Alokasi penyediaan pupuk bersubsidi tahun 2019 akan turun sekitar Rp 2,1 triliun. Penurunan ini menyesuaikan dengan koreksi data lahan sawah di Indonesia.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alokasi penyediaan pupuk bersubsidi tahun 2019 akan turun sekitar Rp 2,1 triliun. Penurunan ini menyesuaikan dengan koreksi data lahan sawah di Indonesia.
Penyesuaian kebutuhan pupuk bersubsidi ini dibahas dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres, Jakarta, Selasa (30/4/2019) siang. Dalam rapat yang berlangsung pukul 14.00 sampai pukul 16.00 itu, hadir, antara lain, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Data lahan baku sawah berkurang dari 7,75 juta hektar (ha) tahun 2013 menjadi 7,1 juta ha dalam koreksi data beras yang dikeluarkan pemerintah pada Oktober 2018. Namun, alokasi pupuk bersubsidi dalam DIPA 2019 masih disiapkan untuk sawah seluas 7,75 juta ha, yakni 9,55 juta ton dengan nilai Rp 29,5 triliun.
Kementerian Pertanian mengusulkan penyesuaian alokasi pupuk untuk luas lahan 7,1 juta ha. Total pupuk bersubsidi yang disiapkan menjadi 8,874 juta ton. Alokasi ini terdiri dari pupuk urea 3,825 juta ton, SP-36 779.000 ton, ZA 996.000 ton, NPK 2,326 juta ton, dan pupuk organik 948.000 ton.
Nilai pupuk subsidi setelah penyesuaian ini menjadi Rp 27,328 triliun atau turun Rp 2,1 triliun. Adapun selisih DIPA dengan alokasi 2019 akan diblokir sebagai dana cadangan.
Nilai pupuk subsidi setelah penyesuaian ini menjadi Rp 27,328 triliun atau turun Rp 2,1 triliun.
Amran menjelaskan, jika ada perubahan atau masukan mengenai lahan sawah yang belum masuk dalam penghitungan pada 2018 dari bupati ataupun gubernur, Kementerian Pertanian akan menyampaikan. Dengan demikian, alokasi pupuk bersubsidi bisa ditambahkan menggunakan dana cadangan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menambahkan, alokasi pupuk tersebut sekitar 90 persen untuk tanaman padi, sedangkan sekitar 10 persen untuk tanaman hortikultura dan perkebunan lainnya. Adapun penghitungan pupuk urea, dia mencontohkan, menggunakan angka 250 kg per hektar sawah padi.
Seusai rapat, Airlangga menambahkan, secara teknis Kementerian Perindustrian menunggu volume pupuk bersubsidi yang ditetapkan berikut jenis komoditas pupuk yang disubsidi dan komoditas pangannya. ”Nanti baru Menteri Keuangan menyusun anggaran 2020,” katanya.
Terkait produksi pupuk, Airlangga menyatakan semua kebutuhan pupuk umumnya tercukupi. Karena itu, sebagian pupuk produksi Indonesia bisa diekspor.
Adapun produksi gabah kering giling yang dihitung Kementerian Pertanian tahun 2019 masih menggunakan asumsi 1 hektar menghasilkan 5,2 ton. Namun, kata Amran, akan dilihat seperti apa data yang terakhir. Dia enggan menyebutkan target produksi 2019 karena ada lahan yang bisa berproduksi dua kali dalam setahun, ada pula yang tiga kali.
”Nanti target produksi kita lihat perkembangannya karena kalau angka produktivitasnya diubah berarti totalnya berubah,” ujarnya. Ketika ditanya lebih lanjut kapan angka final ini bisa diselesaikan, dia hanya menjawab, ”Nanti, tunggu saja.”