Guru Dituntut Kreatif dan Terbuka Menghadapi Perubahan
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Perubahan dalam revolusi industri 4.0 yang didukung pemanfaatan internet dan teknologi informasi membuka peluang bagi guru untuk meningkatkan kualitas dan kompetensinya sebagai pendidik. Guru dituntut kreatif dan terbuka menghadapi perubahan sehingga guru mampu meneruskan kreativitas ke siswa.
Demikianlah benang merah pendapat Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Bali I Wayan Suwirya dan Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Bali Margiyanto terkait penerapan pembelajaran berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills/HOTS).
Suwirya mengatakan, guru-guru yang bergabung dalam organisasi profesi IGI adalah guru yang memahami pentingnya kreativitas dan inovasi dalam proses belajar dan mengajar. Menurut Suwirya, IGI membuka peluang bagi anggotanya untuk berkembang dan mengembangkan kompetensinya sebagai pengajar dan pendidik.
“Kami menerapkan webinar untuk mempertemukan guru-guru secara on line (dalam jaringan/daring) sehingga tidak mengganggu jam efektif mengajar,” kata Suwirya ketika dihubungi Kompas, Sabtu (27/4/2019).
Kami menerapkan webinar untuk mempertemukan guru-guru secara on line sehingga tidak mengganggu jam efektif mengajar.
Secara berkala pula, IGI mempertemukan guru-guru secara langsung. “Biasanya pada Sabtu atau Minggu, kami kopi darat, alias bertemu secara off line,” ujar Suwirya yang juga guru di SMP Negeri 5 Kota Denpasar, Bali.
Melalui kanal webinar secara daring dan pertemuan langsung, menurut Margiyanto yang dihubungi terpisah, guru-guru yang bergabung dalam IGI saling berbagi pengetahuan dan informasi, antara lain, mengenai perkembangan pendidikan, penambahan wawasan, dan peningkatan kompetensi guru.
“Setelah bertemu melalui webinar, wawasan kami semakin terbuka karena ternyata banyak guru kita yang hebat-hebat. Banyak guru yang mau berubah untuk maju, guru yang bukan hanya mengajar namun juga mendidik,” kata Margiyanto.
“Dalam orientasi sekarang ini, guru tidak hanya mengajarkan namun juga action, mencontohkan, atau dalam Islam disebut uswah,” ujar Margiyanto yang juga pengajar Pendidikan Agama Islam.
Tantangan
Margiyanto menilai, perubahan demi peningkatan kompetensi individu guru bukanlah beban melainkan tantangan yang harus dihadapi guru apabila guru ingin berkembang sebagai pendidik.
Suwirya mengatakan hal senada. Menurut Suwirya, guru dituntut mampu mengarahkan siswanya agar mampu menyelesaikan problem yang berkaitan dengan kehidupan nyata. IGI misalnya mendorong penerapan kolaboratif pelajaran sains, teknologi, seni, dan matematika (Science, Technology, Engineering, Art, and Math/STEAM) sebagai salah satu model pembelajaran berbasis masalah.
Guru dituntut mampu mengarahkan siswanya agar mampu menyelesaikan problem yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
“Pembelajaran semacam tematik berbasis pemecahan masalah,” kata Suwirya. Model STEAM, menurut Suwirya, sejalan dengan penerapan model HOTS karena guru dan siswa bersama-sama dalam memecahkan persoalan.
“Kalau hanya menghapal rumus-rumus, masih perlu namun tidak lagi efektif karena guru dan siswa sama-sama menghadapi masalah yang nyata di lapangan,” ujar Suwirya.