Kepada Siapa Suara Kaum Buruh Tertambat?
Pola penguasaan pemilih dalam pemilu kali ini tidak hanya berkutat pada perbedaan latar belakang identitas sosial yang melekat pada setiap pemilih. Hasil survei menunjukkan, latar belakang pekerjaan pemilih pun turut berelasi dengan sosok pilihan calon presiden. Di antara pekerja, kaum buruh menjadi kelompok yang paling nyata pilihan sikap politiknya.
Eksistensi kaum buruh lebih banyak dikaitkan dengan jalinan relasi sosial yang terbangun dalam kekinian pola kerja produksi masyarakat industrial. Dalam relasi tersebut, buruh kerap diposisikan sebagai kaum pekerja yang mengorbankan tenaganya dalam tiap proses produksi. Terhadap pengorbanan satuan tenaganya itulah mereka mendapatkan upah.
Pada posisi lain, sebagai pekerja, kaum buruh diperhadapkan pada si pemilik alat kerja, atau kelompok pemilik modal yang jelas berkuasa atas kapital yang dimilikinya itu. Posisi demikian sering kali menempatkan kaum buruh sebagai obyek produksi.
Dalam perkembangannya, relasi kaum buruh dan pemilik modal yang berlandaskan pada kepemilikan alat kerja tersebut menjadi semakin meluas dan kompleks, hingga sisi-sisi yang terkait dengan perpolitikan.
Bagi kaum buruh, relasi politik menjadi penting dalam menjaga eksistensi kerja mereka. Kehidupan berserikat, misalnya, bagi kaum buruh menjadi sarana dalam menjaga dan memperjuangkan kepentingan kaum buruh.
Baca juga: Siapa Unggul di Wilayah Paling Kompetitif
Sebagai suatu kekuatan massa pekerja yang terorganisasi, signifikansi kaum buruh dalam ajang perpolitikan menjadi sangat diperhitungkan. Itulah mengapa dalam setiap ajang pemilu kerap diperebutkan dan bahkan ditempatkan sebagai pilar dukungan bagi tiap-tiap partai ataupun calon presiden.
Dalam pemilu presiden kali ini pun kaum buruh tidak kurang aktif dalam persoalan dukung-mendukung pasangan calon presiden. Sebaliknya, setiap pasangan calon presiden pun tidak kurang aktif merangkul dukungan kaum buruh.
Persoalannya, dalam pemilu presiden kali ini, kepada siapa suara kaum buruh tertambat?
Mengacu pada hasil exit poll Kompas, pada umumnya pola konsentrasi pilihan politik setiap latar belakang pekerjaan pemilih tidak banyak berbeda dengan pola konsentrasi pemilih nasional. Maksudnya, jika dari seluruh responden dipilah berdasarkan latar belakang pekerjaannya, maka tidak tampak adanya perbedaan signifikan di antara keragaman latar belakang tersebut.
Dalam hal ini, proporsi pilihan pada mereka yang tergolong sebagai pekerja (buruh), bukan pekerja, ataupun para pemilih yang tergolong sebagai pemilik usaha, sebagian besar tetap tertuju pada pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Tidak kurang dari 54-57 persen kalangan pekerja, bukan pekerja, hingga kalangan pemilik usaha terkonsentrasi pada Jokowi-Amin. Sebaliknya, seperti juga pada kondisi yang terjadi secara nasional, proporsi penguasaan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berkisar 43-45 persen.
Berdasarkan grafik di atas, tidak adanya pola perbedaan yang signifikan antara proporsi pilihan kelompok responden pekerja dan kelompok responden pemilik usaha mengindikasikan adanya preferensi politik yang relatif sama di antara kedua kelas sosial tersebut.
Dari sisi pilihan, pemilu kali ini tidak tampak adanya pemilahan yang lebih ideologis terhadap sosok yang dipilih. Bagi kalangan pekerja ataupun pemodal, posisi politik Jokowi-Amin lebih banyak disukai ketimbang Prabowo-Sandi.
Perbedaan yang signifikan terhadap preferensi pasangan calon presiden justru terjadi di dalam kelompok berlatar belakang kaum pekerja. Hasil survei ini menunjukkan, sebanyak 57 persen kalangan pekerja formal yang mengaku bekerja di sektor-sektor swasta menyatakan dukungan terhadap Jokowi-Amin. Pada kelompok pekerja semacam ini sekitar 43 persen menyatakan memilih Prabowo-Sandi.
