TOBA, KOMPAS – Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Aek Nauli di Simalungun, Sumatera Utara disiapkan untuk menyokong program prioritas pariwisata nasional di Danau Toba. Pemanfaatan hutan edukasi tersebut diharapkan bisa mengenalkan berbagai macam hasil hutan untuk wisata alternatif yang semakin menarik pengunjung domestik dan luar negeri.
Suguhan yang sudah dipersiapkan saat ini di antaranya pemanenan getah pinus, pemanenan getah kemenyan, penyediaan parfum dari minyak atsiri kemenyan, pemanenan madu dan propolis lebah apis dan trigona, wisata edukasi gajah Aek Nauli Elephant Conservation Camp (ANECC), dan Wisata Eksotik Siamang. Pemanfaatan potensi hutan ini diharapkan melindungi dan melestarikan kawasan hutan itu sebagai daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba.
“Wisata ilmiah di KHDTK Aek Nauli Toba merupakan kawasan strategis Pariwisata Nasional bagian barat Indonesia dan masuk menjadi salah satu agenda prioritas nasional Indonesia, yaitu peningkatan nilai tambah dan efisiensi jasa produktif,” kata Sekretaris Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sylvana Ratina, Kamis (2/5/2019) dalam kunjungan media "Menjelajah Lansekap Hutan Wisata Ilmiah KHDTK Aek Nauli Toba".
Wisata ilmiah di KHDTK Aek Nauli Toba merupakan kawasan strategis Pariwisata Nasional bagian barat Indonesia dan masuk menjadi salah satu agenda prioritas nasional Indonesia.
KHDTK Aek Nauli Toba seluas 1.900 hektar memiliki tipe ekosistem hutan hujan dataran tinggi yang berada pada salah satu pintu masuk utama menuju Danau Toba, kawasan strategis pembangunan pariwisata nasional. Daerah pegunungan di sekitar Kaldera Toba tersebut berada pada ketinggian 1.000 – 1.750 meter dari permukaan laut.
Wisata ekologi
Sylvana Ratina mengatakan pengelolaan KHDTK Aek Nauli untuk mendukung pengembangan pariwisata nasional Danau Toba, menggunakan perpaduan potensi wisata ekologi dan hasil-hasil riset yang telah dihasilkan. Ini dikemas dengan unsur pendidikan dan pembelajaran yang menyenangkan yang disebut dengan konsep Edutainment atau Wisata Ilmiah.
Konsep wisata edukasi secara sederhana dapat diartikan sebagai konsep wisata sambil belajar. Konsep ini tidak hanya menonjolkan unsur edutainment tapi juga unsur edukasi yang akan menambah wawasan wisatawan yang berkunjung serta menjadi sarana pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan.
Ia mengatakan wisata edukasi KHDTK Aek Nauli sangat menjanjikan. Ia menyebutkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang diperoleh senilai Rp 6 juta pada tahun ini. Dengan tiket masuk “hanya” Rp 2.000 per orang, lokasi ini telah dikunjungi lebih dari 3.000 orang.
Terkait harga tiket yang masih sangat murah, Sylvana mengatakan pihaknya menggunakan peraturan pemerintah sebagai dasar hukum. Saat itu, KHDTK hanya melihat sisi edukasi sehingga diberi tiket murah agar menarik pengunjung. Dengan adanya suguhan wisata lain, harga tiket akan disesuaikan namun masih menunggu pembahasan perubahan dasar hukum.
Kepala Pusat Litbang Hasil Hutan Dwi Sudharto mengharapkan wisata ilmiah ini bisa kian berkembang dan mendukung pariwisata prioritas nasional Danau Toba. “Jadi wisata Toba nanti tidak hanya melihat air saja, tapi hutan juga menarik untuk dikunjungi wisatawan,” kata dia yang lahir dan besar di Medan.
Ia pun mengatakan KHDTK Aek Nauli jadi perintis pengembangan wisata ilmiah yang akan direplikasi 35 KHDTK seluas 37.000 hektar di seluruh Indonesia. Hasil riset unit-unit Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) di berbagai daerah menarik dan sayang bila hanya berhenti di jurnal atau kenaikan poin peneliti. “Harus bisa “dijual” dan dimanfaatkan untuk masyarakat luas,” imbuhnya.
Aswandi, pakar tanaman kemenyan pada Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli mengatakan hanya sedikit peneliti tertarik meneliti kemenyan. Padahal, Indonesia banyak mengekspor getah kemenyan ke luar negeri untuk menjadi bahan baku industri, obat-obatan, bahan kosmetika, dan lain sebagainya.
Di Sumatera, khususnya Sumatera Utara yang menghasilkan kemenyan terbaik, kata dia, pohon kemenyan terancam oleh alih fungsi menjadi perkebunan. “Kemenyan diekspor tapi masyarakatnya ya begitu-begitu saja,” kata dia.
Ia mengatakan nilai kemenyan ketika sudah diolah dan dihilirisasi, harganya berkali lipat. Salah satu pemanfaatan yaitu minyak atsiri kemenyan digunakan sebagai pengikat minyak atsiri lain menjadi parfum.