset yang diatur dalam Peraturan BI Nomor 21/6/PBI/2019 ini bertujuan untuk meningkatkan operasi moneter dengan menggunakan prinsip syariah,” kata Onny.
Sukuk BI diterbitkan bukan untuk kebutuhan pembiayaan pembangunan seperti yang dilakukan pemerintah, melainkan untuk memperdalam pasar keuangan. Sukuk yang hanya bertenor 2 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan ini diterbitkan untuk membantu melonggarkan likuiditas lembaga keuangan syariah.
Pengamat ekonomi syariah Adiwarman Karim mengatakan, penyampaian instrumen sukuk BI sangat dibutuhkan pasar sehingga perluasan jaminan aset akan menguntungkan lembaga keuangan syariah.
”Sukuk BI bisa diperdagangkan lagi di pasar sekunder. Namun, perdagangan hanya bisa dilakukan antarbank sehingga bisa melonggarkan likuiditas bank syariah,” ujarnya.
Seiring dengan perdagangan ini, kepemilikan juga akan berpindah. Perlu digarisbawahi bahwa sukuk BI tidak sama dengan sukuk-sukuk lain yang beredar atau diterbitkan pemerintah karena bukan merupakan instrumen investasi sehingga tidak mengedepankan imbal hasil.