Ditjen Pemasyarakatan Selidiki Petugas yang Lakukan Kekerasan terhadap Napi
Video kekerasan yang dilakukan petugas Lapas Nusakambangan terhadap 26 napi pindahan dari Bali beredar luas di media sosial. Ditjen Pemasyarakatan menyelidiki 13 oknum petugas yang diduga melanggar prosedur standar operasi saat menjalankan tugas.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Video kekerasan yang dilakukan petugas Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan terhadap 26 narapidana pindahan dari Bali beredar luas di media sosial. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan masih menyelidiki 13 oknum petugas yang diduga melanggar prosedur standar operasi (SOP) saat menjalankan tugas.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Junaedi, Kamis (2/5/2019), di Lapas Cipinang, Jakarta, menyesalkan peristiwa kekerasan petugas Lapas Nusakambangan terhadap 26 napi di Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah.
”Rombongan 26 narapidana tersebut adalah tersangka bandar narkotika. Sepuluh orang dari Lapas Krobokan dan 16 orang dari Lapas Bangli. Pada kamis (28/3/2019), mereka akan dipindahkan ke Lapas Narkotika Nusakambangan. Namun, dalam proses pemindahan, oknum petugas melakukan tindakan di luar SOP,” tutur Junaedi.
Ia melanjutkan, pemindahan napi bandar narkotika merupakan kebijakan pimpinan Ditjen Pemasyarakatan. Hal ini dilakukan agar napi yang diduga melakukan kegiatan pengendalian narkoba dari dalam lapas tidak lagi bisa leluasa menjalankan pengendalian narkoba.
Junaedi menyebutkan, sebelumnya pemindahan napi bandar narkoba dari Lapas Cipinang, Tanjung Gusta, dan daerah lain ke Lapas Nusakambangan berjalan baik, tertib, aman, dan terkendali.
Sehari sebelum peristiwa, kata Junaedi, 13 petugas yang dipimpin Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan serta Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Lapas Kelas 1 Batu disiapkan untuk menerima kedatangan napi. Ke-13 petugas mendapat pengarahan untuk memeriksa napi agar bersih dan tidak membawa narkoba.
Kemudian, sekitar pukul 14.30, sebanyak 26 napi pindahan dari Bali tiba di Dermaga Wijayapura. Di pintu masuk, petugas menerima dan melakukan pemeriksaan sesuai SOP penerimaan.
”Mulanya mereka diborgol secara kumulatif, lalu dipisahkan menjadi pemborgolan secara sendiri-sendiri. Dari peristiwa itulah terjadi pelanggaran prosedur yang dilakukan para petugas sebagaimana pada video yang telah beredar di media sosial dan masyarakat,” tutur Junaedi.
Atas peristiwa tersebut, lanjutnya, Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan dinonaktifkan. Selaku penanggung jawab, pelaksana, dan penyelenggara lapas, ia dinilai tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik untuk mengendalikan anak buahnya yang melanggar SOP.
”Pemeriksaan telah dilakukan tim dari pusat, yang dipimpin Direktur Kantib dan tim kantor wilayah yang dipimpin Kepala Divisi Pemasyarakatan Jawa Tengah. Kami memeriksa secara intensif terhadap para petugas yang diduga melakukan pelanggaran. Akan ada tindakan tegas jika terbukti bersalah,” ujar Junaedi.
Ia mengatakan akan melihat apakah pelanggaran yang dilakukan petugas masuk kategori berat, ringan, atau sedang. ”Sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan, akan dijatuhi hukuman secara administrasi kepegawaian, didasarkan atas aturan berlaku dan kemudian juga pertanggungjawaban secara hukum,” lanjutnya.
Junaedi mengatakan, dalam SOP, tindakan diskriminatif, intimidatif, dan bentuk kekerasan apa pun dilarang. Sementara petugas yang menerima napi pindahan merupakan petugas pengamanan supermaksimum.
”Jadi, kami di Lapas Nusakambangan memiliki seragam khusus ketika penugasan pengamanan supermaksimum, seperti pengamanan dan pemindahan narapidana. Mereka tidak boleh dikenali. Yang ada di video adalah petugas lapas yang menggunakan seragam proses penerimaan warga binaan. Petugas yang mengawal adalah petugas keamanan supermaksimum. Oleh karena itu, kami kaget,” ucapnya.
Sementara itu, peneliti dari Center for Detention Study, Gatot Goie, mengatakan, perbuatan yang dilakukan petugas melanggar hak asasi manusia dan masuk tindakan pidana. Kekerasan yang dilakukan petugas seharusnya tidak perlu terjadi jika mereka mengerti SOP.
”Jika saya lihat videonya, mereka tidak menggunakan perlengkapan yang sesuai standar saat mengamankan atau memindahkan napi. Penutup wajah saja tidak digunakan,” katanya.
Gatot menduga, petugas yang diterjunkan merupakan petugas yang tidak terlatih sehingga kultur kekerasan yang biasa mereka gunakan di lapas diterapkan saat bertugas menerima narapidana pindahan.
Ia melanjutkan, di Lapas Nusakambangan tidak banyak pelatihan yang didapat petugas terutama saat menangani narapidana bandar narkoba.
”Petugas yang banyak dapat pelatihan itu salah satunya di Lapas Batu dan Pasir Putih. Tugas pemerintah sekarang ialah melatih petugas secara profesional agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Gatot.