Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menyiapkan langkah relokasi untuk penyintas banjir bandang di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah. Permukiman warga yang tertimbun lumpur tak layak lagi untuk ditempati.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
SIGI, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, menyiapkan langkah relokasi untuk penyintas banjir bandang di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah. Permukiman warga yang tertimbun lumpur tak layak lagi untuk ditempati.
Banjir bandang disertai lumpur dan kayu gelondongan melanda Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Minggu (28/4/2019). Hampir semua rumah sepanjang 2 kilometer di jalan raya atau sisi kiri dan kanan Sungai Bora tertimbun lumpur hingga tiga meter. Rumah-rumah warga tersisa hanya atapnya. Air dan lumpur melupa dari Sungai Bora.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sigi mendata sebanyak 500 rumah terdampak banjir bandang. Sebanyak 2.350 jiwa mengungsi."Kami menyiapkan langkah relokasi karena memang permukiman warga tak bisa lagi untuk dihuni. Namun, semua pihak perlu duduk bersama untuk membicarakan hal ini," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sigi Asrul Repadjori saat dihubungi di Sigi, Rabu (1/5/2019).
Kami menyiapkan langkah relokasi karena memang permukiman warga tak bisa lagi untuk dihuni. Namun, semua pihak perlu duduk bersama untuk membicarakan hal ini
Para pihak yang dimaksud Asrul adalah unsur pemerintah kabupaten, aparat desa, dan warga. Hal yang perlu dibahas adalah lahan untuk relokasi dan anggaran yang disiapkan pemerintah untuk langkah itu.
Penyintas banjir bandang Desa Banggai bersedia untuk direlokasi. Rumah-rumah yang tertimbun lumpur saat ini tak lagi layak untuk dihuni. Pembersihannya pun sangat sulit dilakukan.
"Kami setuju untuk relokasi karena rumah-rumah ini tak bisa lagi ditempati. Hanya kami minta pemerintah menyediakan lahan untuk relokasi," kata Mingka (46), penyintas banjir.
Lahan yang ditempati penyintas untuk mengungsi adalah milik orang lain. Lokasi itu merupakan kebun kelapa. Jaraknya sekitar 150 meter arah utara dari Sungai Bora dan 100 meter arah barat permukiman yang dilanda banjir. Penyintas harus membeli lahan itu untuk pembangunan rumah. Selain itu banyak kebun atau lahan kosong warga juga tertimbun lumpur. Lahan-lahan itu praktis tak bisa diolah lagi.
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahun Alam Universitas Tadulako Palu Abdullah menyatakan lumpur yang terbawa aliran Sungai Bora kemungkinan besar berasal dari longsoran di pegunungan sebelah barat desa itu. Longsoran di daerah hulu itu sudah lama terlihat, tetapi bertambah parah karena gempa bumi pada 28 September 2018. Ketika hujan mengguyur, material tersebut turut terangkut aliran air.
Abdullah sepakat permukiman warga perlu direlokasi. Permukiman lama sudah tak layak dihuni lagi. Relokasi bisa dilakukan di daerah di arah selatan, tak jauh dari pasar di desa itu. Daerah itu jauh dari aliran sungai.
Untuk memastikan apa yang terjadi di hulu, lanjut Abdullah, semua pihak berkepetingan perlu meneliti lebih lanjut agar benar-benar bisa menuntaskan persoalan.