Indonesia Bangun Satelit Republik Indonesia ”Satria” Akhir 2019
Proyek Satelit Multifungsi dari pemerintah yang dinamai Satelit Republik Indonesia atau Satria akan mulai dikonstruksikan pada akhir 2019. Nantinya, satelit senilai Rp 20,68 triliun itu dapat melayani hingga 150.000 titik lokasi.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek Satelit Multifungsi dari pemerintah yang dinamai Satelit Republik Indonesia atau Satria akan mulai dikonstruksikan pada akhir 2019. Nantinya, satelit senilai Rp 20,68 triliun itu dapat melayani hingga 150.000 titik lokasi, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar serta perbatasan.
”Satria merupakan satelit khusus untuk internet, bukan untuk telekomunikasi seperti yang ada saat ini. Sebab, di era digital ini tuntutannya semua internet, menelpon pun pakai internet,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Ia menyampaikan hal ini dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama, perjanjian penjaminan, dan perjanjian regres proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) pada Proyek Satelit Multifungsi (SMF).
Penandatanganan dilakukan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII dan Badan Usaha Pelaksana (BUP).
Rudiantara menganalogikan, satelit saat ini seperti truk yang bisa mengangkut berbagai jenis barang. Namun, Satria seperti bus yang hanya digunakan untuk mengangkut orang.
”Satria merupakan satelit pertama se-Asia dan dari sisi kapasitas di atas 100 gigabyte per detik ada di nomor 5 dunia. Dari sisi kebutuhan, Satria akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang dilandasi infrastruktur komunikasi terutama internet satelit,” ujarnya.
Satria merupakan satelit pertama se-Asia dan dari sisi kapasitas di atas 100 gigabyte per detik ada di nomor 5 dunia.
Konstruksi Satria akan dikerjakan oleh manufaktur satelit asal Perancis, Thales Alenia Space. Pengerjaan konstruksi ditargetkan selesai dan siap diluncurkan pada kuartal kedua tahun 2022.
Setelah sampai pada orbit 146 Bujur Timur, Satria yang menggunakan frekuensi Ka-band dengan teknologi very high throughput satellite atau satelit berkecepatan tinggi dengan kapasitas frekuensi 150 GB per detik diharapkan dapat beroperasi pada awal 2023.
Sementara menunggu proses konstruksi hingga pengorbitan, pemerintah akan menyewa satelit guna memenuhi kebutuhan internet Indonesia. ”Kami akan menyewa satelit yang karakteristiknya mirip Satria, tetapi dengan kapasitas yang kecil, yaitu 2,5 GB hingga 5 GB,” ujarnya.
Skema pembiayaan
Proyek ini menggunakan skema pembayaran ketersediaan layanan atau availability payment (AP) selama 15 tahun masa konsesi dengan nilai total sekitar Rp 20,68 triliun. Biaya ini meliputi nilai belanja modal atau capital expenditure, biaya operasional atau operational expenses, dan perhitungan pengembalian investasi yang wajar.
Pembayaran AP akan menggunakan anggaran di dalam lingkungan Kemkominfo. Proyek ini memperoleh fasilitas penjaminan pemerintah melalui PT PII dengan cakupan penjaminan atas pembayaran ketersediaan layanan dan terminasi proyek.
Sebelumnya, PT PII telah memberikan penjaminan kepada tiga proyek lain di sektor telekomunikasi, yaitu Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur. Proyek ini disiapkan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI sebagai lead transaction advisor atau penasihat transaksi utama.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hadiyanto menyampaikan, melalui skema KPBU, pembangunan Satria tidak akan membebankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut dia, skema KPBU ini jangan hanya menjadi skema alternatif, tetapi menjadi struktur inti pemerintah dalam skema pembiayaan untuk mencapai target pembangunan.
”Dalam mendukung proyek Satria dengan skema KPBU, Kemenkeu menyediakan beberapa fasilitas pemerintah, yaitu skema AP dan penyediaan penjaminan pemerintah melalui special mission vehicle Kemenkeu,” ucapnya.
Skema ini merupakan usaha pemerintah untuk membangun infrastruktur melalui sinergi dengan swasta. Dengan begitu, pemerataan akses infrastruktur informasi di seluruh wilayah pelosok Tanah Air seperti dimandatkan badan dunia International Telecommunication Union (ITU) dengan konsep universal service obligation (USO) dapat terwujud.
Proyek SMF didukung penuh dan dimonitor oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berperan sebagai penanggung jawab proyek kerja sama.
Membangun infrastruktur
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Proyek SMF ini merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018.
”Saya yakin, membangun infrastruktur itu artinya menanam modal yang beberapa tahun mendatang akan mendukung penciptaan kegiatan ekonomi yang lebih baik di masyarakat kita,” ujarnya.
Darmin mengatakan, pembangunan satelit ini dapat membantu perekonomian. Hal ini akan dirasakan melalui peningkatan jaringan daring dan jaringan komunikasi secara signifikan untuk UKM Transactional Center, proses e-Office, menurunkan biaya operasional, serta mempercepat dan memperbaiki layanan.
Tak hanya ekonomi rakyat, tetapi pendidikan, kesehatan, keamanan, dan pertahanan, pembangunan daerah, keuangan, berbagai tata pemerintah pusat dan daerah, serta pengelolaan SDM juga akan terbantu melalui Satria.