Garuda Indonesia Diminta Menjaga Kepercayaan Publik
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk harus bertanggung jawab atas laporan keuangan tahun buku 2018 yang dinilai janggal oleh sejumlah pihak. Apabila diperlukan, Garuda Indonesia dapat membentuk tim independen untuk menelaah kelayakan pengakuan laporan itu dalam rangka menjaga kepercayaan publik.
Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo yang dihubungi Kompas, Selasa (30/4/2019) malam, mengatakan, ada piutang yang dicantumkan sebagai pendapatan oleh Garuda Indonesia dalam laporan keuangan 2018. Piutang itu sebesar 239,94 juta dollar AS.
Pendapatan itu berasal dari kerja sama Garuda Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi sebesar 211,94 juta dollar AS dan kompensasi keikutsertaan PT Sriwijaya dalam kerja sama itu senilai 28 juta dollar AS. Oleh karena itu, jajaran direksi Garuda Indonesia diharapkan bertanggung jawab atas laporan keuangan dan memaparkan kontrak dengan Mahata secara gamblang kepada publik.
”Jajaran direksi dapat membentuk tim independen untuk menelaah kelayakan pengakuan pendapatan tersebut dalam rangka menjaga kepercayaan publik terhadap Garuda Indonesia. Apabila dibutuhkan, laporan keuangan dapat dikoreksi dengan mengikuti prosedur yang berlaku, termasuk melaporkan kembali kepada rapat umum pemegang saham (RUPS),” tuturnya.
Jajaran direksi dapat membentuk tim independen untuk menelaah kelayakan pengakuan pendapatan tersebut dalam rangka menjaga kepercayaan publik terhadap Garuda Indonesia.
Pernyataan itu terkait dengan kejanggalan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018. Sebab, Garuda Indonesia memasukkan piutang Mahata dan kompensasi Sriwijaya sebagai pendapatan.
Hal itu mendongkrak pendapatan Garuda Indonesia sehingga badan usaha milik negara itu mencetak laba pada akhir 2018. Garuda Indonesia yang semula rugi 114,08 juta dollar AS pada triwulan III-2018 mampu membukukan laba bersih 5,02 juta dollar AS pada akhir 2018.
Dalam siaran pers Garuda Indonesia, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan, pelaporan pendapatan itu tidak melanggar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 23. Sebab, secara substansial, pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.
PSAK 23 menyatakan tiga kategori pengakuan pendapatan, yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, serta royalti dan dividen. Ketiga kategori itu menyatakan kriteria pengakuan pendapatan, yaitu pendapatan dapat diukur secara andal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas, dan adanya transfer risiko.
Laporan keuangan Garuda Indonesia itu merupakan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan, anggota dari BDO International, jaringan firma akuntansi yang beroperasi di berbagai belahan dunia.
Hasil audit itu adalah laporan keuangan dinyatakan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material. ”Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku,” kata Fuad Rizal.
Manajemen yakin bahwa pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Baca juga: Kementerian BUMN Yakin Garuda Penuhi Kesepakatan
Dalam laporan keuangannya, Garuda Indonesia mencatat pendapatan kompensasi atas hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat serta manajemen konten sebesar 239,94 juta dollar AS. Dari jumlah itu, Mahata baru membayar ke Garuda Indonesia sebesar 6,8 juta dollar AS.
Namun, dalam laporan yang sama, Garuda Indonesia memiliki piutang dari Mahata sebesar 233,13 juta dollar AS. PT Sriwijaya Air juga berutang kepada Garuda Indonesia sebesar 30,8 juta dollar AS.
Kedua piutang itu memiliki catatan ikatan yang sama, yakni catatan nomor 47. Catatan tersebut menyatakan, adanya ikatan antara Garuda Indonesia dan Mahata berkaitan dengan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam pesawat serta manajemen konten.
Kerja sama antara Mahata dan Garuda Indonesia dimulai sejak 31 Oktober 2018 dan berlaku 15 tahun. Mahata setuju memberikan layanan konektivitas dalam penerbangan untuk 50 pesawat A320, 20 pesawat A330, 73 pesawat Boeing 737-800 NG, dan 10 pesawat Boeing 777.
Ada juga layanan manajemen konten untuk 18 pesawat A330, 70 pesawat Boeing 737-800 NG, 1 pesawat Boeing 737-800 MAX, dan 10 pesawat Boeing 777. Adapun kedua jenis layanan tersebut setara dengan 211,94 juta dollar AS.
Kompensasi
Selain itu, Sriwijaya juga setuju turut serta dalam perjanjian layanan konektivitas dalam penerbangan yang diadakan Garuda Indonesia dengan Mahata. Nilai kompensasi itu sebesar 30 juta dollar AS.
Dari jumlah itu, sebanyak 28 juta dollar AS di antaranya merupakan kompensasi atas keikutsertaan Sriwijaya. Perjanjian itu berlaku sejak 14 Desember 2018 dengan jangka waktu selama 10 tahun.
Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia Iwan Joeniarto menambahkan, kerja sama layanan konektivitas antara Garuda Group dan Mahata saling menguntungkan. Tujuannya meningkatkan layanan kepada penumpang dan menunjang perkembangan e-dagang yang sedang berkembang pesat.
Pada perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di pesawat terdapat dua transaksi. Transaksi itu berupa biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas serta pengelolaan hiburan selama penerbangan, dan bagi hasil atas alokasi slot untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak.
”Pembayaran kompensasi hak pemasangan itu tidak serta-merta menimbulkan kewajiban Garuda Group untuk mengembalikan biaya hak kompensasi yang telah dibayarkan Mahata jika di kemudian hari terdapat pemutusan kontrak kerja sama. Hal itu sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis,” kata Iwan.