Baca juga: Menilik Era Baru Upah Buruh
Akan tetapi, justru pada kelompok pekerja negara yang bekerja sebagai PNS ataupun karyawan BUMN menunjukkan pola dukungan yang berbeda. Bagian terbesar dari kalangan pekerja negara (57,3 persen) memilih Prabowo-Sandi.
Pada kelompok ini hanya 42,7 persen yang memilih Jokowi-Amin. Kondisi demikian menjadi ironis, mengingat Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan menjadi sosok terdepan dari barisan para pekerja negara tersebut.
Bagaimana dengan pilihan kaum buruh yang tidak bekerja dalam sektor-sektor pekerjaan formal?
Hasil survei ini menunjukkan, kaum buruh semacam ini justru paling banyak menyatakan pilihannya pada pasangan Jokowi-Amin. Tidak kurang dari 60,2 persen dari mereka yang lebih sering disebut buruh lepas ini memilih Jokowi-Amin dan sebanyak 39,8 persen memilih Prabowo-Sandi.
Dari distribusi dukungan di atas, tampak jelas bahwa proporsi dukungan terbesar terhadap Jokowi-Amin didapatkan dari para pekerja lepas ataupun buruh yang bekerja pada sektor-sektor informal dan kalangan pekerja negara.
Dari setiap kategori pekerja, kalangan buruh lepas tergolong sebagai kelompok yang rentan dan identik sebagai kalangan berpenghasilan rendah. Pola dukungan dari kalangan ini juga selaras dengan pola dukungan terbesar terhadap Jokowi-Amin yang memang berasal dari kalangan berkategori sosial ekonomi menengah ke bawah.
Sebaliknya, para pekerja negara lebih banyak menjadi kelompok pemilih Prabowo-Sandi. Kelompok ini pun jika ditelusuri dari sisi penghasilannya terkelompokkan pada segmen menengah.
Pemilihan kedua pola dukungan semacam ini jelas lebih banyak menguntungkan posisi keterpilihan Jokowi. Pasalnya, proporsi kalangan pekerja informal ataupun buruh lepas jauh lebih banyak dibandingkan dengan proporsi kaum pekerja negara.
Hanya saja, hasil survei ini juga menunjukkan pola dukungan kaum buruh terhadap pasangan calon presiden tidak lepas pula dari pemilihan wilayah dukungan. Tampak jelas pola dukungan dengan proporsi yang jauh lebih besar terjadi pada wilayah-wilayah yang menjadi basis penguasaan kedua pasangan calon presiden.
Gambaran paling nyata terjadi pada 20 provinsi yang diprediksi menjadi lumbung kemenangan pasangan Jokowi-Amin. Pada wilayah tersebut tampak bahwa dua pertiga dari seluruh lapisan pengelompokan pekerja, memenangkan pasangan Jokowi-Amin. Dukungan tertinggi Jokowi-Amin terjadi pada kelompok buruh lepas. Sedikitnya 71,7 persen mengaku memilih Jokowi-Amin.
Sekalipun unggul pada semua kategorisasi pekerja, pola dukungan terhadap Jokowi-Amin menjadi agak menurun pada kelompok pekerja swasta. Sebanyak 68,7 persen kelompok karyawan swasta mendukung Jokowi-Amin. Selanjutnya dukungan terendah terhadap Jokowi-Amin terjadi pada kelompok pekerja negara, di mana sebanyak 53,5 persen mengaku menjadi pemilih Jokowi-Amin.
Pada sisi lain, dukungan kalangan pekerja terhadap Prabowo-Sandi juga terjadi di wilayah yang menjadi basis kemenangannya. Pada 14 provinsi yang diperkirakan terkuasai Prabowo-Sandi, tidak kurang sebanyak 61,7 persen memilih mereka.
Apabila dielaborasi, dominasi penguasaan Prabowo-Sandi tampak konsisten. Pada lapis pegawai negara, penguasaan Prabowo-Sandi sangat dominan. Setidaknya 72,9 persen mendukung mereka. Dukungan kalangan ini terhadap Jokowi-Amin hanya 27,1 persen. Dukungan terbesar lainnya berturut-turut berasal dari kalangan karyawan swasta dan pekerja lepas.
Di balik perbedaan-perbedaan latar belakang pekerjaan para pemilih, tampaknya wilayah dukungan yang terpolarisasi semacam ini tetap menjadi pemilah yang signifikan. (Bestian Nainggolan/Litbang Kompas)