Laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pada April 2019 sebesar 0,44 persen. Kenaikan ini menjadi sinyal peningkatan permintaan konsumsi pada Ramadhan-Lebaran mendatang.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pada April 2019 sebesar 0,44 persen. Kenaikan ini menjadi sinyal peningkatan permintaan konsumsi pada Ramadhan-Lebaran mendatang.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, indeks harga konsumen pada April 2019 mencapai 136,47 atau naik 0,44 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan 2,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara tahun berjalan, sepanjang 2019 (hingga April), laju inflasi nasional mencapai 0,8 persen.
Angka inflasi ini turut menjadi sinyal kenaikan permintaan Ramadhan-Lebaran 2019 yang jatuh pada Mei-Juni. ”Inflasi (Ramadhan-Lebaran) kemungkinan akan bertumpu pada Mei 2019 karena adanya konsumsi Ramadhan pada awal bulan dan persiapan konsumsi Lebaran pada akhir bulan. Namun, inflasi ini dapat terkendali apabila pengelolaan stok dan distribusinya tepat,” tutur Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Angka inflasi April 2019 menjadi sinyal kenaikan permintaan Ramadhan-Lebaran 2019 yang jatuh pada Mei-Juni.
Berdasarkan tren dua tahun terakhir, periode Ramadhan-Lebaran jatuh pada Mei-Juni. Inflasi bulanan pada April-Juni 2017 secara berturut-turut sebesar 0,09 persen, 0,39 persen, dan 0,69 persen. Sementara pada April-Juni 2018, inflasi sebesar 0,10 persen, 0,21 persen, dan 0,59 persen.
Jika ditilik dari kelompok pengeluaran, bahan makanan memberikan andil tertinggi pada inflasi April 2019, yakni sebesar 0,31 persen. Adapun laju inflasi bulanan kelompok bahan makanan senilai 1,45 persen.
Bahan makanan yang menyumbang inflasi tertinggi berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, yakni sebesar 13,8 persen. Dari subkelompok ini, komoditas yang memiliki andil terbesar ialah bawang merah senilai 0,13 persen, bawang putih senilai 0,09 persen, dan cabai merah senilai 0,07 persen.
Suhariyanto mengatakan, subkelompok bumbu itu menyebabkan inflasi bulanan April 2019 lebih tinggi dibandingkan pada 2017 dan 2018. Inflasi bulanan April 2017 sebesar 0,09 persen, sedangkan April 2018 sebesar 0,1 persen.
Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, rata-rata harga bawang merah nasional pada awal April sebesar Rp 37.600 per kilogram (kg) dan meningkat menjadi Rp 40.950 per kg pada akhir April. Harga bawang putih juga meningkat dari Rp 34.950 per kg menjadi Rp 49.750 per kg. Harga cabai merah naik dari Rp 29.650 per kg menjadi Rp 35.250 per kg.
Untuk menstabilkan harga bawang merah dan cabai merah, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tuti Prahastuti mengatakan, pihaknya akan mengandalkan suplai dari panen raya yang diprediksi terjadi pada pekan depan. Harapannya, harga dapat stabil di angka Rp 32.000 per kg untuk bawang merah dan Rp 20.000 per kg untuk cabai merah. ”Apabila harganya masih tinggi, kami akan mengadakan operasi pasar,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Selain itu, Kementerian Perdagangan juga telah menggelontorkan sekitar 300 ton bawang putih melalui mekanisme operasi pasar. Targetnya, harga bawang putih dapat menyentuh angka Rp 32.000-Rp 35.000 per kg.
Beras deflasi
Meskipun kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar 1,45 persen, komoditas beras masih mengalami deflasi atau penurunan harga di tingkat konsumen sebesar 0,06 persen. Menurut Suhariyanto, deflasi tersebut merupakan salah satu imbas dari anjloknya harga di tingkat petani saat panen raya pada April 2019.
BPS mencatat, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) pada April 2019 di tingkat petani turun 5,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi Rp 4.357 per kg. Dibandingkan April 2018, angkanya anjlok sebesar 4,37 persen.
Harga terendah GKP di tingkat petani ditemukan di Bali dan Nusa Tenggara Barat. Angkanya mencapai Rp 3.000 per kg.
Seiring dengan anjloknya harga gabah, nilai tukar petani (NTP) pangan kian merosot. NTP pangan pada April 2019 turun 1,21 persen dibandingkan pada bulan sebelumnya.
Suhariyanto menyebutkan, harga di tingkat petani pada April 2019 ini lebih anjlok dibandingkan dua tahun terakhir. ”Pemerintah masih memiliki PR (pekerjaan rumah) untuk membenahi tata kelola stok, terutama dalam penyerapan dan penyimpanan saat panen raya,” katanya.
Sementara itu, peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latif Adam, menyoroti tekanan anjloknya harga yang menimpa petani. Jika dilihat dari rantai pasok beras, penurunan tertinggi terjadi di petani sebagai produsen hulu. BPS mencatat, penurunan harga secara bulanan di tingkat petani sebesar 5,37 persen, penggilingan sebesar 4,3 persen, grosir sebesar 0,87 persen, dan eceran sebesar 1,34 persen.
Latif menambahkan, anjloknya harga pada panen raya 2019 merupakan salah satu imbas dari tidak optimalnya serapan Perum Bulog untuk pengadaan cadangan beras pemerintah. Menurut dia, harga pembelian pemerintah (HPP) yang sebesar Rp 3.700 per kg untuk GKP di tingkat petani dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras harus dikaji ulang. ”HPP seharusnya dapat menjadi salah satu bentuk insentif bagi petani agar petani tidak merugi,” ujarnya.