Sampah Kali Baru di Kampung Bambu Kuning, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menumpuk selama beberapa hari terakhir. Pengangkutan sampah dari bantar sungai ke tempat pembuangan akhir terkendala jumlah truk.
Oleh
Ratih P Sudarsono
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Sampah Kali Baru di Kampung Bambu Kuning, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menumpuk selama beberapa hari terakhir. Pengangkutan sampah dari bantar sungai ke tempat pembuangan akhir terkendala jumlah truk.
”Sampah yang dikeruk dari Kali Baru sekarang ditumpuk dulu di bantarnya. Sebab, truk kami dipakai untuk kegiatan operasional sehari-hari. Minggu besok baru kami angkut. Saya perkirakan perlu 50 truk untuk angkut sisa sampah itu,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Atis Tardiana, Rabu (1/5/2019).
Ia menjelaskan, pada Minggu (28/4/2019), pengangkatan sampah yang menumpuk di Kali Baru dilakukan menggunakan dua alat berat. Sejumlah 50 truk dikerahkan untuk mengangkut sekitar 200 ton sampah ke TPA Galuga. Karena banyaknya sampah yang di badan sungai selebar 5-7 meter itu, belum seluruh sampah dapat diangkut pada hari itu.
”Pengerukan dilanjutkan karena sampah di sungai sudah mengganggu masyarakat. Luapan air sungai membuat banjir di wilayah itu. Jadi, sampah sungai tetap dikeruk, kami taruh dulu di bantar sungai,” katanya.
Atis berharap Pemerintah Provinsi DKI memberi bantuan alat angkut sampah, yakni 6 dump truck dan 60 bentor, seperti tahun lalu.
Tahun ini, bantuan dari DKI berupa pembangunan dan alat jaring apung untuk menangkap sampah yang bernilai sekitar Rp 6 miliar.
Jaring apung akan dipasang di enam titik Kali Baru, anak sungai buatan Sungai Cisadane, yang mengalir di wilayah Cilebut, Bojonggede, dan Citayam. Lima titik lagi akan dibangun di Kali Baru, anak sungai (buatan) Sungai Ciliwung, yang melintasi Sukaraja dan Cibinong.
”Saat ini sedang disurvei lokasi penempatan atau pembangunan jaring apung tersebut. Dengan jaring apung itu akan termonitor produksi sampah di segmen satu di wilayah RW/kelurahan tersebut. Jadi, termonitor jelas asal sampah dan banyaknya per segmen atau wilayah. Setelah itu, akan ada intervensi lain di wilayah tersebut dalam menangani sampahnya,” tutur Atis.
Meski demikian, ia berharap Pemprov DKI kembali memberi bantuan berupa dump truck, khususnya untuk mendukung penanganan kawasan hulu Sungai Ciliwung di Cisarua. Proposal bantuan yang diajukan kepada Pemprov DKI adalah untuk pembelian alat angkut sampah dan penunjangnya dengan nilai Rp 80 miliar, tetapi yang disetujui Pemprov hanya Rp 6 miliar berupa program pembangunan jaring apung.
”Problem di Cisarua adalah tumpukan sampah. Untuk meningkatkan pelayanan, diperlukan alat angkut sampah. Saat ini kami hanya punya empat dump truck. Idealnya ada 10-15 unit. Kami berharap tahun depan Pemprov DKI juga memberi bantuan alat angkut sampah ini seperti tahun lalu,” katanya.
Saat ini, tumpukan sampah Kabupaten Bogor mencapai 2.850 ton per hari. Yang terangkut 700-800 ton per hari. Truk angkutan sampah ada 180 unit dengan 20 persen tidak laik operasi.
”Angkutan sampah sangat kami perlukan. Ini wilayah yang sangat luas dan baru ada satu TPA di Galuga (Kecamatan Cibungbulang). Harapannya, TPST Nambo (Kecamatan Klapanunggal) bisa segera operasi. Sekarang hanya TPA Galuga, bayangkan berapa kilometer perjalanan truk sampah kami per rit,” ujarnya.
Ke depan, lanjutnya, selain berharap pada TPST Nambo, Kabupaten Bogor juga akan memiliki lima TPS, yakni di Parung, Jonggol, Jasinga, Caringin, dan Cibedug. ”Bupati memutuskan harus ada zonasi untuk penampungan sampah sementara. Akan ada lima zonasi itu dan masuk dalam RPJM Kabupaten Bogor. Saat ini sedang dikaji untuk penempatan lokasinya di lima zonasi tersebut,” kata Atis.