TALIWANG, KOMPAS — Hampir semua pelari Kompas Tambora Challenge 2019- Lintas Sumbawa 320K mewaspadai suhu panas yang bisa mencapai 40 derajat celsius. Namun, berbeda dengan yang lain, pelari tuan rumah asal Nusa Tenggara Barat, Faris Abiyyu (20), justru tidak khawatir. Panas merupakan habitat aslinya.
”Saya sudah membiasakan diri lari di tengah panas. Sejak awal tahun saya berlatih lari jarak jauh mengelilingi Pantai Senggigi, Lombok, saat siang hari,” kata Faris yang berasal dari Lombok.
Peserta termuda di Tambora Challenge 2019 ini termasuk satu dari sembilan pelari undangan asal NTB. Dia bersama rekan-rekannya diberikan kesempatan mencoba Lintas Sumbawa, sesuai permintaan Gubernur NTB, yang ingin mengembangkan bibit pelari jarak jauh.
Mahasiswa Universitas Mataram jurusan Bahasa Inggris itu akan tampil di nomor relay atau estafet. Dia akan berlari bersama pasangannya, sesama pelari tuan rumah, Marhalim Halilintar (34). Faris menjadi pelari di 160 kilometer kedua, yang akan memulai lomba dari pertengahan rute hingga finis.
Meski sebagai debutan, Faris berambisi besar untuk meraih prestasi di Lintas Sumbawa. Sebagai perwakilan tuan rumah, dia ingin menyumbangkan kemenangan untuk membanggakan tanah NTB.
”Saya ingin menang karena ini, kan, rumah sendiri. Inginnya membanggakan NTB. Walaupun saya memang sedikit grogi karena bisa ke sini karena undangan dari gubernur,” tutur pelari bertubuh tinggi kurus tersebut.
Untuk meraih ambisi itu, Faris berlatih intensif sejak Februari 2019. Dia berlari 15-20 km pada hari biasa, sementara dia berlari jarak jauh hingga 40-50 km pada akhir pekan. Semua ini dilakukan dalam kondisi terik dan panas siang hari.
Sebagai pelari kedua relay, Faris akan menghadapi tantangan lebih berat di Lintas Sumbawa. Dalam perjalanan menuju finis di Doro Ncanga, Dompu, lintasan lebih ekstrem dari separuh awal. Selain suhu ekstrem mencapai lebih dari 40 derajat celsius, pelari juga harus berhadapan dengan jalan menanjak.
Faris merupakan pelari termuda di Tambora Challenge. Dia akan bersaing di antara pelari-pelari lain yang mayoritas berusia di atas 30 tahun.
Finis di Lintas Sumbawa akan menjadi catatan terbaru bagi Faris. Sebelumnya, pelari yang baru mulai menekuni maraton ultra pada 2017 ini sudah pernah finis di NusantaRun (86 km), Mantra Summits Challenge (55 km), dan Plataran X-trail (70 km).
Mimpi besar Faris adalah menjadi pelari nasional jarak jauh dari NTB. ”Tujuan akhir saya ke sana. Setelah ini saya sudah berencana mengikuti maraton lain, seperti Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB),” ujar Faris, yang terinspirasi dari pelari maraton ultra senior Indonesia, Hendra Wijaya.
Selain Faris dan Marhalim, pelari undangan lain dari NTB adalah Yanbahtiar (38) dan Yadi (26), Abdul Akhir (35) dan Juni Hardi (26), serta pasangan srikandi Evan Ferdiyanti (32) dan Margaretha Enggrani M (43). Empat pasangan ini akan mengikuti kategori relay. Sementara, satu peserta Abdul Salam (25) akan mengikuti kategori individu.
Perjalanan Faris dan rekan-rekan pelari lain akan dimulai Rabu pukul 15.00 Wita di Lapangan Puskesmas Poto Tano, Sumbawa Barat. Mereka harus sampai di garis akhir, di Doro Ncanga, Dompu, sebelum Sabtu pukul 07.00 Wita untuk kategori relay dan 11.00 Wita untuk kategori individu.
Tahun ini, Tambora Challenge memangkas batas waktu tempuh (cut off time) finis dari 72 jam menjadi 68 jam untuk kategori individu dan 68 jam menjadi 64 jam untuk kategori relay.