Para pelari Kompas Tambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320K diberikan tujuh titik pemeriksaan (check point), masing-masing setiap 40 kilometer. Kehadiran titik pemeriksaan yang dilengkapi fasilitas istirahat bisa menjadi penentu kemenangan ataupun awal kegagalan bagi pelari.
TALIWANG, KOMPAS — Para pelari Kompas Tambora Challenge 2019-Lintas Sumbawa 320K diberikan tujuh titik pemeriksaan (check point), masing-masing setiap 40 kilometer. Kehadiran titik pemeriksaan yang dilengkapi fasilitas istirahat bisa menjadi penentu kemenangan ataupun awal kegagalan bagi pelari.
Manajemen waktu akan menjadi kunci keberhasilan pelari di Lintas Sumbawa. Tahun ini, Tambora Challenge memangkas batas waktu tempuh (cut off time) finis dari 72 jam menjadi 68 jam untuk kategori individu.
Selain itu, pelari diberikan batas waktu tempuh di setiap titik pemeriksaan. ”Tahun ini sama, tetap ada tujuh check point di setiap 40 kilometer. Yang berubah, setiap check point ada COT (cut off time),” kata Direktur Lomba Lexi Rohi, dalam pengarahan peserta Tambora Challenge, Selasa (30/4/2019) malam, di Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Lintas Sumbawa membagi rute sepanjang 320 km menjadi delapan etape. Terdapat titik pemeriksaan dalam setiap akhir etape. Di kategori individu, pada empat etape pertama, pelari diberikan akumulasi COT selama delapan jam per etape.
Contohnya, lomba dimulai Rabu (1/5/2019) pukul 15.00 Wita. Peserta harus tiba di titik pemeriksaan pertama, sebelum tujuh jam, pukul 22.00 Wita. Seterusnya, dia harus tiba di titik pemeriksaan kedua pada Kamis, pukul 07.00 Wita. Hingga tiba di titik pemeriksaan ketiga di akhir etape empat.
Selebihnya, mulai etape lima hingga finis, COT ditambah satu jam menjadi sembilan jam setiap etape. Waktu ditambah satu jam di setiap titik pemeriksaan karena rute empat etape terakhir lebih berat dengan banyaknya tanjakan.
Kehadiran COT di setiap titik pemeriksaan ini membuat pelari perlu menyiasati manajemen waktu. Mereka bisa saja tereliminasi di awal lomba jika tidak lolos COT titik pemeriksaan pertama. ”COT tolong diperhatikan. Persiapkan diri dengan baik,” pesan Lexi.
Strategi pengaturan waktu di titik pemeriksaan ini menjadi kunci keberhasilan pelari. Namun, titik pemeriksaan juga bisa menjadi jebakan. Di sana, terdapat tempat tidur, terapis, air minum, makanan, dan kamar mandi. Mereka bisa kehabisan waktu jika terlalu lama beristirahat di titik tersebut.
Juara individu putra Tambora Challenge 2015, Alan Maualana, berencana mengurangi waktu istirahat di titik pemeriksaan. Strategi itu dipakai agar dia bisa memecahkan rekor waktu terbaik, yang saat ini dipegang juara 2018, William Binjai, 62 jam 26 menit.
”Pas pertama kali ikut, saya terlalu banyak berhenti untuk diam dan istirahat. Sekarang harus dikurangi agar bisa terus bergerak,” kata pelari yang sempat memegang rekor waktu selama tiga tahun.
Menurut rencana, pelari asal Bandung itu ingin memanfaatkan titik pemeriksaan untuk menggunakan terapis. ”Itu harus dipakai dengan baik. Khususnya setelah setengah perjalanan. Kalau tidak, kakinya lemas nanti,” tambah Alan yang akan berlari di Lintas Sumbawa setelah absen dalam tiga edisi.
Strategi Alan agak berbeda dengan pesaing utamanya, William. Juara bertahan itu justru akan lebih banyak berhenti untuk beristirahat. Dia lebih memilih berhenti diam sejenak dibandingkan tidur.
Pada Tambora Challege 2018, strategi tersebut sangat ampuh. Pelari asal Binjai, Sumatera Utara, itu menciptakan rekor waktu dengan hanya tidur 50 menit sepanjang lomba. ”Agak sulit kalau mengurangi istirahat diam. Harus melihat kondisi. Kalau memungkinkan terus bergerak, ya baru lanjut,” ucap pelari berusia 33 tahun itu.
Di kategori individu putri, Santih Gunawan tidak ingin terlena dengan kehadiran terapis. Tahun lalu, saat menjuarai relay atau estafet bersama Christine Gautama, dia banyak memakai jasa terapis hampir di setiap titik pemeriksaan.
”Tahun ini tidak bisa lagi terlalu banyak pakai terapis. Karena kalau gitu, saya nanti tidak bisa mengejar target waktu. Saya harus berlari 320 km, sedangkan tahun lalu hanya 160 km,” pungkas pelari debutan di individu yang menjuarai relay pada edisi sebelumnya.
Juara bertahan dua tahun beruntun kategori putri, Eni Rosita, telah menyiapkan target waktu di setiap titik pemeriksaan. Namun, dia juga tetap memperhatikan waktu beristirahat karena hal itu krusial untuk bisa berlari hingga garis akhir.
”Manajemen waktu sangat penting. Saya pasti akan istirahat sebelum terlalu capek. Tetapi juga tidak boleh terlalu santai karena punya target waktu,” sebut pelari berusai 40 tahun yang mengincar rekor waktu terbaik tersebut.
Selain di titik pemeriksaan, pelari juga bisa beristirahat di tepi-tepi jalan atau rumah warga. Sementara itu, panitia menyediakan water station di rumah warga dan warung setiap 20 km, serta mobile water station di setiap 10 km.
Perjalanan pelari akan dimulai Rabu pukul 15.00 Wita di Lapangan Puskesmas Poto Tano, Sumbawa Barat. Mereka harus sampai di garis akhir, di Doro Ncanga, Dompu, sebelum Sabtu pukul 07.00 Wita untuk kategori relay dan 11.00 Wita untuk kategori individu.