Bayangan Defisit Hantui Keberlanjutan Stabilitas Ekonomi
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beragam indikator ekonomi makro menunjukkan bahwa saat ini ekonomi Indonesia tengah memasuki fase stabilitas. Sayangnya, stabilitas tidak akan berlangsung lama jika masalah defisit transaksi berjalan tidak segera dituntaskan.
Hal tersebut menjadi perhatian utama pelaku pasar global dalam menyikapi kondisi pasar Tanah Air. Selama upaya pemerintah dalam menuntaskan defisit transaksi berjalan belum manjur, daya saing Indonesia dalam menjaring investasi akan terganggu.
Chief Economist and Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengatakan, tingkat pengangguran terbuka yang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018 merupakan level terendah dalam 20 tahun terakhir.
”Apabila data pengangguran dipadu dengan data pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen serta data inflasi di level 2,48 persen pada Maret 2019, perpaduan ini cukup menjadi indikator yang menunjukkan ekonomi Indonesia tengah stabil,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/3/2019).
Menguatnya daya tarik pasar domestik terhadap investasi tecermin dari data pertumbuhan investasi sebesar 6,01 persen pada 2018. Sayangnya, lanjut Katarina, Indonesia saat ini masih berhadapan dengan persoalan transaksi berjalan yang defisit dan ekspor yang masih bergantung pada komoditas.
Defisit neraca berjalan melebar menjadi 2,98 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2018. Hal itu dipengaruhi oleh tingginya impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik ditengah kinerja ekspor yang terbatas.
Katarina menekankan pentingnya perbaikan struktural yang diperlukan untuk memperkecil defisit neraca berjalan. Kebijakan untuk meningkatkan ekspor harus dibarengi dengan kesiapan rantai pasok ekspor produk manufaktur, dengan membuka pusat-pusat manufaktur yang baru.
”Kebijakan tersebut harus mencakup hal-hal, seperti peningkatan akses ke sarana listrik, sumber air, dan penyediaan insentif untuk produksi bahan baku serta barang-barang setengah jadi,” kata Katarina.
Di luar upaya menekan defisit transaksi berjalan, upaya meningkatkan penanaman modal asing tetap perlu dilakukan secara berkelanjutan melalui insentif pajak yang efektif dan revisi daftar negatif investasi.
”Dengan perbaikan-perbaikan ekonomi yang dilakukan sepanjang tahun ini, dampaknya akan terasa ke pasar saham yang menikmati keuntungan dari meningkatnya laba korporasi,” ujarnya.
Kemudahan investasi
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Febrio Nathan Kacaribu, menilai, kemudahan investasi merupakan hal krusial yang perlu ditingkatkan pemerintahan baru hasil Pemilu 2019. Hal ini untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi RI.
”Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap bergantung pada investasi. Untuk menjaga stabilitas ekonomi, pertumbuhan realisasi investasi setiap tahun harus di atas 7 persen,” ujarnya.
Febrio menambahkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global memang turun, tetapi proyeksi pertumbuhan negara-negara di kawasan ASEAN tetap pada kisaran 5 persen. Proyeksi ini membuat aliran modal asing deras masuk ke negara ASEAN, termasuk Indonesia.
Jika arus masuk modal terus berlanjut, lanjut Febrio, cadangan devisa Indonesia bisa berada pada kisaran 130 miliar dollar AS pada Juli-Agustus 2019. Kondisi ini membuka peluang untuk mulai menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia dalam rangka mendorong konsumsi domestik.