Singapura Institute of International Affairs mengingatkan meningkatnya ancaman kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut di wilayah Indonesia untuk tahun 2019 ini. Peningkatan diperkirakan dari prediksi munculnya El Nino pada perempat kedua dan perempat ketiga tahun ini.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·4 menit baca
SINGAPURA, KOMPAS — Singapura Institute of International Affairs mengingatkan meningkatnya ancaman kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut di wilayah Indonesia untuk tahun 2019 ini. Peningkatan diperkirakan dari prediksi munculnya El Nino pada perempat kedua dan perempat ketiga tahun ini.
Meningkatnya ancaman kabut asap menjadi level menengah ini dipaparkan dalam Singapore Dialogue on Sustainable World Resource tahun keenam yang diselenggarakan Singapore Institute of International Affairs (SIIA) di Singapura, Kamis (2/5/2019).
Terdapat tiga level ancaman, yaitu hijau untuk rendah, oranye untuk menengah, dan merah untuk ancaman tinggi. Dari sejumlah perhitungan, ancaman kabut asap tahun 2019 ini diprediksi di level menengah atau berwarna oranye. Dikhawatirkan kabut asap ini mencapai Singapura.
Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura Masagos Zukifli mengatakan, terkait dengan polusi kabut asap lintas negara, kewaspadaan harus selalu dijaga. Beberapa insiden kebakaran di bagian utara kawasan Asia Tenggara mengindikasikan cuaca yang semakin hangat dan kering pada masa mendatang.
”Singapura telah menjadi bagian dari pasukan internasional dalam membantu pemadaman kebakaran hutan dan lahan gambut pada 2015. Kami siap membantu saat kembali dibutuhkan,” ujar Masagos.
Menurut Masagos, Singapura sudah menikmati langit yang bersih selama beberapa tahun karena usaha keras dari jajaran Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Singapura sudah menikmati langit yang bersih selama beberapa tahun karena usaha keras dari jajaran Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya.
Ketua SIIA Prof Simon Tay mengatakan, prediksi peningkatan kabut asap ke Singapura ini, salah satunya karena El Nino Osilasi Selatan (ENSO), diperkirakan akan berkembang pada perempat kedua dan ketiga tahun 2019. Meski demikian, dampaknya diperkirakan tak akan separah seperti yang melanda negara itu tahun 1997 dan 2015.
Sebagai catatan, munculnya El Nino pada masa lalu mengakibatkan Singapura ikut terpapar kabut asap yang terbawa dari Sumatera dan Kalimantan. Pada dua tahun 1997 dan 2015 itu banyak sekolah di Singapura terpaksa ditutup karena parahnya kabut asap. Di Indonesia, kabut asap pada 2015 mengakibatkan setidaknya 19 korban tewas, sebagian besar adalah anak balita.
Menurut Tay, saat ini intensitas dari El Nino belum bisa dipastikan. Terdapat kemungkinan intensitas lebih lemah dari 1997 dan 2015, tetapi tetap ada ancaman kekeringan yang dapat memicu api. Untuk itu, temperatur dan curah hujan perlu tetap diawasi mendekati musim kemarau pada Juni.
Optimisme kabut asap tak akan separah 1997 dan 2015, ini diperkuat oleh penilaian Singapura bahwa Indonesia sudah melakukan banyak langkah untuk mencegah timbulnya kabut asap kembali ke Singapura.
Pada 2016, Indonesia membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) dan sudah mulai menerbitkan moratorium kultivasi di lahan gambut hingga sistem zonasi untuk perlindungan lahan gambut sudah terbentuk.
Kemudian pada 2018, seluas 679.000 hektar lahan gambut dilaporkan sudah direstorasi. Sebanyak 60 persen dari target seluas 1,1 juta hektar di lahan warga, sedangkan 1,4 juta hektar restorasi dilakukan di lahan konsesi oleh perusahaan. Sejak 2016, Indonesia juga dinilai sudah meningkatkan kerja sama antara perusahaan kehutanan dan komunitas-komunitas di perdesaan untuk mencegah kebakaran hutan.
Optimistis
Kepala BRG Nazir Foead mengatakan, pihaknya merasa optimistis dengan adanya El Nino tahun ini, kebakaran lahan gambut dan kabut asap tetap akan bisa diatasi sebab sejumlah program terus dilakukan.
Sejak 2016, kata Nazir, BRG mulai melakukan proyek pembasahan kembali lahan gambut. Salah satunya dengan pembangunan blok kanal. Langkah ini dinilai efektif. Dari pengukuran, semakin basah lahan gambut, semakin berkurang hotspot di sana.
BRG juga memonitor kelembaban lahan gambut secara langsung di tujuh provinsi rentan kebakaran lahan gambut. Pemantauan dilakukan dengan memasang alat pemantau yang dapat dimonitor langsung lewat internet. Pemasangan di antaranya di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Papua, dan tiga provinsi di Kalimantan.
Nazir mengatakan, pada 2016 dan 2017, Indonesia juga mengalami El Nino, tetapi kebakaran separah 2015 berhasil dicegah.
Pada 2016 dan 2017, Indonesia juga mengalami El Nino, tetapi kebakaran separah 2015 berhasil dicegah.
Seperti kasus sebelumnya, El-Nino pada 2015 berlangsung dari Maret hingga April 2016. Namun, pada 2016, hotspot berhasil ditekan drastis hingga tak separah 2015. Jumlah hotspot hingga 2018 ini berhasil ditekan sehingga tak pernah setinggi 2015.
Penurunan itu terpantau di daerah konsesi turun 98,57 persen pada 2016 dibandingkan dengan 2015 di kawasan nonkonsens sebesar 98,6 persen untuk periode sama. Sementara pada 2018, penurunan sebanyak 92,98 persen di kawasan konsesi dan 91,39 di daerah kawasan nonkonsesi dibandingkan dengan 2015.
Presiden Joko Widodo, kata Nazir, setiap tahun selalu menegaskan pentingnya pencegahan kebakaran lahan gambut. Di pihak perusahaan pun sudah banyak hal yang dilakukan. Sementara itu, penguatan kepada para petani lokal terus dilakukan, yaitu mencegah pembukaan lahan dengan membakar dan menguatkan kemampuan padamkan kebakaran.
Di sisi lain, Ketua Operasional Tropical Landscapes Finance Facility Bryan Taylor mengingatkan, kendati sudah banyak hal dilakukan, namun deforestasi skala global masih terus terjadi. Di Indonesia, luas deforestasi turun dua tahun terakhir.