Infrastruktur Jadi Kunci Bisnis Teknologi Finansial
Koneksi internet, pengenalan nasabah secara elektronik, basis data penipuan, dan sistem komputasi awan merupakan infrastruktur kunci dalam bisnis layanan teknologi finansial. Namun, penyediaan infrastruktur itu terkendala kebijakan pemerintah.
Oleh
MEDIANA/BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koneksi internet, pengenalan nasabah secara elektronik, basis data penipuan, dan sistem komputasi awan merupakan infrastruktur kunci dalam bisnis layanan teknologi finansial. Namun, penyediaan infrastruktur itu terkendala kebijakan pemerintah.
Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Niki Luhur, Kamis (2/5/2019), di Jakarta, menyampaikan, mayoritas pengguna layanan tekfin pembayaran dan peminjaman ada di Jabodetabek dan kota-kota besar di Jawa. Pengguna meliputi individu, korporat, dan usaha kecil menengah. Pengguna individu didominasi masyarakat berpenghasilan Rp 5 juta-Rp 15 juta per bulan.
Data ini diperoleh dari hasil survei terhadap 178 perusahaan anggota Aftech pada Desember 2018. Hasil survei juga menemukan, lebih dari 70 persen perusahaan rintisan bidang tekfin fokus pada segmen yang belum tersentuh perbankan.
Padahal, segmen pasar ini banyak ditemukan di daerah-daerah di luar Jawa. Oleh karena itu, layanan tekfin bisa optimal jika infrastruktur kunci tersedia.
Niki menekankan, infrastruktur kunci dibutuhkan oleh hampir semua subsektor industri tekfin, seperti pembayaran dan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Dalam survei ditanyakan juga tentang langkah pemerintah terhadap kemajuan industri tekfin. Umumnya perusahaan anggota Aftech menilai kiprah pemerintah cukup baik karena melibatkan pelaku industri dalam dialog.
”Hanya saja, untuk kebijakan yang terkait empat infrastruktur kunci, kami berharap pemerintah bersikap lebih tegas dan mendukung,” ujarnya.
Ketentuan
Co-founder dan Chief Operation Officer Modalku, Iwan Kurniawan, mencontohkan penerapan sistem pengenalan nasabah secara elektronik (e-KYC) dan tanda tangan digital. Sampai sekarang, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih membahas ketentuan bakunya.
”Ada beberapa perusahaan rintisan teknologi menjadi vendor solusi e-KYC atau tanda tangan digital. Regulator belum memutuskan peraturan mengenai standar teknologi, alur kerja, dan biaya pemakaiannya. Apakah jadi memakai vendor atau internal perusahaan boleh mengembangkan sendiri, belum jelas,” kata Iwan.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menyampaikan, tren digitalisasi terjadi hampir di semua sektor lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan. Era ekonomi digital yang kian merebak tidak lepas dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
Digitalisasi terjadi hampir di semua sektor lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan.
Pada 2020, sekitar 80 persen kegiatan pasar akan didominasi penggunaan telepon seluler pintar. Perbankan konvensional perlu menyesuaikan diri sehingga transformasi digital menjadi sangat penting. Perbankan diharapkan tetap menjalankan perannya sambil bertransformasi.
”Kami mendorong perbankan bertransformasi ke arah digitalisasi. Untuk menjangkau masyarakat yang tersebar di 1.000 pulau, dibutuhkan teknologi yang dikembangkan tekfin. Maka, kolaborasi dengan tekfin diperlukan,” katanya.
Di tengah tantangan digitalisasi, perbankan dan tekfin diharapkan berkolaborasi ketimbang berkompetisi. Kolaborasi ini akan mendorong bisnis perbankan lebih berkembang karena layanan perbankan bisa lebih cepat.