JAKARTA, KOMPAS — Penerbitan surat berharga negara ritel digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, terutama bidang pendidikan. Pembiayaan infrastruktur kini melibatkan investor domestik guna mengurangi penarikan utang luar negeri dan mempercepat pembangunan.
Pada 2019, Kementerian Keuangan akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) ritel dalam sepuluh instrumen. Penerbitan itu terdiri dari empat kali penerbitan Savings Bond Ritel (SBR) dan sukuk tabungan (ST), serta satu kali penerbitan Obligasi Negara Ritel (ORI) dan sukuk ritel (Sukri).
Target penerbitan SBN ritel sekitar Rp 80 triliun atau berkisar 9-10 persen dari target SBN bruto sebesar Rp 825 triliun.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah, Jumat (3/5/2019), mengatakan, kesepuluh instrumen SBN ritel itu digunakan untuk membiayai 619 proyek infrastruktur nasional, antara lain di bidang perhubungan, perdagangan, dan pendidikan.
Di bidang pendidikan, lanjut Dwi, pemerintah menggunakan dana dari investasi SBN ritel untuk membangun sejumlah gedung, laboratorium, dan fasilitas penunjang. Tahun ini sudah terbangun gedung kuliah baru, seperti di Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kesepuluh instrumen SBN ritel itu digunakan untuk membiayai 619 proyek infrastruktur nasional, antara lain di bidang perhubungan, perdagangan, dan pendidikan.
Penerbitan SBN ritel juga untuk pembangunan Institut Teknologi Sumatra dan Institut Teknologi Kalimantan. Kedua institut teknologi itu sengaja dikembangkan di luar Jawa dalam rangka pemerataan pendidikan. Selama ini banyak pelajar dari daerah berbondong-bondong kuliah di Jawa karena kualitas pendidikan yang dinilai lebih baik.
”Dana investasi yang digunakan untuk pemerataan pembangunan ini diharapkan menjadi daya tarik bagi investor domestik,” kata Dwi dalam peluncurkan SBN ritel seri ST004 di Jakarta.
Dwi mengatakan, salah satu investasi SBN ritel yang paling diminati adalah ST yang dikelola berdasarkan prinsip syariah. ST tidak mengandung unsur maysir (judi), gharar (ketidakjelasan), dan riba (usury), serta sudah dinyatakan sesuai syariah oleh Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Memasuki bulan Ramadhan, pemerintah membuka masa penawaran ST004 pada 3 Mei-21 Mei dengan minimum pemesanan Rp 1 juta dan maksimum Rp 3 miliar. Tingkat kupon minimal sebesar 7,95 persen, sementara pembayaran imbalan akan dilakukan tiap bulan tanggal 10. Target indikatif ST004 sebesar Rp 2 triliun.
”Penerbitan ST004 cukup menantang karena ada momen Ramadhan dan Lebaran, pengeluaran individu lebih banyak untuk konsumsi. Kami berharap investor domestik dari kalangan baby boomers tidak terpengaruh momen itu,” kata Dwi.
Penerbitan ST004 cukup menantang karena ada momen Ramadhan dan Lebaran, pengeluaran individu lebih banyak untuk konsumsi.
Kupon turun
Meski demikian, tingkat kupon ST004 lebih rendah daripada seri sebelumnya, yaitu ST003 sebesar 8,15 persen yang ditawarkan pada 1-20 Februari 2019.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, pemerintah melihat pergerakan di pasar sekunder untuk menentukan tingkat kupon setiap jenis SBN ritel. Penurunan tingkat kupon juga dipengaruhi suasana ekonomi global yang mulai kondusif setelah keputusan The Fed menahan suku bunga.
”Arus modal asing kembali masuk sehingga menggerakkan imbal hasil turun,” kata Luky.
Kendati menurun, menurut Luky, tingkat kupon ST004 masih kompetitif dibandingkan dengan instrumen investasi lain. Tingkat kupon yang ditawarkan bersifat mengambang dengan kupon minimal (floating with floor) yang disesuaikan suku bunga BI. Artinya, investor akan mendapat keuntungan minimal 7,95 persen.
Luky menuturkan, pemerintah kini fokus meningkatkan jumlah investor dibandingkan dengan volume investasi. Peningkatan investor domestik ini penting untuk memperkuat pasar keuangan dalam negeri dari tekanan global. Sejauh ini jumlah investor berdasarkan single investor identification (SID) sebanyak 238.000 orang.
Regulasi baru
Selain pemerintah, Bank Indonesia juga menerbitkan dua peraturan untuk memperkuat operasi moneter berdasarkan prinsip syariah. Kedua peraturan tersebut berlaku mulai 2 Mei 2019.
Pertama, Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/8/PADG/2019 tentang Instrumen Operasi Pasar Terbuka yang mengatur underlying asset penerbitan Sukuk Bank Indonesia (SukBI). Di aturan baru itu, BI memperluas underlying asset penerbitan SukBI, baik sukuk global maupun surat berharga syariah negara.
BI, dalam keterangan resminya, menyebutkan, perluasan underlying diperlukan agar penerbitan SukBI tidak hanya dapat menggunakan SBSN, tetapi juga sukuk global yang dimiliki BI sebagai pemilik underlying asset.
Kedua, PDAG Nomor 21/9/PADG/2019 tentang Standing Facilities atau Koridor Suku Bunga yang mengatur penyempurnaan terhadap akad Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS). Penyempurnaan akad dari semula FASBIS menggunakan akad wadi’ah menjadi akan ju’alah sesuai ketentuan dari DSN-MUI.