Pameran desain dan arsitektur Casa Indonesia kembali diselenggarakan di Jakarta, 2-5 Mei 2019, dengan tema ”Khatulistiwa”. Melalui pameran ini, diharapkan akan muncul tren desain baru di Indonesia dan dapat berpengaruh hingga ke luar negeri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pameran desain dan arsitektur Casa Indonesia kembali diselenggarakan di Jakarta pada 2-5 Mei 2019. Pada tahun ke-10 ini, mereka mengusung tema ”Khatulistiwa”. Melalui pameran ini, diharapkan akan muncul tren desain baru di Indonesia dan dapat berpengaruh hingga ke luar negeri.
Tema ”Khatulistiwa” bermakna keanekaragaman Nusantara dari barat sampai timur dipersatukan dalam bahasa desain. Semangat tersebut tertuang dalam beberapa karya instalasi dari arsitek dan desainer Indonesia.
Head of Business Growth MRA Media Iwet Ramadhan mengatakan, pameran diadakan untuk menciptakan tren desain di Indonesia dan meningkatkan desain interior di dalam serta luar negeri.
”Pameran ini dapat menjadi tempat penikmat budaya pop untuk mengekspresikan dirinya melalui media sosial,” kata Iwet dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Pengunjung dapat menemukan sejumlah titik untuk berfoto, seperti instalasi karya seniman grafis bergerak Isha Hening yang berjudul ”Solstice”. Karya ini mengeksplorasi hubungan manusia dengan cahaya melalui kondisi mental.
Pameran instalasi lainnya berjudul ”Kaleidoskop” karya Ong Cen Kuang Designs. Pengunjung dapat berfoto dengan latar belakang susunan kaca yang dipasang dalam berbagai dimensi. Karya tersebut menggambarkan keanekaragaman yang dimiliki Indonesia mulai dari suku, bahasa, hingga pulau yang tersebar luas.
Kepala Subdirektorat Pasar Segmen Bisnis dan Pemerintah Direktorat Pengembangan Pasar Dalam Negeri Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Fahmy Akmal mengatakan, Indonesia memiliki keberagaman yang menjadi keunggulan dibandingkan dengan negara lain.
Menurut Fahmy, keberagaman tersebut akan dibawa ke pasar dalam dan luar negeri dengan tujuan untuk meningkatkan nilai pasar. Berdasarkan data Bekraf Outlook Ekonomi Kreatif (Opus) 2019, terdapat peningkatan produk domestik bruto (PDB) Bekraf, yakni Rp 922,5 triliun pada 2016 meningkat menjadi Rp 1.105 triliun pada 2018.
Terkait dengan bidang desain, kontribusi paling tinggi adalah arsitektur yang berada pada urutan keenam dari 16 subsektor. Arsitektur memiliki kontribusi sebesar 2,34 persen dengan nilai transaksi Rp 21,5 triliun.
Desain produk dan seni rupa berada di bawah arsitektur dengan masing-masing memiliki kontribusi sebesar 0,25 persen dan 0,22 persen. Subsektor desain interior berada di urutan ke-15 dengan kontribusi 0,16 persen.
Ia menuturkan, ekonomi kreatif menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia di masa depan. Hal tersebut dapat terlihat dengan terus berkembangnya pelaku industri kecil dan menengah di sektor kreatif.
Modern
Pameran ini juga menampilkan berbagai karya desain generasi muda yang memiliki ciri khas pada kebebasan dalam berkarya.
Exhibition Director Casa Indonesia 2019 Cosmas D Gozali mengatakan, generasi muda pada masa sekarang tidak ingin banyak aturan. Generasi muda suka dengan kebebasan. ”Mereka mengemas kebebasan tersebut dalam beragam warna dan kreasi sesuai dengan potensi yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Indonesia memiliki potensi yang ada pada tradisi dan kerajinan tangan. Ia pun selalu mendorong desainer Indonesia untuk terus bersifat lokal dan membawanya ke tingkat global. Lokalitas tersebut menjadi keunggulan Indonesia karena tidak dimiliki negara lain.
Managing Editor Casa Indonesia Putra Tjokro menuturkan, konsep modernitas pada pameran Casa Indonesia telah disesuaikan melalui interaksi di media sosial. Dari interaksi tersebut, didapatkan hasil bahwa penikmat desain tertarik pada pameran produk desain yang dikombinasikan dengan karya instalasi.