Hujan yang mengguyur sebagian wilayah di Jawa Timur, terutama di sekitar aliran Kali Lamong, mengakibatkan sebagian wilayah di Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Jombang terendam banjir. Luapan air itu diduga akibat Kali Lamong tidak mampu menampung volume air hujan yang turun dengan intensitas lebat dalam beberapa hari terakhir.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Hujan yang mengguyur sebagian wilayah di Jawa Timur, terutama di sekitar aliran Kali Lamong, mengakibatkan sebagian wilayah di Surabaya, Gresik, Mojokerto, dan Jombang terendam banjir. Luapan air itu diduga akibat Kali Lamong tidak mampu menampung volume air hujan yang turun dengan intensitas lebat dalam beberapa hari terakhir.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Jumat (3/5/2019), di Surabaya, mengatakan, banjir bermula ketika tanggul Kali Lamong di sekitar Kelurahan Sumberrejo jebol sekitar pukul 03.00. Akibatnya, air yang sudah mencapai bibir tanggul menggenangi perumahan warga.
”Lokasi tanggul jebol sepanjang 40 meter ditanami jagung oleh warga sehingga tanahnya gembur. Mulai sekarang mereka tak boleh lagi memanfaatkan lahan itu,” katanya.
Dia menambahkan, warga tidak ada yang mengungsi. Namun, pemkot sepanjang hari memberikan 3.000 bungkus nasi tiga kali sehari. Warga setempat pun disediakan kendaraan antarjemput dari dan ke luar permukiman.
Luapan air tersebut mengakibatkan ratusan rumah di enam RW di Kecamatan Pakal tergenang banjir. Ketinggian banjir sempat berkisar 10-50 sentimeter. Meski demikian, sekitar 2.000 warga dari 700 keluarga terdampak tidak mengungsi ke tempat lain.
Risma menuturkan, tanggul yang jebol tersebut sudah selesai diperbaiki sekitar pukul 16.00. Tanggul itu diuruk menggunakan tanah dan diperkuat dengan zak berisi pasir. ”Pada Jumat petang, air dari Kali Lamong sudah tidak mengalir ke permukiman warga. Ketinggannya juga sudah surut hingga 20 sentimeter. Besok pagi air diperkirakan sudah tidak ada genangan,” ucapnya.
Jumat petang, air dari Kali Lamong sudah tidak mengalir ke permukiman warga. Ketinggannya juga sudah surut hingga 20 sentimeter. Besok pagi air diperkirakan sudah tidak ada genangan.
Ketua RW 003, Kelurahan Sumberejo, Kecamatan Pakal, Nur Suud mengatakan, banjir kali ini merupakan yang pertama kali sejak enam tahun terakhir. Banjir dari luapan Kali Lamong pernah menggenangi kawasan itu terakhir kali pada 2013. Namun, sejak enam tahun lalu, banjir sudah tidak terjadi karena Pemkot Surabaya membangun tanggul dan saluran air yang cukup memadai.
”Rumah-rumah warga sudah ditinggikan sejak banjir enam tahun lalu. Sekarang kalau banjir sudah tidak separah dahulu yang sempat mencapai 50 sentimeter,” ujarnya.
Bukan kewenangan Surabaya
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Ery Cahyadi mengatakan, normalisasi Kali Lamong tidak bisa dilakukan Pemkot Surabaya karena kewenangannya berada di pemerintah pusat. Padahal, anak Sungai Bengawan Solo itu mendesak untuk setidaknya dilakukan pengerukan karena menjadi langganan banjir di beberapa daerah. ”Sebagai daerah hilir, arus akan mengalir ke Surabaya,” ujarnya.
Di beberapa sungai dan saluran air yang kewenangannya di Pemkot Surabaya, terus dilakukan pengerukan. Sebab, Surabaya hanya berada 5 meter di atas permukaan air laut sehingga potensi banjir cukup tinggi. ”Untuk di daerah pinggir laut, kami membangun pintu air untuk mencegah banjir rob,” kata Ery.
Selain di Surabaya, luapan Kali Lamong juga masih menggenangi sejumlah wilayah di Jombang, Mojokerto, dan Gresik. Sejak empat hari lalu, Selasa (30/4/2019), menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim Subhan Wahyudiono, banjir belum surut di beberapa wilayah. Hal itu disebabkan hujan deras masih mengguyur wilayah hulu Kali Lamong di Mojokerto dan Jombang.
Untuk mengatasi banjir di Kali Lamong, Pemprov Jatim segera mengumpulkan pemangku kepentingan terkait untuk melakukan normalisasi sungai.
Banjir dipicu curah hujan tinggi ditambah dengan jebolnya beberapa tanggul karena tidak kuat menahan derasnya aliran air di Kali Lamong. ”Untuk mengatasi banjir di Kali Lamong, Pemprov Jatim segera mengumpulkan pemangku kepentingan terkait untuk melakukan normalisasi sungai,” katanya.
Di sungai tersebut, pendangkalan menjadi salah satu penyebab berkurangnya kapasitas volume air yang mengakibatkan sebagian wilayah banjir. Kali Lamong merupakan anak sungai Bengawan Solo sehingga kewenangannya ada di pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. ”Tidak ada cara lain untuk mengatasi banjir di Kali Lamong kecuali normalisasi,” kata Subhan.
Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kelas 1 Juanda, Surabaya, Bambang Hargiono mengatakan, hujan dengan intensitas lebat diperkirakan masih akan terjadi hingga pekan depan. Wilayah yang perlu waspada antara lain Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Madiun, Jombang, Nganjuk, dan Mojokerto.
Meningkatnya intensitas hujan itu disebabkan pada akhir April terdapat aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah. MJO merupakan gelombang atmosfer di wilayah tropis yang tumbuh dan berkembang di Samudera Hindia akibat interaksi atmosfer dan lautan secara global dengan periode 30 hingga 90 hari dan bergerak merambat ke timur.
”Fenomena ini berperan dalam peningkatan massa udara basah di sebagian wilayah Jatim. Kami mengimbau warga selalu waspada terhadap dampak lanjutan, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan angin kencang,” kata Hargiono.